Wednesday, December 15, 2010

Tahu

How can I live without Tahu?

I'm Tahu lover.
Siang saya meminta lauk tahu di setiap pilihan menu tempat saya biasa makan.
Sore jika ada pengumuman gorengan datang, saya lebih suka mencomot tahu.
Di Surabaya saya penggemar tahu campur, tahu tek tek, lontong balap dengan irisan tahu yang porsinya lebih.

Tahu comes to my life almost everyday...




Sunday, December 12, 2010

Pangrango

Saya tidak mengerti kenapa kedua teman saya, Mbak Aris dan mbak Swas berebut menaiki tugu warna hijau dengan coretan coretan di sekitarnya, kemudian menyuruh saya ikutan bergaya di atasnya. Saya manut dan percaya bahwa jika sudah berpose di situ saya akan memegang bukti autentik bahwa saya sudah menggapai puncak Pangrango.
"Ayo Sue bergaya seperti Soe Hok Gie."
"Ha? Gaya apa?" emang kudu gaya kek dia yah?
Okelah, sayapun bergaya sambil membenarkan celana raincoat oranye yang kegedean dan belepotan dengan comberan comberan yang saya lewati sebelumnya selama perjalanan menuju puncak dari pagi jam 4 subuh tadi.
Ah sudahlah, sepertinya menyenangkan juga berdiri di atas batu yang tidak terlalu tinggi itu. Konon katanya itu batu bernama tugu triangulasi yang menjadi penanda bahwa itu adalah puncak Pangrango.
Well, What I care most was I had been walking for 3 hours, creeping each time I passed some fallen bar, trees and passed a water source trail which I thought it was raining on top.

Beberapa jam sebelumnya di beberapa persimpangan saya meminta kedua teman senior saya itu berhenti, namun ntah apa yang mengejar mereka, mereka cepat sekali sedangkan saya yang sudah lama sekali tidak menanjak rasanya engap dan ngos ngos an sendiri berjalan seperti keong racun, pelan sekali, mengambil napas berulang ulang padahal hanya beberapa langkah saja naiknya. Mungkin mereka ingin cepat sampai, mungkin mereka ingin membuat saya berjalan cepat, mungkin mereka takut hujan turun jika terlalu lama di jalan sehingga perjalanan tidak nikmat dan jadi kesiangan. Sayapun mengikuti langkahnya.
Di satu persimpangan yang lain saya menyempatkan diri berganti kaos orange saya yang bertulis, "I love mom". Sebenarnya itu bukan kaos saya sih. Itu kaos ponakan saya, Hafidz yang masih duduk di TK B dan kebetulan sizenya pas serta tulisannya lucu, jadi saya sempatkan "meminjam" waktu terakhir pulang ke Surabaya.
"Ayo, ayo... puncak su dekat!" Mbak Swasti berkata dengan muka lempeng dan meyakinkan. "Yes. Puncak sudah dekat." Ucap saya dalam hati.
Ternyata, KASPO. Alias Mbujuk alias bokis. Gw kena tipuuuu :((
Puncak Pangrango tak sedekat itu my man. Dia masih terjal dan merapat serta sedikit "jembrot" karena hujan.

Lalu pukul 7 teng kami menyapa tugu hijau tadi, 3 jam yang penuh perjuangan. Sebut saya agak lebay jika akhirnya saya bersyukur sejenak tanpa menangis saat akhirnya saya bisa menggapai puncak yang sudah berkali kali gagal untuk saya injak.
Di sana saya cuek bebek wekwek ketika segerombolan berondong muda yang seger seger itu memergoki kami bergaya dengan pose alay, eneg, sekaligus manis manja di atasnya.
Hey,it was my first time there, let me be alay-norak-ndeso a while.

Kemudian saya diajak menuruni lembah yang saya idam idamkan. Mandalawangi. Ternyata ia indah, saya pernah mendengar seorang pendaki terkenal yang meninggal di puncak Semeru itu sering dihubung-hubungkan dengan lembah bertabur eidelweis ini. Ah, sekali lagi, saya tidak peduli. Saya hanya tau saya menikmati kabutnya, suasana terang-mendung dan bermentari sejenak di sana. Saya hanya sedang menikmati saat jari jari kaki saya yang melepuh bisa menari riang di atas kerikil kerikil tanah itu saat mbak Aris menginstruksikan pada saya, "ke kanan sedikit sue, lari cepet cepet agak jauh lagi, iya.... sip." katanya kemudian memencet shutter botton kameranya. Oh iya, sebelumnya kami berdua cukup kompak untuk mengukir alis kami dengan pinsil alis.
Well, I can't leave my eyebrow pencil dan syukurlah kali ini saya ada temannya. Hihihi....
Lalu kami memasak la fonte, ditemani bajigur serta teh panas. Piknik singkat dan menyenangkan di dataran luas berkeliling eidelweis.
Emma...di mana ia, kawan kami tersayang itu harus menuntaskan mimpinya di Kandang badak karena ia memilih istirahat dan menjaga tenda tenda kami, semoga ia baik baik saja di sana. Semoga ia tak lupa akan mandat "egois" kami, menjemur semua yang basah basah ketika kami muncak. muachhhh....
Tapi, saya ingat saya harus boy-care. Satu ritual yang tidak boleh dilewatkan saat menginjak satu tempat kekuasaan baru.
"Sue, di sana lw bakal nemu banyak sekali jamban yang luas yg bisa lw pakai untuk menuntaskan keinginan biologismu." urai kedua nini nini riang tersebut selama perjalanan.
And there I was, boy-caring in a secret place ditemani kabut serta lagu lagu OST Gie dan suara riang para berondong yang akhirnya kami ketahui dari azam adventure. Seandainya ada sinyal saya sudah mengirim pesan kepada para member "plung!" dengan tulisan, "woy, gw lagi boy-care di Mandalawangi!"
 
Selang satu jam kemudian kami meninggalkan Mandalawangi. Satu setengahjam berikutnya saya surprise dengan pemandangan di depan tenda kami, Emma my darling dadar guling itu sudah menyiapkan cai nteh panas untuk kami seduh dan menghilangkan kelelahan kami. Baju baju basahpun sudah ia jemur. Sepertinya membuktikan bahwa ia sudah pas jika menjadi ibu rumah tenda. ups salah Ibu Rumah Tangga. Saat anak anaknya main, ia akan memasak dan bersih bersih rumah...
Siang itu kami sibuk dengan acara memasak pasta ala Chef Swas ditemani lagu lagu dari ipod mbak Aris yang memutar lagu lagu alay....

Kira kira pukul 13.00 kami sudah siap untuk menyiksa kaki lagi. Menurun ke arah Cibodas. Selama perjalanan, kami tak henti hentinya diserbu hujan deras. Berkali kali saya meminta Emma berhenti untuk menunggu saya yang makin melamban dan berkali kali juga saya harus menutup-buka payung hijau saya. Ribet sekali. Nanti kalau sudah terbiasa (lagi) naik gunung saya tak akan membawa apapun di tangan, baik itu payung ataupun trekk pool. Saya akan meminta porter yang bawain semuanya (lohhhh???)

Karenanya kami berdua sampai di Cibodas menjelang isya, jam 19.00 saking lambatnya. Duh maap teman teman saya jalannya pelan, udah minta dianterin, minta dibangunin, minta ditungguin pula. It's not easy to be me ternyata. :D...

Very deep thankful to my wonder gal-friends.
Mbak Aris, Mbak Swasti, Mbak Emma (kok berubah jadi mbak, teteh hahahaha)
And Also, My God Almighty...

I love the trip, I wish to return, but not soon. musim hujan bow...