Wednesday, December 15, 2010

Tahu

How can I live without Tahu?

I'm Tahu lover.
Siang saya meminta lauk tahu di setiap pilihan menu tempat saya biasa makan.
Sore jika ada pengumuman gorengan datang, saya lebih suka mencomot tahu.
Di Surabaya saya penggemar tahu campur, tahu tek tek, lontong balap dengan irisan tahu yang porsinya lebih.

Tahu comes to my life almost everyday...




Sunday, December 12, 2010

Pangrango

Saya tidak mengerti kenapa kedua teman saya, Mbak Aris dan mbak Swas berebut menaiki tugu warna hijau dengan coretan coretan di sekitarnya, kemudian menyuruh saya ikutan bergaya di atasnya. Saya manut dan percaya bahwa jika sudah berpose di situ saya akan memegang bukti autentik bahwa saya sudah menggapai puncak Pangrango.
"Ayo Sue bergaya seperti Soe Hok Gie."
"Ha? Gaya apa?" emang kudu gaya kek dia yah?
Okelah, sayapun bergaya sambil membenarkan celana raincoat oranye yang kegedean dan belepotan dengan comberan comberan yang saya lewati sebelumnya selama perjalanan menuju puncak dari pagi jam 4 subuh tadi.
Ah sudahlah, sepertinya menyenangkan juga berdiri di atas batu yang tidak terlalu tinggi itu. Konon katanya itu batu bernama tugu triangulasi yang menjadi penanda bahwa itu adalah puncak Pangrango.
Well, What I care most was I had been walking for 3 hours, creeping each time I passed some fallen bar, trees and passed a water source trail which I thought it was raining on top.

Beberapa jam sebelumnya di beberapa persimpangan saya meminta kedua teman senior saya itu berhenti, namun ntah apa yang mengejar mereka, mereka cepat sekali sedangkan saya yang sudah lama sekali tidak menanjak rasanya engap dan ngos ngos an sendiri berjalan seperti keong racun, pelan sekali, mengambil napas berulang ulang padahal hanya beberapa langkah saja naiknya. Mungkin mereka ingin cepat sampai, mungkin mereka ingin membuat saya berjalan cepat, mungkin mereka takut hujan turun jika terlalu lama di jalan sehingga perjalanan tidak nikmat dan jadi kesiangan. Sayapun mengikuti langkahnya.
Di satu persimpangan yang lain saya menyempatkan diri berganti kaos orange saya yang bertulis, "I love mom". Sebenarnya itu bukan kaos saya sih. Itu kaos ponakan saya, Hafidz yang masih duduk di TK B dan kebetulan sizenya pas serta tulisannya lucu, jadi saya sempatkan "meminjam" waktu terakhir pulang ke Surabaya.
"Ayo, ayo... puncak su dekat!" Mbak Swasti berkata dengan muka lempeng dan meyakinkan. "Yes. Puncak sudah dekat." Ucap saya dalam hati.
Ternyata, KASPO. Alias Mbujuk alias bokis. Gw kena tipuuuu :((
Puncak Pangrango tak sedekat itu my man. Dia masih terjal dan merapat serta sedikit "jembrot" karena hujan.

Lalu pukul 7 teng kami menyapa tugu hijau tadi, 3 jam yang penuh perjuangan. Sebut saya agak lebay jika akhirnya saya bersyukur sejenak tanpa menangis saat akhirnya saya bisa menggapai puncak yang sudah berkali kali gagal untuk saya injak.
Di sana saya cuek bebek wekwek ketika segerombolan berondong muda yang seger seger itu memergoki kami bergaya dengan pose alay, eneg, sekaligus manis manja di atasnya.
Hey,it was my first time there, let me be alay-norak-ndeso a while.

Kemudian saya diajak menuruni lembah yang saya idam idamkan. Mandalawangi. Ternyata ia indah, saya pernah mendengar seorang pendaki terkenal yang meninggal di puncak Semeru itu sering dihubung-hubungkan dengan lembah bertabur eidelweis ini. Ah, sekali lagi, saya tidak peduli. Saya hanya tau saya menikmati kabutnya, suasana terang-mendung dan bermentari sejenak di sana. Saya hanya sedang menikmati saat jari jari kaki saya yang melepuh bisa menari riang di atas kerikil kerikil tanah itu saat mbak Aris menginstruksikan pada saya, "ke kanan sedikit sue, lari cepet cepet agak jauh lagi, iya.... sip." katanya kemudian memencet shutter botton kameranya. Oh iya, sebelumnya kami berdua cukup kompak untuk mengukir alis kami dengan pinsil alis.
Well, I can't leave my eyebrow pencil dan syukurlah kali ini saya ada temannya. Hihihi....
Lalu kami memasak la fonte, ditemani bajigur serta teh panas. Piknik singkat dan menyenangkan di dataran luas berkeliling eidelweis.
Emma...di mana ia, kawan kami tersayang itu harus menuntaskan mimpinya di Kandang badak karena ia memilih istirahat dan menjaga tenda tenda kami, semoga ia baik baik saja di sana. Semoga ia tak lupa akan mandat "egois" kami, menjemur semua yang basah basah ketika kami muncak. muachhhh....
Tapi, saya ingat saya harus boy-care. Satu ritual yang tidak boleh dilewatkan saat menginjak satu tempat kekuasaan baru.
"Sue, di sana lw bakal nemu banyak sekali jamban yang luas yg bisa lw pakai untuk menuntaskan keinginan biologismu." urai kedua nini nini riang tersebut selama perjalanan.
And there I was, boy-caring in a secret place ditemani kabut serta lagu lagu OST Gie dan suara riang para berondong yang akhirnya kami ketahui dari azam adventure. Seandainya ada sinyal saya sudah mengirim pesan kepada para member "plung!" dengan tulisan, "woy, gw lagi boy-care di Mandalawangi!"
 
Selang satu jam kemudian kami meninggalkan Mandalawangi. Satu setengahjam berikutnya saya surprise dengan pemandangan di depan tenda kami, Emma my darling dadar guling itu sudah menyiapkan cai nteh panas untuk kami seduh dan menghilangkan kelelahan kami. Baju baju basahpun sudah ia jemur. Sepertinya membuktikan bahwa ia sudah pas jika menjadi ibu rumah tenda. ups salah Ibu Rumah Tangga. Saat anak anaknya main, ia akan memasak dan bersih bersih rumah...
Siang itu kami sibuk dengan acara memasak pasta ala Chef Swas ditemani lagu lagu dari ipod mbak Aris yang memutar lagu lagu alay....

Kira kira pukul 13.00 kami sudah siap untuk menyiksa kaki lagi. Menurun ke arah Cibodas. Selama perjalanan, kami tak henti hentinya diserbu hujan deras. Berkali kali saya meminta Emma berhenti untuk menunggu saya yang makin melamban dan berkali kali juga saya harus menutup-buka payung hijau saya. Ribet sekali. Nanti kalau sudah terbiasa (lagi) naik gunung saya tak akan membawa apapun di tangan, baik itu payung ataupun trekk pool. Saya akan meminta porter yang bawain semuanya (lohhhh???)

Karenanya kami berdua sampai di Cibodas menjelang isya, jam 19.00 saking lambatnya. Duh maap teman teman saya jalannya pelan, udah minta dianterin, minta dibangunin, minta ditungguin pula. It's not easy to be me ternyata. :D...

Very deep thankful to my wonder gal-friends.
Mbak Aris, Mbak Swasti, Mbak Emma (kok berubah jadi mbak, teteh hahahaha)
And Also, My God Almighty...

I love the trip, I wish to return, but not soon. musim hujan bow...



Thursday, November 11, 2010

100 tears away

alah satu adegan yang saya suka dari seri TV Ally Mc Beal adalah last scene yang selalu memunculkan si pemilik sexy voice Vonda Shepard. Suaranya selalu menggema sexy. Menyanyikan lagu lagu lama yang diremix ataupun lagu lagu baru penuh inspirasi yang biasanya sih, mewakili isi hati Ally. She trivialize the episodes.

Coba dengar dua lagu yang dulu sering diputar oleh tv swasta untuk promosi film seri ini, "Baby don't you break my heart slow" atau yang selalu jadi pembukanya "searching my soul".

Semua liriknya tidak asing di telinga dan kebanyakan memberi inspirasi untuk bangkit lagi.

Vonda Shepard di film seri ini berperan sebagai Vonda, si pianis sekaligus penyanyi di sebuah bar tempat Ally dan teman teman pengacara lainnya sering berkumpul menjelang friday night atau jam usai ngantor.

Hampir semua lagu mewakili segala hal yang dirasakan setiap tokoh di dalam serial tersebut. 


Kalau saya suka sekali dengan 100 tears away. 


Kadang saya berpikir ada ngga yah kantor seperti itu di Indonesia, yang menyediakan tempat buat karyawannya hang out sesudah pulang kantor di setiap Jumat. Bisa santai, ngebir, bernyanyi ataupun hanya mendengarkan 

Saya sempat mengungkapkan pada Dije nan jauh di sana "Hey, I do really wanna dance with somebody now" Saking kakunya otot otot pundak dan stresnya otak saya. 


Sunday, October 24, 2010

Surat Kepada Hujan

Aku ke sana lagi Rain,

Ke Sukamantri. Sudah 3 tahun lebih berlalu, dan masih sama jejak itu. Jalanan, portal, dan pemandangannya masih seperti saat pertama kali aku menyapa tanah basah yang bersebelahan dengan lahan tapos milik mantan penguasa negeri ini. 
Samar-samar aku mengenang di mana pertama kali aku dan dia menapaki bukit itu. Meskipun di waktu berikutnya dia melepeh seluruh kenangan kami, namun tidak lagi aku mengutuknya.

Rain, harusnya kemarin aku tertawa bersama kawan-kawan setiaku itu. Aku sadar, aku sudah tidak lagi sepadan dengan pembahasan mereka kecuali kenangan bodoh yang kami urut satu persatu dengan tawa. namun harusnya itu bukan masalah kan, Rain? Memang tidak bermasalah sama sekali.

Namun entah kenapa rencana untuk tergelak tanpa henti itu menjadi naik turun seperti kincir raksasa di Dufan yang pernah membuatku takut bukan kepalang itu.
Aku sedih Rain, sedih mengingat sebuah cerita singkat yang manis di awal, namun getir sekali di akhir .

Tiba-tiba rain, otakku tidak bersinergi dengan Sukamantri dan hujannya dan semua gurau di sekitarku. Tiba-tiba sakit itu terasa sekali, rain. 
Semua cerita kami terputar tanpa remote di monitor maya kepalaku. Jangan bertanya seperti apa. Mungkin mirip dengan luka yang hampir mengering tapi tanpa sengaja terciprat air laut.. Perih luar biasa dan membuatku takut berada di sana. 

Buitenzorg sore itu bising oleh hujan dan aku sama sekali tidak menikmati lagi percikan gerimis di luar jendela mobil kami. Aku ingin segera pergi dari kota kecil itu dan tak akan melangkah lagi ke semua tempat yang mengharuskanku singgah di situ, rain.
Rain, aku tidak ingin mengingatnya lagi. Tidak untuk menyimpannya juga di memori diamku. 
Aku membenci Buitenzorg seperti aku membencinya....

______
12122012

Thursday, September 16, 2010

ilfeel

Kecuali ayah, Ibu, Amun dan Hafiz 
Tak ada yang saya rindukan lagi untuk saya temui saat saya pulang ke kota kelahiran yang kian panas dan memuakkan dengan suara suara nyinyir para tetangga dan teman teman yang katanya merindu ternyata hanya meninggalkan komentar komentar nonsense...

Boss saya menulis di statusnya yg akan saya ingat terus "Bukankah sdh kubilang ada saat di mana kamu akan membenci yg pernah kamu rindukan, ada jg saat di mana kamu merindukan yang pernah kamu benci? Jadi, yg paling nyaman adl tidak membenci apa pun, ttp jg tidak perlu merindukan apa pun."

Garis aman untuk tidak merasa benci ataupun sakit hati jika rindu tak tersampaikan jika benci tak terbendung. 

Thursday, August 19, 2010

Beaching over Sumba

It was tremendous experience to visit Sumba after our social trip in Ngadulanggi village, a place with bumby

Berbagi Cerita dan Cinta di Sumba : Ini, kita di Sumba tho?!!

Ini mimpi. Saya beberapa kali berucap demikian pada seorang kawan. Waktu masih berada di banku kuliah dan mengambil mata kuliah MKI (Manusia dan Kebudayaan Indonesia) secara acak saya mendapat tugas presentasi makalah tentang budaya penguburan Sumba. Saya pontang panting mencari referensi karena saat itu internet belum segahar sekarang yang dengan mudah memberi kita berbagai ulasan tentang kata kata yang kita ketik di mesin pencari informasi. Kemudian sesudah menemukan data datanya saya hanya bisa membayangkan saja seperti apa Sumba, seperti apa kuburan yang dimaksud, seperti apa kepercayaan Marapu yang mereka anut, seperti apa mereka .. orang orang Sumba. Saya hanya bisa tertarik saja dan mengingat apa saja yang terjadi saat pemakaman dilakukan.

Sebelum berangkat, ibu korlap mendapat info akan adanya upacara pamakaman di desa sebelah sehingga kita bisa melihatnya juga jika mau. Saya berbinar binar dan makin semangat untuk berangkat. Saya berbinar meskipun saya belum tau tentang desa sebelah itu sejauh apa. 


Tanggal 28 Juli pagi buta saya dan kawan kawan yang jumlahnya sekitar 17 orang itu bersama sama terbang ke Sumba dengan rute Jakarta-Kupang-Waingapu dan dilanjutkan dengan truk menuju Ngadulanggi. Dari balik jendala kecil disamping tempat kami duduk di atas pesawat mata ini sudah terkagum kagum dengan pemandangan daratan di Sumba yang terlihat dari udara. Pasir putih yang memisahkan laut hijau-biru dan pulaunya, daratan yang saling menggelembung membentuk bukit bukit berwarna cokelat dari udara membuat saya melupakan rasa takut untuk menengok ke bawah. Saya hanya bisa melihat sambil berdecak kagum tentang betapa kayanya negeriku yang mengandung ranah beranak pinak yang berbeda satu dengan yang lainnya dan tanah dibawah pesawat ini adalah contohnya. Jadi kenapa harus ribut mengurus paspor dan berburu tiket pergi ke negeri tetangga jika pulau pulau di negara kita saja belum sempat kita singgahi seluruhnya. Oh iya saya lupa, sebagian menganggap kalau pernah pergi ke Singapore atau ke Malaysia atau ke Vietnam dan lain lain itu lebih keren daripada ke Sumba, ke Rote, ke Kupang dan lain lain yang berbau Indonesia. 

Sesampai di Waingapu kami disambut oleh Adipapa, Yubi dan Umbu Angga, koordinator di Waingapu dan Ngadulanggi. Juga Om CT dan Nikk yang sudah tiba dahulu di sana. Sebagai penyambutan, Dr Dani dokter di RS di Waingapu menyambut kami dengan makan siang bersama di Rumah sakit. Terima kasih dokter :)

Untuk memasuki Desa Ngadulanggi ternyata tidak muda. Kami membutuhkan 4-5 jam lamanya dari Waingapu. Kira kira pukul 6.30 malam kami mendengar suara keramaian dari alat musik gong dan kentongan yang bercampur dengan suara orang orang yang saling bersahutan sebagai tanda menyambut kami. Truk yang kami tumpangi tidak berhasil melewati sungai kecil saking banyaknya batu batu di sekitar sungai dan menyebabkan kami berjalan sendiri menuju desa. 

"Kita akan tidur di ruang kelas SD Ngadulanggi, ingat!" Kata Tyty, kordinator lapangan yang tak henti hentinya bicara dari awal acara dimulai sampai akhir.

Tari tarian selamat datang yang ditampilkan wanita wanita Ngadulanggi makin membuat suasana malam makin ramai, mereka mempersilahkan kami duduk di banku banku sederhana di bawah tenda terpal yang sudah mereka siapkan untuk kami. Tak lupa kehadiran pinang yang mereka suguhkan sebagai sambutan. "Ayo, silahkan dimakan. ini adat kami untuk menyambut tamu." Seloroh seorang wanita dengan logat Sumba yang sedari tadi mengikuti saya, nantinya saya baru tahu bahwa itu adalah istri kepala sekolah SD Ngadulanggi. Sayapun sempat mencicipi. Rasanya sepet. Tapi tetap saya makan karena rasanya aneh dan tidak bisa diungkapkan. Pinang di adat Sumba adalah jamuan kebesaran tuan rumah untuk tamunya.

Pendudukpun bergotong royong membantu kami mengangkuti berkardus kardus barang kiriman yang mengendap di rumah Kepala Desa untuk kami olah dan tata sesuai rencana. 

Nantinya saya makin mantab mengatakan kalau desa ini memang pantas menerima sumbangan dari 1n3b karena sesuai dengan misi komunitas ini "pendidikan semestinya bebas sekat geografis, suku, agama, ras, dan golongan sosial". Desa ini memang sulit dijangkau

 

Woka Ngiapaajar, Acara Sains dan Pelayanan Kesehatan

Nama Woka Ngiapaajar kami sematkan sebagai nama Rumah Baca yang kami buat di sana, desa yang berada di tanah yang cukup nyempil di tanah Sumba Timur. Jika diartikan, Woka Ngiapaajar artinya kebun/ladang untuk belajar.

Pagi pertama itu saya dibantu seorang teman bernama Liberina akhirnya berkutat dengan buku-buku yang sudah kami pesiapkan di Jakarta. Kami berdua banyak berhubungan dengan Bapak Sam, si Kepala Sekolah SD Ngadulanggi. Salah satu guru honorer di sana bernama Nona, akhirnya saya comot untuk kami ajari bagaimana cara kerja di rumah baca nantinya. Dari mulai mengkategorikan jenis buku, label dan mengimput buku ke dalam buku induk. Kegiatan di rumah baca ini menarik guru guru lainnya sehingga mereka ikut membantu Nona. Begitu juga dengan Bapak pendeta yang dengan senang hati membantu memberi stempel Woka Ngiapaajar di semua buku. Saya merasa kagum dengan hasil kerja para penduduk di sana yang bersama sama membuat salah satu rak buku dari bambu untuk menyusun buku-buku yang kami taruh di sana. Saya suka sekali dengan bentuk rak-nya, meskipun masih kasar setidaknya mereka bisa membuat rak buku dengan memanfaatkan bahan di sekitar desa. 

Hari pertama itu juga rumah baca Woka Ngiapaajar diresmihkan oleh Bapak Camat yang sekaligus membuka acara tersebut dengan sambutan "super funky" dan membuat saya tertawa tiap kali mendengarnya. 

Total buku sumbangan kami adalah 1314 buku, 262 majalah dan komik serta 732 eksemplar LKS yang kami sumbangkan untuk mengisi 2 rak di Woka Ngiapaajar. Kedua rak memang masih belum menampung semua buku yang kami berikan dan Pak Sam berkomitmen akan menyusun semua buku buku yang belum tertampung tersebut nantinya supaya lebih rapi. 

 

 

Di luar sana, suasana makin ramai dengan kehadiran teman teman desa tetangga yang juga diundang dalam acara bagi buku bagi ilmu bagi anak Negeri ini. Desa tersebut bernama Desa Pulupanjang yang datang dengan dijemput oleh truk yang sudah kami booking selama tiga hari penuh tersebut. Maklum di sini satu desa dengan yang lain terpisah oleh puluhan bukit yang jika ditempuh dengan berjalan kaki maka akan menyulitkan mereka di perjalanan. Sehingga kami memutuskan untuk mengantar jemput dan menyediakan makan siang untuk mereka yang berobat ataupun anak anak yang mengikuti permainan sains. Ini juga yang menjadi pertimbangan saya untuk tidak bertanya apakah kita bisa melihat acara pemakaman yang dimaksud? karena tentu saja waktunya tak akan memungkinkan. Hemmm menginjak tanah ini saja sudah seperti keajaiban buat saya.

Senyum bahagia di tengah terik matahari Ngadulanggi rasanya tidak menyurutkan kami untuk tetap menggelar permainan di lapangan yang letaknya di atas lembah dengan bukit bukit di keliling kami ditambah dengan muka muka ceria kawan kawan kecil yang begitu semangat dan kadang dengan usaha keras memahami bahasa Indonesia kami. Bahkan untuk memulai acara mendongeng yang digelar oleh Ijul dan Itingpun, kami membutuhkan bantuan guru guru di sana untuk mendampingi mereka supaya mengerti benar maksud cerita yang sedang mereka tonton.

Di dekat pos kesehatan, orang orang dengan wajah khas Sumba datang dengan mengenakan baju dan perlengkapan adat mereka juga terlihat antusias mendaftarkan diri ke pendaftaran dan menunggu giliran untuk dipanggil konsultasi dengan kedua dokter yang tiada sedikitpun terlihat mengeluh tersebut. Pak Kades yang akhirnyabeken dengan nama Pak Keds pun sibuk berseliweran mengatur penduduknya mengikuti acara serta dengan sigap membantu kedua dokter yang harus mentransferkan maksud mereka kepada pasien pasien.

Semua murid murid termasuk murid SD dan SMP Pulupanjang yang kami undang juga mendapatkan tas dan peralatan tulis sama dengan SD Ngadulanggi. Total orang yang kami undang kira kira 400 murid dan 700 orang untuk pelayanan kesehatan.


Pada hari H Divisi tim Rumba memang tidak sesibuk ketika mempersiapkan buku di Jakarta, sehingga kami bisa dengan leluasa menjadi bunglon untuk membantu kegiatan lain yang dilakukan oleh divisi lain mulai dari menjadi mentor dadakan, ataupun menjadi pelayan di apotek serta memberi penjelesan tentang cara mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan. Semua bekerja dengan gembira. Tak terkecuali saat tim sains melibatkan tim Rumba ketika acara mencari harta karun di rumah baca. "Hey, jangan kalian acak acak bukunya. Kalau sudah kalian kembalikan pada posisi semula!" Kata Pak Sam kepada murid muridnya yang mengikuti acara mencari harta karun tersebut. Nadanya mengeras dan siapa saja pasti menyangka Pak Sam marah. Padahal memang seperti itu cara mereka berkomunikasi. Rumah tinggal yang saling berjauhan diantara bukit bukit itu memang membuat mereka harus berkomunikasi dengan sekeras kerasnya supaya mereka saling mendengar dan itu sudah menjadi kebiasaan.

Malam harinya kami mengadakan nobar (nonton bareng) di lapangan. Laskar pelangi, Garuda di dadaku, Danias serta beberapa film dokumenter menjadi hiburan buat mereka. "Selama ini kami hanya menonton film saat menjelang Paskah atau Natal. Itu juga filmnya sama terus. Kami senang ada film lain seperti ini bagus." Ucap Nona yang mampir ke markas tempat kami beristirahat. 

Sementara ibu Sita sibuk membuat kamus mini Bahasa Sumba yang diperoleh dari sumber sumber lain yang mampir ke tempat kami malam itu, Kamipun sibuk menghangatkan diri dengan kopi dan perbincangan perbincangan akrab dengan Pak Keds, Pak Sam dan saudara saudara lain karena keesokannya kami harus sudah meninggalkan Sumba dan kembali di kota dengan peradaban modern.

 

Hal lain yang membuat saya terheran heran adalah betapa nyenyaknya saya tertidur di atas susunan meja meja yang ditata sedemikian rupa untuk alas kami tidur dengan berselimut sleeping bag. Mungkin suasana lembah di SD Ngadulanggi yang terasa panas di siang namun sangat dingin dan menyegarkan saat kami berada di bawah pohon atau shelter seperti ruang kelas ini - apalagi jika malam datang- membuat tubuh saya mudah sekali menyerah untuk terlelap.  

Malam itu adalah malam ketiga kami tidur bersama di Ngadulanggi sementara beberapa orang sudah beranjak pulang dahulu dan esoknya kami sudah harus pergi. 


Esoknya... sesudah packing kamipun harus berpamitan dengan semua warga. 

Ada rasa sesak menyapa di dada.. ntah apa itu. 

 

Ah, Ngadulanggi... Kadang saya berpikir kepergian saya  ke sana hanya mimpi karena akhirnya saya mampu menjangkau tanah marapu yang jauh sekali dari jangkauan ini. 

Teman teman kecil, kiranya kalian harusnya mendapat ilmu yang sama dengan kami, kudunya kalian mendapat perhatian yang lebih dari sekedar ruang ruang kelas usang dan jauhnya langkah kalian menaik turuni bukit bukit untuk mendapatkan ilmu seriap harinya. Harusnya kalian bisa mendapatkan ilmu lebih jika mereka yang di atas atas itu menyediakan fasilitas yang lebih untuk kalian, sehingga kalian tidak hanya akan menjadi petani pinang, atau hanya menunggu untuk siap siap dibelis  bagi adik adik perempuanku.

Apa yang kami tinggalkan di sana semoga berguna mengantarkan kalian melihat dunia luar yang lain yang belum pernah kalian dengar sekalipun...


Sampai jumpa kawan..


Sampai jumpa Ngadulanggi...


Sampai jumpa Sumba... 


Berbagi Cerita dan Cinta di Sumba : Persiapan yang Melelahkan...

Mengiyakan menjadi kordinator rumah baca untuk acara 1n3b kali ini adalah jebakan yang mungkin telat untuk saya tampik. Bagaimana tidak? Ketika memulainya saya merasa sangat tidak tau apa apa tentang bagaimana mengelola rumba kecuali short course dari Mbak Titi Ungu pemegang kursi kepemimpinan Rumba dari tahun ke tahun yang komunitas 1n3b lakukan saat persiapan kegiatan yang sama tahun lalu. Tahun lalu saya memang membantu persiapan tim Rumba sebagai ajang saya yang melenceng dari profesi saya saat itu, sekretaris yang tak pernah kerja dan melayani ketua, itupun hanya menjadi penyampul buku saja. hihihi.. Jebakan bermula dari sini. Akhirnya dengan entengnya mbak Yoga ketua tahun ini memberikan mandat itu pada saya dan saya seperti kena guna guna, langsung mengiyakan! Lalu mulailah saya bergerelya mencari cari anggota dari berbagai kalangan.

Konsolidasi sana sini dengan kawan kawan lain supaya mau menjadi asisten saya (dimana tidak akan ada yang mau) awalnya terlihat cerah, tapi ternyata tidak membuahkan hasil maksimal di akhir. Mereka resign satu persatu tanpa meminta pesangon. Ternyata tidak semudah itu mengajak teman teman untuk selalu mengikuti persiapan ini karena pastinya mereka memiliki kepentingan pribadi sendiri yang harus bisa kami maklumi. Tak patah semangat, akhirnya sesudah mengemukakan kesulitan saya pada forum, datanglah bala bantuan dari tim lain yang menyelamatkan divisi saya termasuk bantuan sporadis dari teman teman lain yang tidak berangkat. :)

 

Dari berbagai informasi yang kami sebarluaskan melalui berbagai media, kamipun kebanjiran buku-buku dari berbagai kalangan. Konon, dahulu waktu 1n3b awalnya berdiri (kalau tidak salah masih mengatas namakan milis pangrango, kemudian berganti menjadi satu bumi) buku-buku yang disumbangkan adalah buku-buku bekas yang layak pakai. Buku buku itu ada cacat di beberapa lembarnya atau ada coretan di sana sini. 
















Untuk mengantisipasinya tahun lalu waktu persiapan ke Mentawai, kami memiliki beberapa kasta dalam tim ini, antara lain : kasta penyortir bertugas menyortir buku buku yang layak untuk dikirim, kasta pengimput data bekerja memasukkan data soft copy buku dari nama penyumbang-judul buku-pengarang-penerbit-tempat terbit hingga jumlah eksemplar, kasta penyampul bekerja dengan senang hati menyampul dengan benar supaya buku buku itu bisa bertahan lama, kasta pelabel mereka adalah kasta terakhir yang harus menempeli buku buku itu dengan warna label yang sudah ditetapkan, dan terakhir kasta paling rendah yaitu kasta penghapus! hahaha.. iya kasta penghapus karena kerjanya menghapusi coretan coretan di buku-buku yang masih layak pakai. Bisa dibayangkan kan bagaimana kramnya tangan tangan para kasta penghapus itu karena kami ingin buku buku itu tidak terbuang percuma dan bisa digunakan oleh teman teman yang akan kami sumbang. Tahun ini, kasta penghapus tidak ada karena sudah tidak separah tahun sebelumnya, para penyumbang sudah lebih memahami benar bagaimana SOP kami di tim Rumba. Tidak boleh ada coretan, Tidak boleh ada yang robek, Tidak boleh berkurikulum kadaluwarsa sekali dan kalau bisa buku buku sudah disampul. hehehe... akan tetapi untuk yang terakhir sepertinya permintaan kami terlalu berlebihan sehingga hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Maka dari itu tiap minggu kami harus meluangkan waktu menyampul. Beberapa teman teman yang sudah punya kegiatan tersendiri di kala weekend harus rela membawa buku buku itu ke rumah masing masing, ada yang menyampul sambil berkencan, ada juga yang bangun tidur langsung menyampul, sebelum tidur mengimput data buku atau ada juga yang langsung menuju rumah abah di Pedongkelan Jakarta Barat (tempat buku-buku dikumpulkan) begitu kerja shift kerja-nya usai, ada yang bolak balik menjemput dan mengedrop buku setiap malam sepulang kerja. Bahkan acara menyampul di Kebun Raya Bogorpun kami lakukan untuk menginisiasi semangat supaya tetap menyampul dan mengimput data sebelum tanggal target pengiriman terpenuhi.

 

Bayangkanlah... hehehe..

Tapi tunggu, ada juga yang menunggui buku buku itu siang malam setiap hari (ups! :D) Pada akhirnya acara penyampulan selalu dilakukan di rumah abah fakhrie, Pedongkelan Jakarta Barat. Yang jelas bisa ditebak hampir tiap weekend status FB kami akan hampir sama, semuanya pamer kegiatan yang sama, "menyampul buku yuk!", "Dibutuhkan tenaga penyampul buku di rumah abah.." 

dan status status lain. Sebenarnya divisi divisi lain juga sama repotnya.


 

Divisi pendidikan dan kesehatan sibuk menyusun rencana dan obat apa saja yang harus dibawa di sana. Ini adalah kali kedua 1n3b menyisipkan program pelayanan kesehatan bagi penduduk setempat. Sebelumnya kami hanya memusatkan pada pendirian rumah baca dan permainan sains saja. Dari kabar yang tersiar dari tim kesehatan awalnya mereka kesulitan mencari dokter untuk program tersebut. Karena harus diakui bahwa tidak semua pelayan kesehatan mampu membiayai perjalanannya sendiri seperti halnya kami yang harus mati-matian berjuang supaya bisa berangkat menuju desa sasaran untuk kegiatan sosial ini. Lalu beberapa hari menjelang keberangkatan, Saudari Ipaq Suripaq kepala divisi kesehatan mengumumkan kabar menggembirakan, bahwa akan ada dua dokter senior yang akan ikut dengan kami meskipun dengan biaya sendiri, Perfecto! Akhirnya kamipun lega karena ada juga dokter-dokter yang masih peduli dengan kegiatan kami. Kami sendiri sudah hampir mau membatalkan program pelayanan kesehatan jika tidak ada satupun dokter dokter yang ikut dan hanya akan menyumbangkan obat obatan tersebut di puskesmas kecamatan Nggaha Oriangu. Begitupun di tim pendidikan yang diketuai Ms. Sita yang akhirnya hanya bisa mendelegasikan program pendidikannya kepada anak buahnya karena berhalangan dengan pekerjaannya.


Tentang dana yang kami dapat, selain dari para donatur langsung, kami juga harus mendadak menjadi penjual souvenir souvenir yang tanggap dalam melihat kesempatan. Mug, kaos, gelang hingga pin dan pouch selalu ada di dalam daftar bawaan kami setiap hari untuk kami untuk dijual kepada kawan kawan lain. Bahkan ada juga yang harus bertansaksi di malam hari di pinggir jalanan Jakarta hanya untuk menjual satu atau dua item saja! Juga dalam sebuah bazar yang diselenggarakan milis lain kami harus meluangkan waktu menjadi penjaga booth secara bergantian, semata mata untuk menjual dan memperkenalkan masyarakat akan kegiatan kami. Syukur syukur jika ada yang mau menyumbang. Dalam acara bazar itupun tim Fun rising menyisipkan konser amal dengan mengundang Ari Malibu sebagai bintang panggungnya. Hasilnya? Bagus sekali. Karena akhirnya banyak juga yang mulai mengenal 1n3b dan menunjukkan ketertarikan untuk bergabung dan menyumbang.

 

Akhirnya, Pada pertengahan Juni 2010, buku buku beserta peralatan tim pendidikan dan tim kesehatan yang berat totalnya adalah 776 kg berhasil dikirimkan melalui ekspedisi laut ke desa sasaran, Desa Ngadulanggi, Kecamatan Nggaha OriAngu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Setidaknya kami sedikit lega, setidaknya barang-barang itu telah terkirim, setidaknya sebagian kecil amanat penyumbang sudah terlaksana ...

 

Lalu kami harus bersiap siap untuk langkah berikutnya, menuju Ngadulanggi....

Tuesday, August 17, 2010

We went there, to Sumba


Their native and adorable face always attracted us to get along with them

I know I should not mix all the pic, I should make some in another album, but I want to make you notice it with no distraction. So, I combine some the pictures of our preparation in Jakarta and what we did in Ngadulanggi finally.

It's for you to watch how fantastic our beloved country and how various people we have actually...

1n3b Community
Ngadulanggi-Waikabubak-Tambolaka 28 Juli 2010 - 2 August 2010

Kami Singgah di Sana


Tuesday, July 6, 2010

Homework : Reading!

Alhamdulillah, 
banyak sekali hal-hal berat yang bisa gw selesein Juli ini. 
Pertama, kerjaan berat mengirimkan 700 kiloan buku dan peralatan lain untuk acara di Ngadulanggi, Sumba Timur sudah terkirim.
Kedua, cuti gw buat ke Ngadulanggi akhirnya diapprove. Dan gw terharu sekali dengan bijaksananya bos gw memutuskan untuk menyetujui di tengah kekhawatiran menejer gw akan kealpaan gw nanti. Semoga semua berjalan sesuai rencana baik di Ngdulanggi nanti maupun di Jakarta nanti, Semoga juga gw bisa kembali dengan selamat di kantor gw tercinta. Amin. 
Ketiga, tagihan CC dan cicilan gw dah habis bulan ini. Artinya bulan depan gw dah bebas hutang. Sudah bebas menabung lagi. Sudah bisa mulai menata masa depan tanpa beban.

Keempat, sudah mulai bisa mencicil menyelesaikan PR-PR yang belum beres. Apa aja tuh? 

Well, PR pertama gw kudu beresin rumah abah tempat pooling buku-buku 1n3b sebelum dikirim kemarin, yang artinya gw kudu mengirimkan beberapa buku-buku buat perpus lain yang udah didirikan komunitas 1n3b sebelumnya serta memberikan beberapa buku-buku yang pas buat beberapa perpus yang membutuhkan di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Juga mendata dan memotret buku-buku seken buat dijual online supaya bisa dibelikan buku baru buat anak-anak di Ngadulanggi.

PR kedua, MEMBACA. Iya membaca. Selama ini banyak sekali buku-buk
u yang tertata dengan manisnya di rak buku gw yang minimalis itu tapi belum sempat gw telaah lebih dalam lagi. Iya gw sadar gw terlalu sibuk dengan hal-hal lain. Tapi janji, buku-buku itu sudah harus gw baca (at least) this year. 
Apa aja sih? Iseng gw data semua, jadilah daftar PR membaca gw antara lain buku-buku yang berjudul : 

1. Kisah Langit Merah by Bubin Lantang yang dari dulu belum beres
2.Tuesday with Morrie by Mitch Albom (dari DJ) tinggal 1/4nya saja
3. Larung by Ayu Utami (dari Boss gw) ini kudu gw baca karna gw penasaran apa sih isinya. 
4. Tea For Two by Clara Ng (belom gw sentuh sama sekali)
5. Mendaki Gunung: sebuah tantangan petualangan by Norman Edwin... aduh maap masih sampai hal 59, pasti gw baca :) 
6. The Remain of the Days by Kazuo Ishiguro 
7. Audio Books "Wish you well" by David Baldacci (dari DJ) baru 1 kaset yang gw dengerin. Sisa 3 kaset lagi.. semangat8. The Magic of Tea by HP Melati .. kurang separohnya...
9. Into the Wild by John Krakauer... (dari Yoyon) :D gw bikinin resensinya kalau gw beres bacanya, ntar gw tag, okayyy heheheheh...
10. 2 seri Judy Moody (dari Tychan) yang belum habis juga gw baca... hiks..
11. The Little Prince (dari Tante Agoy Yoga) aduhhh belum kesentuh juga.. hiks
12. Chicken with Plums by Marjane Satrapi (dari DJ) ini buku bagus harus dibaca
13. Midah by PAT 
14. Bumi Manusia by PAT

Yah.. ini lah alasan kenapa gw mutusin ga ke pesta buku taon ini. Terlalu banyak PR buat gw... :D

Monday, June 28, 2010

Minggu Pagi Di Victoria Park

Rating:★★★★★
Category:Movies
Genre: Drama
Film yang sudah lama sekali saya tonton namun sayang sekali jika reviewnya hanya tersimpan di draft..

*****************
Yang ada di benak saya sebelum menonton Minggu Pagi di Victoria Park (MPdVP) adalah film dengan bumbu penderitaan TKW TKW Indonesia yang berada dalam siksaan macam pemerkosaan, punggung perempuan yang penuh cap setrika atau muka yang disilet-silet oleh majikan psikopat.

Tapi ternyata tidak, film MPdVP dibuka dengan alur maju mundur dimana Mayang yang diperankan oleh Lola Amaria sedang berada di tempat penampungan PJTKI sebelum ia diberangkatkan menuju Hong Kong. Ia sebenarnya dipaksa bapaknyamenjadi TKW untuk mencari adiknya Sekar (Titi Syuman) yang sudah menjadi TKW terlebih dahulu di negara bekas kekuasaan Inggris tersebut.

Kemudian diceritakan bahwa sekar sebenarnya sedang dalam keadaan berhutang pada sebuah perusahaan rentenir khusus para TKI dengan bunga yang gila gilaan dan karenanya ia harus melunasi hutang-hutangnya dengan berbagai cara termasuk menjual diri.

Sang kakak, Mayang yang akhirmya mengetahui hal tersebut mau tak mau harus berusaha menyingkirkan rasa "benci"nya selama ini dan berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan adiknya.

Film yang masa pembuatannya ini berjalan selama 2 tahun ini, cukup ciamik membuat para penonton makin mengerti akan apa yang sebenarnya terjadi di dunia per-TKW-an di luar sana.
Victoria Park sendiri adalah sebuah taman di Hong Kong yang selalu ramai dikunjungi para TKW untuk berkumpul dan saling bertukar cerita. Bagaimana para pahlawan devisa tersebut salng menceritakan majikan, pekerjaan hingga membentuk perserikatan yang membuat mereka makin solid. Dari perserikatan ini pula Mayang mengetahui keberadaan Sekar dan secara beramai ramai bersama beberapa teman TKW lainnyapun saling membantu menemukan adiknya tadi.
Bukan hanya itu gambaran bagaimana para TKW itu mencari cinta di negeri orangternyata bermacam macam dan unik. Ada seorang TKW yang rela memberikan hartanya demi sorang playboy arab. Atau cerita cinta sesama jenis yang berakhir tragis.
Di Victoria Park juga sering diadakan konser dimana para pemusik dalam negeri didatangkan untuk menghibur para TKW di sana. Pastinya hal tersebut disambut dengan antusiasme yang cukup tinggi sebagai pelepas rindu mereka akan tanah air.

Lola Amaria ternyata mampu menunjukkan kualitasnya sebagai sutradara plus pemain berkelas. Ekspresi datar dan logat jawanya tidak terkesan dibuat buat. Pun aksi para pemain pendukung lainnya patut diacungi jempol.
Awal pemutarannya di Jakarta, film ini tidak menunjukkan respon positif karena hanya sedikit orang yang tertarik dengan film Indonesia. Namun sesudah muncul review kanan kiri, akhirnya pihak bioskoppun trial kembali dan memberi kesempatan pada para penonton untuk menontonnya meskipun hanya di bioskop bioskop tersetentu.
Saya yang awam akan film terutama film Indonesia (dan seringnya tidak tertarik untuk menonton) akhirnya harus beberapa kali larut dalam tangisan saat beberapa adegan yang menyentuh disuguhkan, And guess what? Tepukan dari para penonton lainpun ikut membahana seusai film diputar. Hebat bukan?


Well, now I'm hunting the DVD for my collection.

Thursday, June 3, 2010

BUS AKAP

"Permisi mas... maap mas saya telat. saya mau tuker ini dengan tiket."
Petugas agen bis pinggir jalan itu kebingungan dan mendadak kaget dengan kehadiran saya di depannya yang "ujug-ujug" dengan muka terburu-buru dan langsung menyerahkan selembar kertas putih tanda buking tempat duduk sebuah bis malam yang saat itu menyediakan layanan keberangkatan pagi.
"Waduh mbak. Mbaknya telat. Sudah jam setengah delapan tadi loh berangkatnya."
Kecut. Muka saya kecut sekali.
Seorang petugas lainnya datang dan mengecek bukti buking tersebut di tangan saya seolah tak percaya bahwa saya bisa setelat itu. Jam setengan sembilan, artinya sejam terlambat dari jadwal pemberangkatan.
"Wah mbak. Ini kan Sumber Alam"
"La??? emang ini apa?"
"Ini Sinar Jaya, mbak!"
Muka saya diam dan sedikit senyum sambil menilik kembali kertas di genggaman, lalu menoleh ke teman di belakang saya yang ikutan mengantar. Sepertinya muka saya bukan merah lagi karena malu, mungkin sudah menjingga dan sedikit kekuning-kuningan. Dari tadi saya menyebut Sinar jaya sebagai nama bus yang akan saya tumpangi.
Sesudah meminta maaf dan mengucapkan terima kasih, saya dan teman saya dibantu dua ojek mengantarkan kami ngebut ke agen bis yang dituju tersebut.
Saya harus sudah ada di Jakarta malam ini, biar besok tidak "nabiyak-nabiyak " waktu bekerja kembali seusai liburan singkat ini.
Dan sayapun menemukan pool Sumber Alam dan disambut dengan muka agak judes petugasnya yang mengatakan bahwa saya sudah telat setengah jam. Dengan alasan apapun pada akhirnya saya menerima kesalahan atas keterlambatan itu dan hanya mengiyakan saat petugasnya berucap, "Mbaknya harus balik ke Pantok buat menukarkan tiket untuk perjalanan nanti malam, tapi kalau mbaknya mau uangnya balik, ya tiketnya hangus."

Pantok kira-kira 30 menit dari Kutoarjo, tempat pool bis Sumber Alam berada.
Seandainya tiket bus bisa diuangkan, saya sudah berniat melompat dari bis satu ke bis lain menuju Purwokerto atau ke Cirebon dan menumpangi Cirex menuju Jakarta siang itu, akan tetapi jika memang kondisinya demikian, maka mau tidak mau saya harus kembali ke Pantok, lalu menuju ke rumah Arif lagi di dekat SD Pelipir (somewhere in Purworejo) dan tidur sebentar di sana hingga pukul tiga sore dan kembali lagi ke Pantok menuju Jakarta dan esok subuh akan tiba kembali di kamar yang kurindukan. Yah apa boleh buat...

Tau tidak membeli tiket bis melalui agen bus kecil bisa menjadi ribet jika ketinggalan bus seperti saya. Saya perlu kembali ke tempat pembelian tiket bus (baca agen bus) untuk mengurus administrasi dan lain-lainnya. Akan tetapi saya (yang katrok dalam hal begini) memperoleh ilmu baru tentang naik bus malam yang kebanyakan mengangkut pemudik-pemudik kota kecil ke Jakarta dan sebaliknya tersebut.

Pertama, saya harus booking dan langsung membayar harga tiketnya serta memperoleh kertas booking berisi nama, dan nomer tempat duduk.
Kedua saya harus berada di kantor agen tempat saya membeli tiket bus, maximal 30 menit sebelum bis berangkat.
Ketiga, Sesampai di sana saya harus menukar kertas bukingan dengan tiket, tapi tidak secepat itu jika penumpangnya banyak, mau tidak mau saya harus menunggu hingga nama saya dipanggil dan bisa naik feeder bus menuju pool bus.
Keempat, sesampai di pool bus, saya harus mencari-cari bis yang akan mengangkut saya berdasarkan nomer bis yang tertera di tiket tersebut. Saat itu adalah high season, dan pemandangan di depan saya sempat membuat saya bingung karena busnya banyak sekali.
Kelima, untuk menghindari kebosanan karena kemacetan di jalan (apalagi jika perjalanan dilakukan pada saat high season bisa dibayangkan bagaimana macetnya), saya harus meminum obat anti mabok supaya tertidur agak pulas selama perjalanan plus kaos kaki dan kaos tangan dan jaket (pastinya) supaya bisa nyenyak tidur di jalan. Dengan demikian perjalanan jauh dengan menggunakan bus tidak akan terasa menjadi perjalanan yang menyiksa dan membosankan....

Have a nice long distance trip with bus...

When you are a black-listed body

Pernah tidak dibenci dan diblack list sekelompok orang?
Saya belum pernah. Seumur saya hidup dari saya kecil sampai saya lulus kuliah dan bekerja  saya tidak pernah berada di lingkaran dendam kesumat ala kurawa melawan pandawa. Saya selalu masuk "genk" yang selalu dinantikan kehadirannya di setiap acara kantor, acara sekolah dan acara lain yang menyenangkan.

Sampai satu hari saya mendapat cerita super lengkap tentang betapa bencinya secuil kawan yang ternyata (mungkin) bencinya amit-amit dan naudzubillah pada saya.
"Sampai si X dibilangin kalo dia boleh berkawan sama temen cewe manapun tapi jangan ma Susan."
Hiks...kalau saja waktu itu saya sedang minum, maka saya akan menyemburkan minuman itu di layar monitor dan langsung tertawa terbahak-bahak.
"Itu Susan gw apa yang lain..?" Saya mencoba mencari jawab.

Setau saya, saya tidak pernah sekalipun menyakiti secuil orang-orang itu dan kenapa tiba-tiba muncul cerita seperti itu yang jika dicocokkan dengan sikap mereka pada saya makin yakin bahwa susan yang itu adalah saya. hiks... lucu.

Seingat saya, saya cuma pernah beradu mulut dengan satu orang teman perempuan di kelas waktu masih sekolah karena si teman tadi merasa diperlakukan tidak sepadan oleh guru-guru di sekolah dan akhirnya membuat kegiatan super menjengkelkan di mata saya kemudian keluarlah hardikan yang membuatnya diam tak berkutik dan senyuman puas dari teman-teman lain karena akhirnya ada yang membuatnya diam. Cuma dengan satu perempuan, selebihnya pertempuran fisik dengan teman-teman laki-laki yang membuat saya kekal dikenang dengan sebutan "tomboy".

Dan sekarang, di ibukota yang menjemukan dengan pertemanan yang dibuat "sok kekeluargaan" ini saya menjadi salah satu (mungkin salah satu) "musuh" yang (mungkin lagi) memuakkan untuk dilihat tingkahnya karena (mungkin) kecentilan saya di mata mereka.
Damn! Sial sekali saya diciptakan dengan kemampuan suka ngomong, baik, suka bergaul dengan banyak orang, suka numpang masak di gunung, periang, dan baik serta tidak sombong (silahkan muntah yang baca :p)
 
"hahahaha... mereka kalah populer kaleee ma lw yang cuma sebiji!"
Celetuk seseorang yang saya lapori tentang hal lucu ini.
he he he...

Hemmm ya ya ya... Mungkin benar, jangan berteman dengan saya bisa mempengaruhi otak dan mengganggu pemandangan sodara-sodara semuanya.
Anyway, selama ini jika ada perkataan dan sikap saya yang kurang berkenan di hati sodara-sodara mohon dimaapken meskipun saya tidak tau salah saya ada di paragraf mana, dan tidak perlulah menyuruh orang lain untuk tidak berkawan dengan saya, cepat atau lambat mereka sendirilah yang bisa memutuskan untuk berkawan atau memusuhi saya.
Tau tidak, membunuh karakter seseorang setau saya, tidak ada gunanya loh, bikin cape hati...



Its not easy love but you've got friends you can trust
Friends will be friends
When you're in need of love they give you care and attention
Friends will be friends
When you're through with life and all hope is lost
Hold out your hands cos friends will be friends right till the end
(Queen - Friends will be friends..)


Wednesday, May 26, 2010

Sumbing in Silent

Di awal perjalanan di bawah bulan purnama Ema mengutip kata-kata yang dia dapat dari milis Kisunda. Kira-kira begini kata-katanya “Terkadang jalan yang lurus-lurus saja itu bukanlah jalan yang indah. Coba berbelok sedikit, pasti akan lebih berwarna.” Dan kamipun berbelok ke kanan ke arah jalan yang antah berantah....

Mungkin itu adalah doa kecil yang didengar para bidadari dan pelantun malam yang tak kasat mata di sekeliling kami. Sehingga meskipun beberapa kali saya bertanya pada ketiga lelaki yang mendampingi kami, puncak gunung itu takk juga terlihat.
Itu adalah malam pertama kami memulai perjalanan dan mendirikan tenda somewhere only we know...

"Wondo, kok ga ketemu Pestan? "
"Lend, mana watu kotaknya? Yang itu puncak bukan sih?" Saya dan Ema berkali-kali bertanya tentang tempat tempat terkenal di seputaran Sumbing yang baru saya dengar setelah dijelaskan Lendi semalam. Dan sekali lagi jawabannya tidak menggembirakan, "bukan mbak... itu lo puncaknya di balik bukit yang itu." Jawabnya.

Lambat laun kami sadar, ini bukan jalur yang dikehendaki. Semak-semaknya terlalu tinggi dan ada punggungan panjang di samping kiri kita yang kelihatannya lebih bagus dan tidak serapat ini.

"Woiiiiiiii Salah.. salah jalurrr..." Kata suara di seberang kami. saat kami berlima berleha-leha menikmati semilir lembah di balik pohon sambil memasak makan siang di istirahat siang itu. Itu adalah hari kedua kami. Seharusnya tidak lebih dari ini. Seharusnya siang kedua itu kami sudah meraih puncak Sumbing sesuai jadwal yang sudah kami perkirakan beberapa hari sebelumnya dan nanti malam sudah menuju Sindoro.
Bukan malah diantara bukui-bukit berangin dan semak tinggi macam ini.

Satu waktu Wondo bertanya ke saya tentang sekelebatan sosok yang saya lihat turun di hari pertama kami mendirikan tenda.
"Sue, kok gak kamu panggil saja orangnya dan tanya jalur yang benar?"
"Hehehe... kirain kalian melihat. makanya aku diam saja."
Hemm ternyata pagi itu tak satupun diantara mereka tau bahwa ada yang begitu cepatnya lewat menurun saat kami sibuk menggoreng mendoan. Mungkin ia ingin mengisyaratkan bahwa kami salah jalur.
Namun kentang. kami menganggap perjalanan sudah lebih dari separoh dan nanggung sekali untuk kembali.
Di atas semak semak luas antah berantah itu saya merasakan kantuk, lapar dan haus tapi tetap menikmati perjalanan itu. Wondo tak henti-hentinya menghibur hati dua perempuan nyasar ini dengan lagu-lagu parodi yang khusus dia persembahkan di perjalanan panjang kami menuju puncak Sumbing yang tak sampai-sampai itu.

Hari kedua kami harus mendirikan tenda lagi karena hujan mulai mengguyur dan hari sudah menjelang malam. Berlima kami keruntelan lagi dalam tenda yang sedikit over capacity tersebut, di balik tebing (again) somewhere only we might know dan masih di seputaran sumbing dan sekitarnya....

Keesokannya, subuh kami bergegas lagi melanjutkan perjalanan. Puncak sumbing dan hanya puncak sumbing. Headlamp sudah digunakan untuk summit attack.
"Hem syukurlah sudah hampir di puncak, pasti bisa dapat sunrise." saya membayangkan sunrise seperti di Mahameru. Dan ah saya berjalan giat sekali. Bahkan beberapa kali ema meminta saya menunggu, saya agak sedikit congkak berkata, "puncaknya udah dekat ceu... sebentar lagi sunrise... ayo... "
Dan ternyata sodara sodara sepersumbingan... sampai headlampkami sudah saling dimatikan, dan matahari sudah mulai mebayang-bayangi bukit besar di sekitar kami, Puncaknya masih jauah di mato.

Jauh sekali. bahkan belum terlihat dengan jelas. Yang jelas hanya tanah gembur yang kami injak dan sebuah tebing yang kami kira puncak, dan di samping kiri kami jauh di sana adalah jalur yang asli.
Sejak itu kira-kira 275% lebih kami yakin kami menapaki jalur dummy alias palsu. Sempat kami berlima berhenti saking capenya menerjal dan ngos ngosan dengan kekurangan air dan hanya bisa saling melihat satu sama lain sambil kadang tersenyum tidak mesra.

"Wondo... aku haus dan lapar." menurut mereka saya pucat. Tapi kurang jelas pucat pasi atau makin putih kulitnya karena di tempat yang dingin gini gosipnya seseorang makin terlihat putih. Jadi ucapan mereka membuat saya terhibur (sedikit) karena itu menandakan saya jadi agak putihan ketika naik ke Sumbing. (beuhhhh mulai rasis oriented!)


Hanya ada susu dan roti tawar, wondo mengeluarkan sisa sisa makanan di dalam kerilnya. Tidak membuat enak malah eneg tapi disyukuri lah, setidaknya usus 12 jari saya tidak bawel bawel sekali karena tidak ada kerjaan sepanjang pagi hingga siang itu.

Kira-kira pukul 10 pagi kami menemukan tebing tingi yang masih basah. (tuh kan bener-bener gak kebagian sunrise) Ketiga laki-laki kami berinisiatif menampung tetesan air dari tebing supaya bisa kami minum dan membiarkan saya dan Ema menjalani ritual kami, menjadi fotografer dan model tetapnya.
Lalu sampai tertidur sejenak menunggui air supaya botol kami terisi lalu melanjutkan perjalanan kembali.
Hampir satu jam kami menanjak lagi disertai adegan-adegan film India (bernyanyi dan bergandengan tangan, minus tarian) saking lelahnya mencapai puncak Sumbing dengan energi yang sumbang.
Akhirnya tepat pukul 12 kami bersama-sama di Puncak dengan pemandangan bluesky (bukan merk hair-dryer neeh) dan kawah Sumbing . Hanya ada tomat dan beberapa batang cokelat yang menemani kami di puncak tapi kami puas.

Kemudian kamipun bersorak sedikit mesra ketika di perjalanan turun kami menemukan air di dekat Pestan dan tetap ditemani Wondo dengan lagu-lagu Parodi buatannya...

Ah tiga hari yang menyenangkan bersama kalian... Wondo, Lendi, Asep dan my beloved sista Ema.
Meskipun sok silen (baca si-len) dan nyasar, toh kitapun nyampe puncak Sumbing and went down happily ever after.....

Tuesday, May 18, 2010

picky picky

She: Jadi sekarang Susan pacarnya siapa?
Me  : Hehe Belum ada kaleee..
She : Loh di sini kan banyak?
Me  : Emmmmm .... Banyak sihhh tapi emang ada yang mau?
She : Kamu terlalu picky kali ya?
Me  : Mereka kalee yang terlalu picky
She : Hahahahhaa...
Me  : Padahal udah gw sale loh mbak. Kalau beli PIN berhadiah yang jualan.;))))))
She : Bhuahahahhahahaha....

*And she took an orange pouch as I pushed her a bit to buy some souvenir to donate some friends in a remote area of East Sumba. Certainly, What I replied was JUST a joke to remind her that I'm a joker... :))

02052010

r.a.w.o.n.

Diantara ketiga nama yang kusebut tadi, kukira engkau cukup mengerti mana yang dagingnya paling pantas untuk kucincang buat ditambahkan ke dalam rawon drakula....

Tapi aku tidak akan memakannya, karena ternyata lebih haram daripada celeng hutan yang mengintai di balik rerimbunan pohon tiap kali kakiku melintas savanah....

Itu sajah.

Thursday, April 22, 2010

nyampul bareng di kebun raya bogor




Bogor siang itu macet plus gerah sekali.
Namun tak menyurutkan langkah kami merapikan buku-buku sebelum memenuhi rumah baca yang rencananya akan kami buat di Desa Ngadulanggi Sumba Timur Juli nanti. Tinggal 3 bulan lagi acara itu akan kami gelar, dan 365 buku sudah terimput dan tersampul rapi. Hemmm… Kurang 635 lagi sebagai target kami untuk mengangkut 1000 buku ke sana.
Tenang perjalanan masih panjang dan para donator buku itu masih menanti kita menjemput buku-buku untuk kita salurkan….
Terima kasih tak terhingga buat teman-teman yang sudah merelakan waktunya membantu kegiatan ini, Tyty, Mbak Ary, Anto, Arif, Ella, Riris, Novi, Mbak Desy dan dua jagoan kecilnya Dindy dan Dimy, Pasutri kita Mbak Aris dan Bang Hadi. Nanti kalau ada acara serupa lagi semoga tidak segan-segan datang dan ikutan haha hihi lagi sambil menyampul…

Monday, April 12, 2010

curug cimahi





Kira-kira satu tahun lalu pertama kali saya bertemu Ema dan langsung jalan ke Curug Cimahi yang menyebabkan kami berikrar untuk berhenti menyedot tembakau karena ada rencana dadakan naik gunung minggu depannya.

Curug Cimahi juga menjadi destinasi awal perpartneran kami dalam hal jalan-jalan bergenre pas-pasan dengan si eceu ini. Sesudahnya saya sering berujar seperti "ceu, kita ke sana yuk buldep." Atau “Nyet, ke gunung itu yuk.” hemmm.... Udah kangen ema lagi nih…
Enjoy the pic. Maap kalo bosen dengan modelnya, soalnya sudah tanda tangan kontrak dengan ema bakal jadi modelnya seumur hidup :p

“Keep on clicking ya ma… “

Tuesday, April 6, 2010

Ting Ting Gowesh Gowesh di tanah Pasundan




Sebuah perjalanan yang tak disangka karena akhirnya kesampaian menggowes jalanan Bandung dengan rute dago-warung bandrek(warban)-maribaya-lembang-dago.
Mendung cukup beradab muncul sepanjang hari saya dan teman-teman baru menaiki pit kami masing-masing menyusuri jalanan Dago atas. Semalam kami (saya, mbak dwi, mbak aris dan suaminya pulas tertidur mengumpulkan tenaga di kediaman Pak Yayan.
Dari awal saya sudah curiga trek yang akan dilalui adalah uphill. Dan kecurigaan saya tepat akan tetapi bapak-bapak yang menemani kami gowes pagi itu patut diacungi jempol. Tak lelah-lelahnya mereka naik turun menjemput kita (kita???? Gw aja ma kentank!) yang jaraknya jauh karena memilih menuntun kentank dengan langkah terseok-seok. Hahaha... Terima kasih Pak Yayan, Pak Chandra, Pak Dadang dan Pak Edy. Para sesepuh dengan Sepsialisasi yang tak perlu ditanya. Seperti halnya para goweser bandung lain, Mereka sudah tertempa alam pasundan yang nanjak bohay. Sedang saya? he he he sudahlah biarkan mbak Dwi dan Indra saja yang menemani mereka nanjak. Saya, mbak Risna dan suaminya yang masih nyubi (maksudnya yang nyubi itu saya) ini lebih suka TTB a.k.a. TunTun Bersama sambil berpose dalam lelah. huh huh (sambil ngusap keringat)...
Tapi tak mengapa, perjalanan gowes long weekend kemarin cukup membuat saya senang karena akhirnya bisa berlibur bersama kentank yang sudah lama berdiam diri di bawah tangga. Juga bertemu dengan teman-teman jalan baru yang lucu-lucu...

Terima kasih buat Pak Yayan dan keluarga, yang sudah menyediakan ruangan buat kami nginep dan dijamu sedemikian rupa, Pak Edy, Pak Chandra dan Pak Dadang yang sudah menemani kami seharian full, juga Mbak Dwi Bahari atas ajakan bersepedah keliling Bandung dan tumpangannya, jangan senyum mulu... jalanin tuh mission yang ga impossible :p, Mbak Risna dan swami (Mbak... akhirnya kita ngetrip lagi basamo he he he), Juga Indra yang jadi guide kita selama di Bandung. Semoga jadi keracunan sepedah. xixixixi...

En La Cama/in Bed

Rating:
Category:Movies
Genre: Drama
Pemain :
Blanca Lewin as Daniella
Gonzalo Valenzuela as Bruno


Adalah Daniella dan Bruno yang dengan panasnya menghabiskan malam di sebuah motel sesudah pertemuan mereka di sebuah pesta. Adegan dibuka dengan gesekan-gesekan intim keduanya yang membuat kita berpikir ini adalah film bokep biasa yang berkedok semi porn di awalnya.
Lalu disuguhi percakapan awal yang saling menanyakan nama masing masing.
Kemudian adegan merokok bersama yang membuat saya mem"pause" karena membuat saya berdecak. "What a nice frame". Lalu percakapan-percakapan yang makin mendalam yang saling dilemparkan oleh keduanya. Tentang pengalaman Daniella dengan lelaki-lelaki masa lalunya, tentang rahasia terbesar Bruno ataupun cerita mereka yang paling intim.
Juga bagimana cerianya Daniella saat secara reflek ia menari mengiringi lagu dengan manisnya di hadapan Bruno.
Berkali-kali mereka ingin menyudahi "one night stand" tersebut namun berkali-kali juga mereka tenggelam lagi ke dalam pembicaraan-pembicaraan seru yang sayang untuk tidak dibagi.

"The idea that strangers can engage in sex for pleasure without guilt, anguish and veritable laundry lists of complaints .." Begitu yang diterangkan NewYork Times tentang ide film besutan Matías Bize yang memperoleh lima penghargaan di Havana Film Festival dimana salah satunya adalah penghargaan untuk Best Screenplay. Padahal film yang diproduksi pda 2005 ini mengusung cerita yang cukup simple, setting tempatnya juga hanya sebuah kamar motel dan bath tub, wardrobe yang dipakaipun minim sekali karena hanya cerita satu malam saja.

Lewin terlihat perfecto, sweet and adorable, so is Valenzuela. Saya sendiri suka dengan film ini karena body language yang ditunjukkan kedua pemerannya cukup enak untuk dinikmati. Pas banget memerankan pasangan yang ada di garis verboden. Coba tengok nanti bagaimana mereka berusaha membuang muka satu sama lain or how they hug as if it were the first and the last time they met.

Pokoknya yang penasaran dengan film bertemakan one night stand nan romantis ini, atau yang ingin tau bagaimana uniknya muka Blanca Lewin serta maconya senyum Gonzalo Valenzuela jangan lewatkan hunting DVD nya karena pastinya dicekal habis habisan di Indonesia Raya. Sssttt. Ini khusus buat yang 20years old plus plus yah... :D

Thursday, March 25, 2010

Kaos Kaki, Sponge Bob dan Selimut

Jika tidak memiliki kaos kaki bersih, atau boneka empuk serupa Sponge Bob ataupun selimut untuk menutupiku dari dingin? Maka jangan sekali-sekali mengajakku menginap di rumahmu, atau tetap ajak aku ke sana dengan notification bahwa kamu tidak memiliki ketiga atau bahkan salah satu barang tadi. Sehingga aku akan bisa membawanya sendiri sebagai bekalku terlelap ketika aku lelah bercengkrama sampai pagi. 

Kaos Kaki
Selelah-lelahnya mataku dan tubuhku, jika tak ada helaian tipis kaos kaki di kakiku... Maka bisa dipastikan aku akan terbangun terus dan mengganggumu. Aku merasa bare-feet sekali jika tanpa kaos kaki. Solusinya adalah memintamu menindihkan kakimu padaku, atau men"dusel" kan betisku pada kalian. Seringnya sih aku menduselkan kaki pada teman-teman satu tenda ketika di gunung. Kalau di sini? Cukup pada ballmut (bantal selimut) aku lindungkan kedua kakiku. i can sleep with nothing but not my feet cover. 

Sponge Bob
Boneka sponge bob ku ada Lima Biji. Tiga tergantung di dinding, yang satu di Surabaya dan satunya lagi menemaniku tidur. Jika ada compartment sisa di dalam keril yang muat si boneka tidurku, maka aku akan membawanya serta. Ia bisa menemaniku seperti halnya Si Unyil yang aku miliki dan beberapa kali menemaniku naik gunung. 

Selimut
Sepanas apapun, hanya lembaran tipis tersebut yang mampu melengkapi kedua item di atas.

Lalu, apa yang membuatmu bisa terbang ke alam mimpi seperti halnya aku dengan kaos kaki, sponge bob, dan selimut? 


Monday, March 22, 2010

Dunia Fantasi

"Ke Dufan yuuk..."
Berkali-kali seorang teman sekantor saya mengajak ke Dufan

Friday, March 19, 2010

Status Palsu para Pemberi Janji Palsu

Dalam hati saya yang paling dalam saya mengutuk hampir seluruh status para mantan atau gebetan saya yang masuk kategori brengsek yang dengan "wise" menulis "semoga .... bla bla bla.." di status-status palsunya. (Kalau kata seseorang, kata-kata "semoga" itu adalah harapan yang ia sendiri tidak PD akan terjadi... ada benernya juga sih. :D) Berasa pengen muntah di depannya. Sumpeh!
 
Menurut saya yah, kalau udah brengsek, ya brengsek aja, "buaya" ya "buaya" aja ga usah berubah jadi "wise" dan sok bersahaja. Mo ngrubah image? dulu ke mana aja? Atau mo bikin jebakan batman baru buat yang baru? hemm.. Bisa jadi.
 
Mending saya membaca status status "Alay" yang isinya "Ke somewhere bersama si A, B...Z" atau "Kangen", "Flu", "Sakit" dan lain-lain yang aneh dan ga penting daripada status palsu yang saya sendiri sudah tau seluk beluk - behind the scene atau signs ybs tersebut lagi berada di dunia pink alias punya mangsa buat dicaplok. (Koq Jadi seperti Alay beneran yah??? )
Atau status-status lucu seperti salah satu teman saya yang sering sambat soal rambutnya  (in short) "pengen punya rambut panjang biar cepet dapat pacar". or "kenapa sih anjing-anjing itu tidak diciptakan bisu saja? Bikin kepalaku makin pusing!" hahahaha... Status ga pentil tapi lucu dan menghibur.

I mean, I'm old enough to notice your "village" behaviour itu, cuy!. 

Kedengaran "jeles" yak? Hahahaha... Ngga kalee.
Lebih tepatnya gedek.org


Salam from Alay World
*Sore tanpa secangkir teh creamer....

Sunday, March 14, 2010

Surabaya sepanas hati dan Otakku

Kudunya liburan kali ini menyenangkan. Tidak jenuh dengan semua panas dan ketakutan akan hitam. 
Tapi apa daya pikiran makin hitam dan terbakar panas akibat bara neraka yang bocor di langit surabaya makin mengerdilkan diri untuk diam saja di rumah. 
Belum lagi kabar yang tidak menyenangkan yang datang bertubi-tubi menyerang inbox hp yang menjadikan saya makin blank dan sedikit manyun. 
Menghela napas berkali-kali tidak menjadikan hati dan pikiran agak plong. Mungkin hanya ocehan si kecil yang berkali-kali memilih nggelayot ke tante yang slalu dikangeninya ini yang mengalihkan perhatian saya akan masalah-masalah yang harusnya tidak mampir kalau saya memasang ajian kuda-kuda liar beberapa saat lalu. 
Maka saya memilih "anjal" ke beberapa sudut kota tanpa takut makin gosong. Toh sudah tak ada yang protes kalo saya jadi jelek dan gelap dipandang..

Ayuk ah... jalan-jalan mengikis hari di Surabaya nan panas.. 

 

Tuesday, March 9, 2010

From Kota Tua to Dutch Graveyard




Sebelumnya Terima kasih atas tawaran Winda yang pernah percaya saya bisa dipoto, bisa dimakeover buat iseng-iseng dipotoin. Poto-poto jepretan Ibu satu ini diambil dengan kamera poket kecilnya loh...
Hasilnya ??? swear membuat saya bingung dan sempat berkali-kali bertanya... "Itu gw wind?" whuahahahaha....
Ternyata pepatah finger behind the cam plays a lot in photo session bener adanya. Jadi bu winda... kapan kau akan aku poto seperti ini? Ya... gantian lah tukang fotonya difoto :D

Lokasi : Kota Tua Jkt, Grave Yard Bogor.
Wardrobe : koleksinya Putri
Des 2008

Monday, February 22, 2010

Hanya menjadi telinga saja buatmu dan buatmu

Diam dan tidak berkomentar. Itu yang saya lakukan akhir-akhir ini saat saya mendengar kawan-kawan mencurahkan cerita yang bertautan dengan hati mereka masing-masing, tentang kisah cinta yang sedang diijalani, tentang ketersiksaan mereka menjalani hubungan dengan pasangannya, tentang acara PDKT yang saya tau sekali pasti membawa mereka pada arus berdebar-debar dan riang gembira. 

Cuek? Tidak.
Cemburu? Hem.. rasanya ngga juga

Salah satu hal yang saya rasakan ketika seseorang bercerita tentang proses PDKT dan mulai jadian dengan pasangannya adalah ah, habis ini juga lw bakal menderita" atau "yah.. masa masa honeymoon. Rasain dulu deh enaknya" atau lebih parahnya hanya tersenyum saja seolah-olah apa yang saya dengar barusan sebentar lagi akan musnah.

Ada lagi teman yang mencurahkan kisahnya bahwa ia tidak akan kembali dengan pasangannya karena sudah menyakitinya sedemikian rupa, tidak akan mengangkat telponnya dan intinya tidak akan menoleh pada mereka. Reaksi saya? Tidak ada. Cuma berguman dalam hati saja, "Hahaha.. Bullshit! Bentar lagi lw juga bakal balik! Tapi bentar lagi bakal disakitin lagi. Suka-suka lw deh mo cerita apaan" bahkan sering juga saya menoleh ke belakang sambil berpikir, "gw pernah lebih sakit dari lw, men! harusnya lw ga usah komplain separah itu. Santai aja cuy. Ntar ada cerita lebih parah dari ini, jadi lw kudu siap ngadepin yang beginian."

Atau ada lagi cerita PDKT teman baik yang lagi fall in love dengan orang yang "kurang" tepat. Tidak pake mikir lama saya cuma ngomong.. "Ya ya ya you know the feeling of yourself!" tanpa melarang dan memberi aba-aba "Jangan!"

Sinis? Iya. Sempit? Iya. Nyebelin? Banget.

Saya tiba-tiba jadi orang seperti itu. Tidak asyik dimintai nasihat (mungkin dari dulu sih hahaha tapi sekarang makin tidak asyik). Boleh deh berpikir saya tidak asyik. Tapi boleh juga dong saya jembrengkan di sini kenapa saya jadi demikian. 

Mungkin, saya sudah tidak mampu "menggurui" masalah hati dan hidup yang orang lain jalani. 
Orang lain mungkin bisa berkata.
"tinggalin aja laki-laki kek gitu." 
"Jangan deket-deket lagi ma dia."
"Wah gw ikut seneng kalo lw seneng."
d.l.l.

Buat saya itu cuma basa-basi yang baseeee. 
Dulu sebelum saya pernah merasa di dunia "mereka", mungkin masih bisa merasakan getaran-getaran sakit dan gembira yang "mereka" rasai. Tapi sesudah jauh meninggalkan perasaan seperti itu rasanya cuma bisa mendengarnya saja tanpa mencoba menjadi "sok wise"
Mungkin karena pola pikir saya sudah terbentuk dari bermacam-macam kekecewaan yang menggunung dan tanpa disadari menjadikan saya orang yang sinis akan terwujudnya harapan pada orang lain kecuali pada diri sendiri.

Bukankah sakit hati, perasaan senang, dan gembira itu masing-masing mereka yang menjalani. Saya cukup setujuh dengan ucapan seorang teman bahwa saat teman - teman itu mulai bercerita yang mereka butuhkan sebenarnya hanya kuping alias telinga dan bukan nasihat. 

Jadi mau bercerita macam apa aja, saya hanya akan mendengar dan mendengar saja tanpa coba melarang dan mengiyakan cerita mereka. Dan karenanya apapun bentuk nasihat kita pada orang lain, ujung-ujungnya mereka sendiri yang memilih jalan hidup macam apa yang terbaik dan mampu mereka sanggah.

Salam,
Sweet Sue.


Posted in my FB

8 Okt 2009