Monday, February 22, 2010

Hanya menjadi telinga saja buatmu dan buatmu

Diam dan tidak berkomentar. Itu yang saya lakukan akhir-akhir ini saat saya mendengar kawan-kawan mencurahkan cerita yang bertautan dengan hati mereka masing-masing, tentang kisah cinta yang sedang diijalani, tentang ketersiksaan mereka menjalani hubungan dengan pasangannya, tentang acara PDKT yang saya tau sekali pasti membawa mereka pada arus berdebar-debar dan riang gembira. 

Cuek? Tidak.
Cemburu? Hem.. rasanya ngga juga

Salah satu hal yang saya rasakan ketika seseorang bercerita tentang proses PDKT dan mulai jadian dengan pasangannya adalah ah, habis ini juga lw bakal menderita" atau "yah.. masa masa honeymoon. Rasain dulu deh enaknya" atau lebih parahnya hanya tersenyum saja seolah-olah apa yang saya dengar barusan sebentar lagi akan musnah.

Ada lagi teman yang mencurahkan kisahnya bahwa ia tidak akan kembali dengan pasangannya karena sudah menyakitinya sedemikian rupa, tidak akan mengangkat telponnya dan intinya tidak akan menoleh pada mereka. Reaksi saya? Tidak ada. Cuma berguman dalam hati saja, "Hahaha.. Bullshit! Bentar lagi lw juga bakal balik! Tapi bentar lagi bakal disakitin lagi. Suka-suka lw deh mo cerita apaan" bahkan sering juga saya menoleh ke belakang sambil berpikir, "gw pernah lebih sakit dari lw, men! harusnya lw ga usah komplain separah itu. Santai aja cuy. Ntar ada cerita lebih parah dari ini, jadi lw kudu siap ngadepin yang beginian."

Atau ada lagi cerita PDKT teman baik yang lagi fall in love dengan orang yang "kurang" tepat. Tidak pake mikir lama saya cuma ngomong.. "Ya ya ya you know the feeling of yourself!" tanpa melarang dan memberi aba-aba "Jangan!"

Sinis? Iya. Sempit? Iya. Nyebelin? Banget.

Saya tiba-tiba jadi orang seperti itu. Tidak asyik dimintai nasihat (mungkin dari dulu sih hahaha tapi sekarang makin tidak asyik). Boleh deh berpikir saya tidak asyik. Tapi boleh juga dong saya jembrengkan di sini kenapa saya jadi demikian. 

Mungkin, saya sudah tidak mampu "menggurui" masalah hati dan hidup yang orang lain jalani. 
Orang lain mungkin bisa berkata.
"tinggalin aja laki-laki kek gitu." 
"Jangan deket-deket lagi ma dia."
"Wah gw ikut seneng kalo lw seneng."
d.l.l.

Buat saya itu cuma basa-basi yang baseeee. 
Dulu sebelum saya pernah merasa di dunia "mereka", mungkin masih bisa merasakan getaran-getaran sakit dan gembira yang "mereka" rasai. Tapi sesudah jauh meninggalkan perasaan seperti itu rasanya cuma bisa mendengarnya saja tanpa mencoba menjadi "sok wise"
Mungkin karena pola pikir saya sudah terbentuk dari bermacam-macam kekecewaan yang menggunung dan tanpa disadari menjadikan saya orang yang sinis akan terwujudnya harapan pada orang lain kecuali pada diri sendiri.

Bukankah sakit hati, perasaan senang, dan gembira itu masing-masing mereka yang menjalani. Saya cukup setujuh dengan ucapan seorang teman bahwa saat teman - teman itu mulai bercerita yang mereka butuhkan sebenarnya hanya kuping alias telinga dan bukan nasihat. 

Jadi mau bercerita macam apa aja, saya hanya akan mendengar dan mendengar saja tanpa coba melarang dan mengiyakan cerita mereka. Dan karenanya apapun bentuk nasihat kita pada orang lain, ujung-ujungnya mereka sendiri yang memilih jalan hidup macam apa yang terbaik dan mampu mereka sanggah.

Salam,
Sweet Sue.


Posted in my FB

8 Okt 2009

2 comments:

  1. Itu jg pilihanmu Sue, utk hanya kasih telinga..dah untung dikasih telinga, moso minta bibir.. :D

    ReplyDelete