Sunday, December 20, 2009

One fine day in the beach




Saya tidak suka pantai.
Sebisa mungkin akan saya hindari dan saya tolak.
Tapi sulit sekali saat yang mengajak segerombolan orang gila dengan karakter yang dari dulu seperti itu dan menjanjikan tawa selama perjalanan. Sulit sekali menolak ajakan para begundal itu. Meskipun poin utamanya adalah memotret pra nikahnya Tryas dan Vera. Tapi saya benar-benar enjoy dan full of laughter.
Terima kasih untuk tawarannya man teman begundal...

**Maap ASSU a.k.a. Asisten tisu tidak bekerja sebagaymana mestinya karena ikutan narsis. Habis pemandangannya indah sekali. Tapi teteb ga lupa tugas kan... ngelapi keringetnya vera n tryas. xixixixi...

Akhirnya.... just want to say as Gethuk say... Don't in the shadow and Don't blind me (Jangan di bayangan dan Jangan nutupin gw!) hahahhaha

Luv u all...

T.e.r.a.w.a.n.g.

Diterawang tentang masa lalu kita apa enaknya sih?
Seseorang tiba-tiba datang dengan style penerawangan masa lalu saya yang gelap dan tidak indah itu. Awalnya saya membatin "wih.. hebat nih orang bisa dengan samar mengatakan apa yang saya alami." meskipun saya tidak yakin itu hasil dari bisikan jin-jin temannya atau makhluk-makhluk yang tidak jelas yang katanya membisikkan dia a,b,c, dll begitu melihat foto saya.
 
Lalu, ada sedikit penyesalan mendalam mengenai masa-masa kelam itu. Atas runutan sejarah kelabu itu saya cukup terhenyak dan tidak ingin melaluinya lagi. Saya bahkan sempat menangis atas seluruh kejadian tidak enak saat saya berada di dataran luas penuh takbir dan pakaian serba putih.

Kemudian si tukang terawang tadi mulai mengirimkan email-email lewat lintas pribadi. Sayapun menanggapinya dengan biasa-biasa saja. biasa sekali. Tanpa cerita pribadi yang membuatnya bersimpati dan mentari hehehe...
Namun, lambat laun, kata-katanya berubah menjadi nasihat, menyebut nama Tuhan saya dengan lengkap, mirip guru agama dan mama Dede yang penuh barokah dengan memberi ceramah agama tiap pagi. Plus nasehat yang buat saya seolah-olah semua terawangan masa lalu itu adalah murni kesalahan saya. Hem.. Lalu para lelaki tak beraturan, dikemanain???

Saya tidak mereplynya lagi. Bukan karena sakit hati. Semata-mata buat saya ucapan ucapan dan nasihatnya itu bukanlah hal yang perlu saya tanggapi. Saya yang akan meluruskan jalan saya sendiri karena saya sendiri yang membengkokkannya, dan tidak perlu putunjuk orang lain, karena saya sendiri tidak pernah berusaha meluruskan jalan orang ataupun memberi nasihat meskipun secuil.

Oh iya, lama-lama saya sadar, yang saya butuhkan bukan terawangan tentang masa lalu kaleeeee. Apalagi masa lalu yang suram. Mbok ya menerawang yang indah-indah saja. Juga, yang saya inginkan sebenarnya adalah terawangan masa depan. Tentang karir setinggi apa yang akan saya capai, Kapan Yaris Flint Mica bisa saya miliki, kapan bisa merasakan falling snow di New York, Berkunjung ke Rostock dan bertemu si muka Boys Band yang menawan itu, Lalu di belahan bumi Jawa bagian mana saya akan menemukan lahan untuk menyelinapkan hiking gear dan menempelkan poto-poto petualangan-petualangan kecil saya beserta perpustakaan mungil idaman di tengah rumah. Atau kalau mau saya bilang "hebat" coba terawang siapa yang akan menemani saya nyeruput vanila atau mocacinno panas dan saya buatkan cemilan hangat di sore hari. Itu baru akan membuat saya senang.

Well...
In short, saya cukup bersyukur diingatkan akan badungnya saya kemarin-kemarin. Tapi cukup sampai di situ saja. Tak perlu menceramahi saya...

*****
Pagi, Hujan dan Mocacinno panas and also My God ... and No need other shit things, then!

Wednesday, December 9, 2009

Di sebuah Festival Hijau




Judulnya Green Festival.
Meskipun saya bukan penyuka warna hijau, saya tetap mendatangi festival ini untuk memuaskan keingintahuan saya akan acara ini.
Adalah kencan pertama saya dengan Bejo alias Joan (mungkin sejenis warming up sebelum ke gunung basamo perempuan petakilan lainnya) dan kamipun berfoto-foto, makan sambil melihat opie andariesta plus saling hujan-hujan masuk ke anjungan satu ke anjungan lainnya untuk melihat apa maksud dari green fest ini.
Sesudah di sana, saya jadi berpikir, kenapa deterjen-deterjen itu tidak membuat kantong produknya dalam kemasan kertas yang lebih cepat terurai, atau kenapa penjual-penjual tradisonal di pasar tidak lagi menggunakan daun jati untuk membungkus jualan mereka dan lebih suka mengguakan plastik.
Hemm.

Festival yang menarik setidaknya cukup untuk mengingatkan kita betapa makin hancurnya bumi kita ini...

*** Terima kasih Jo, buat tawaran jalan-jalan dan poto2nya, aku comot sebagian yahhh :D

Wednesday, December 2, 2009

k.e.c.e.n.t.o.k.

Dalam istilah kami para yong Java, kecentok berarti keadaan di mana kita sudah kapok, kecewa yang mendalam, pada sikap seseorang. Saya pribadi mengartirkannya dgn istilah ngamuk sengamuk ngamuknya, gondok segondoknya, kecewa sekecewa cewanya.

Kalau kita sudah kecentok, jangankan teman, seorang kekasih bisa langsung ilfil karena merasa harga dirinya secara sengaja atau tidak terinjak, tidak dihargai keberadaanya, dan terhina luar dalam.

Secara tidak sengaja, sayapun sempat kecentok oleh jurnal seseorang dan membuat saya ilang feeling  seketika itu juga dan menghapus smua yang indah yg pernah kami lalui.

Dan hari ini saya kecentok lagi.Kali ini, seperti sebelumnya, saya hanya bisa mengganti tinta hitam di setiap cerita indah itu dengan tinta super merah nan tebel plus underline dan menganggap smuanya tidak indah sama sekali alias kampungan!



*jakarta, 031209:01.25

Wednesday, November 11, 2009

Adoring you, No More!

Menulis.
Iya saya suka sekali menumpahkan segala keluh kesah di otak saya lewat barisan kata-kata yang tanpa batas. Iya saya suka sekali memuja seseorang lewat cerita dalam paragraph. Iya saya suka mengeksploitasi kisah kasih saya yang kebanyakan berada pada sub tittle "remuk redam" dan berakhir tidak indah itu. Iya saya suka sekali membagi suasana hati sesudah menyusuri satu peradaban baru atau menjamah tempat-tempat tinggi bernama gunung. Kadang saya juga suka menceritakan itu semua dengan fiksi nyeleneh tanpa pakai tedeng aling-aling.

Namun entah kenapa akhir-akhir ini sudah keluh rasanya jemari saya yang tidak indah ini mengabadikan perasaan dalam bentuk tulisan dan cerita-cerita seperti sebelumnya. Kemarin dalam curhat colongan dengan seorang kawan, saya mengatakan bahwa saya sudah kehilangan mood dan semangat untuk menulis dengan indah. Tentu saja menulis tentang seseorang.

“Why?” tanyanya

Dulu, kala jiwa saya masih meluap-luap dengan harapan harapan indah dan kisah menarik (menurut saya sih), kisah saya dengan seorang kawan ataupun kekasih pasti terungkap dengan hidupnya lewat cerita-cerita “murahan” yang menggemaskan yang bisa saya obral di jurnal pribadi saya. Coba sekarang lihat apakah saya sudah menulis lagi? Masih.
Tapi mungkin sudah tidak seperti gaya saya di zaman jahiliyah itu. Semenjak spirit saya menurun untuk membuka aib pribadi yang terkadang memang mendebarkan itu, saya sudah memutuskan untuk tidak menuliskannya lagi. Lalu, coba tengok lagi sehebat apa saya bisa membuat lelaki-lelakiku itu “tersanjung” dengan pilihan kata-kata yang dengan telak memuja mereka kala itu. Sepertinya atau mungkin cukup bisa membuat mereka berbunga-bunga melayang hingga ke planet serpo.

Realistis.
Iya memang... saat merasa sudah berkurang umurnya, kudunya sudah bisa makin realistis memahami cerita hidup. Apa yang saya sukai dan cintai dulu sekarang bukan lagi berada di sisi saya. Apa yang membuat saya menangis dulu sudah bukan masalah pentil (baca: penting!) lagi. Apa yang membuat saya terkagum-kagum dan memuja dulu, sudah tidak perlu lagi saya umumkan di dunia.
Jadi bukan tidak mungkin jika saya masih memuja mereka saat ini, beberapa tahun kemudian pasti mereka sudah tidak ingat lagi dengan saya.

Sebenarnya seorang teman sempat mengingatkan “jangan lagi menulis yang membuat kekasih-kekasihmu itu besar kepala”. Tapi saya “ndablek”, saya bandel. Kalau sudah cinta, apapun akan saya deklarasikan dalam bentuk pujaan tanpa batas. Sekarang saya baru tau rasanya tidak bisa memuja lagi. Lebih tepatnya kecenderungan untuk tidak perlu memuja lagi. Dan parahnya merembet kepada gaya bercerita yang tidak lagi bisa sok romantis. Mungkin sudah kehilangan fragrance macam itu ya?. Atau saya sudah menemukan titik nyaman yang saya sendiri belum sadari? Being alone like now and having much time for myself without taking care the damn lovers who had dumped me??

Hem.. Maybe..
Tapi satu yang perlu diingat adalah, semua cerita yang terukir lewat gombalan-gombalan kisah itulah yang sesungguhnya menepikan saya pada “kekuatan” yang saya miliki saat ini. Tidak perlu cengeng, tidak perlu mengemis, tidak perlu berharap dan tidak perlu memuja! Bukan begitu, Kisanak??? 

Thursday, November 5, 2009

Farewell

Pernah ga sih merasa berat sekali melepaskan salah satu teman kerja?
Minggu kemarin, kami kehilangan dua orang rekan kerja.
Satu pergi karena mendapatkan pekerjaan baru dan saya senang sekali atas kepergiannya. Yang satunya lagi pergi karena 

Tuesday, September 8, 2009

Bordir

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Comics & Graphic Novels
Author:Marjane Satrapi
Saya hanya perlu 3 jam saja untuk menyelesaikan buku dalam bentuk komik karya Marjane Satrapi (Marji) yang tebalnya 136 halaman ini. Embroideries yang diterjemahkan dengan “Bordir” adalah pengalaman keseharian Marji ketika ia dan neneknya saling berkumpul dengan orang-orang terdekatnya ketika menikmati “Samovar”. Seperti layaknya wanita-wanita pada umumnya kalau sedang berkumpul apa sih yang dilakukan? Ya, berdiskusi alias bergosip lah.

Saya terkekeh-kekeh menikmati tiap halaman yang berisi pengalaman Marji yang dituliskan dalam bentuk komik hitam putih itu. Bagaimana tidak? Sedikit terkejut bahwa wanita-wanita Iran sebenarnya sama saja dengan wanita-wanita pada umumnya. Bahan pembicaraannya pun sama mulai dari cinta, perselingkuhan, seks, dan juga tingkah pola pria-pria mereka yang cukup vulgar meskipun sesuai dengan kenyataan plus menggelitik.

Lihat bagaimana polosnya salah satu diantara mereka bercerita..
A : Setidaknya dia pernah memegang testis. Aku sama sekali tidak pernah melihat atau memegang apa-apa”
B: Lalu bagaiman kau bisa punya anak?”
C :Pasti karena keajaiban Tuhan!
A : Kalian benar. Memang aku sudah punya 4 anak. Empat!! Tapi tetap saja aku belum pernah melihat organ tubuh laki-laki. Suamiku masuk ke kamar, mematikan lampu lalu Bam! Dan voila, tahu-tahu aku hamil! Sialnya empat anakku perempuan semua. Jadi aku sama sekali belum pernah melihat penis! “

Kocak, Lucu dan penuh kejutan saat membaca pemikiran-pemikiran controversial mereka. Secara awam kita menganggap perempuan-perempuan timur tengah sebagai perempuan berlabel baik-baik saja, tapi ternyata mereka sama seperti normal lainnya. Ada yang setegar nenek Marji dan senyetrik Bibinya Marji, Parvine yang sempat mengungkapkan pemikirannya tentang keperawanan

“Dan kenapa justru kaum perempuan yang mesti perawan? Kenapa mau menyiksa diri demi memuaskan orang brengsek? Sebab laki-laki yang menuntut keperawanan dari perempuan adalah orang brengsek! Kenapa kita tidak berperilaku seperti bangsa barat!? Bagi mereka, berhubung masalah seks sudah dibereskan mereka bisa melanjutkan ke hal-hal lain! Itu sebabnya mereka lebih maju!!!

Lalu mereka menimpalinya begini : “Buat seniman seperti kau memang lebih mudah. Kau dimaklumi hampir dalam segala hal."

Dan Parvine menyahutinya : “Itu bukan karena aku seniman, aku diterima karena aku menuntutnya.”

Atau seperti pernyataan di bawah ini

‘Aku bisa mengerti kau menangisi perhiasan-perhiasanmu. Tidak setiap hari kau diberi hadiah emas berkilo-kilo. Tapi mengenai keperawananmu.. berhubung kau sudah menikah dan bercerai, wajar saja kau tidak perawan lagi! Sekarang kau bisa bercinta dengan siapa pun yg kau inginkan, dan tidak bakal ada yang tahu! Kan tidak ada meteran di bawah sini!’

Sedikit feminis tapi lugas, begitu Marji mengupas pemikiran bebas perempuan Iran dalam komiknya. Marji yang sekarang tinggal di Paris sempat dianggap controversial oleh negerinya namun ia tetap melaju dengan membuat salah satu komiknya ke dalam film berjudul “Persepolis” dan mendapat pujian di mana-mana. Saya sendiri meskipun awalnya harus berpikir lama ketika menikmati filmnya (maklum saya masih blank soal Iran) namun saya cukup tercengang dan tak mau beranjak sedikitpun dari depan layar saat menontonnya.

Jadi kalau ingin menertawakan kevulgaran yang cerdas sekaligus lucu, baca deh “Embroideries” dan kalau ingin tahu sekilas tentang kehidupan di Iran bolehlah menonton Persepolis.

Selamat menikmati.

Tuesday, August 18, 2009

Tampomas 16-17 Agustus 2009




“Tingginya Cuma 1690 an”. Kang Asep menyebut Tampomas lebih mirip bukit.
Ya memang hanya 1690M di atas permukaan laut namun sesudah puncak bayangan yang lebih sering kami sebut sadelan, tanjakan berbatu yang lumayan berat membuat kami ngos-ngosan untuk kami lalui. Lumayan mantab untuk memanjakan telapak kaki yang rindu akan belaian lembut debu dan kerikil gunung. Tepat pukul 5.15 sore kami mecapai puncak Tampomas. Tadi siang sekitar jam 11 siang kami mulai perjalanan dengan penuh santai melalui Desa Citimun. Entah berapa kali kami berhenti dan berapa kali juga harus menguatkan semangat teman-teman yang sempat ingin kembali ke starting point ataupun yang terserang kram perut.

Tampomas memang tidak begitu tinggi namun saya belajar banyak. Bagaimana saya harus bersabar untuk menghiraukan yang lain. Bahkan sempat pula menjadi leader yang tidak tahu jalan (xixixix). Jadi sweeper juga sempat karena kala itu saya takut seandainya Arum ataupun Farah mendadak berhenti karena sakit… Semua mendapat jatahnya.

Tampomas buat saya adalah perjalanan penutup yang manis menjelang ramadhan. Tidak terlalu membuat saya ngos-ngosan tapi penuh barokah. Penuh barokah karena saya harus berada di sekeliling teman-teman dari STT Telkom Bandung yang berkerudung panjang nan santun namun tetap berbaur. Meskipun sedikit-sedikit mendengungkan hukum dunia akhirat mereka tetap bisa bercanda saat menerima kenyataan bahwa bapak-bapak bermain judi di depan tenda dan kami kaum ibu-ibu harus memasak di sebelah mereka! Dasar…. :D

Acara memasak juga indah karena pada akhirnya saya tidak sendiri. Masakannya juga yummy dan bermacam-macam.

Lalu sesudah menunaikan upacara bendera dan sesi foto di sana, kamipun menggelinding turun menuju Desa Cibereum selama 3 jam dengan senyum tersungging di tiap langkah yang terjal itu.

Terima kasih pada semua kawan kararemping Tampomas…

Kang Asep the leader selama perjalanan yang tidak henti-hentinya memperhatikan para perempuan di belakang dan tidak engap untuk berkali-kali menunggu dan naik turun membantu kawan-kawan. Juga Ogie serta Aib yang sudah menjadi tuan rumah yang manis, . Thararengkyu yah kang. Indra yang sudah menemani perjalanan selama Bandung-Jatinangor juga dengan ceritanya yang tidak ada hentinya selama perjalanan. Sampai sekarang belum nemu Es cendol nih… (Ini nih cerminan muka-muka Sunda yang kasep pisan euy! Hahahaha)

Teman-teman STT Telkom. Coba kuingat-ingat namanya : Arum, Mery, Ike, Farah, Chiki, Karina dan Ibu Mega, Bo’i, dan Budi hemm. Ade-ade yang manis dan menyenangkan. Sukses buat sekolah dan kerjanya. Nanti kalau ke Bandung jada ada teman-teman hang out baru nih. Tapi jangan diajakin ke Mushola terus ntar panassss… hahahhahaa…. (kidding)

Teman-teman kaskus... Mas Bodrex yang tanpa keringat juga Bang Arie si spesialis jampi-jampi sedot. Ingat akhirat bang udah tua (kata mereka lho.) Jadi kira-kira yang 87 or 89 nih? Apa? 60??? Hahahahaha…


Love you all full dah….

Monday, July 27, 2009

THR Riwayatmu Iku

Sik tas moco tulisane Cak Dadank sing ngomongno Taman Prestasi nggo boso Suroboyoan. Kok aku dadi pengen mbagi-mbagi cerito nggawe Boso Suroboyo pisan yo. Koyokane aku ngga langsung wis ngelalekno boso sing wis tak gawe hampir lebih teko seperempat abad iki.

Nek Cak Dadank ngomongno Taman Prestasi aku dadi iling Taman Hiburan Rakyat sing nggonane cidek karo Taman Remaja Surabaya alias TRS. Opomane minggu wingi pas aku muleh nang Suroboyo terus mlaku-mlaku karo Kohan, aku ngelewati THR. Wah dadi eling mane karo kenangan masa lalu pas aku sik enom (yo… pas aku lebih enom sih. Saiki yo aku ngerasa aku sik enom!! Hahahaha asuuu! Gayamu, Ndesss)

Tak akoni, nang Suroboyo biyen (pirang-pirang taon kepungkur) Pemerintah kurang nggatekno kebutuhane wong-wong marang pentinge kota iki duweni taman sing ijo, adem, sing iso dinggo mlayu-mlayu nek onok sing nggowo anak, opo digawe kejar-kejaran karo pacare koyok nang pilm-pilm india iku lo. Tapi syukur Alhamdulillah saiki wis mulai muncul siji-siji taman-taman nang pucuk-pucuk kota. Balik maneh nang ceritoku tentang Taman Hiburan Rakyat.

Pas sik aku cilik, aku lali pas aku umur piro yo?? Nek gak salah yo pas aku kelas 2 opo kelas 3 SD. Ayah karo Ibuku mesti ngajak mlaku-mlaku nang taman iku nonton Srimulat. Pokoke nontok Srimulat  iku dadi acara wajib sing kudu dimeluni sak keluarga sakben dino Sabtu utowo minggu. Aku sik iling biyen yok opo tingkae Jujuk, Mamik, Basuki, Asmuni, Susi, Pete, Nunung manggung sampek mencak-mencak nang penonton. Wah pokok’e hiburan paling top wis… THR pas iku gak remang-remang.. Adoh lek dibandingno karo pas jamane aku mrono. Kiro-kiro pas 5 taonan iko, aku  sempat dolen mrene. Yo niate sih pengen mangan berduaan ngono karo pacarku biyen masio aku ngerti nang kono gak tau onok panganan enak (pengakuan rek, dadine!!!). Pas sek kaet nyampe THR tak pikir akeh arek-arek cilik dulinan. Tapi kok pas mari Maghrib arek-arek cilik’e gak onok-onok… sing ake malah arek-arek gede gandengan bareng lanang wedok.. Tak kiro yo niate podo, ndolek panganan nang panggonan sing enak. Tapi koksuwi-suwi malah mangan pasangane dewe??? Yok opo nggak mangan pasangane dewe? La wong pas aku noleh nang kanan aku ndelok arek wedok sing mulet-mulet karepe dewe, terus lanangane ‘nekek’ gulune… (emboh kok iso yo pacare ditekek sampek mulet-mulet karo ngos-ngosan ngono… wakkaka). Terus pas aku noleh nang kiwo onok sepeda dijagang tengah ditumpaki lanang wedok. Posisine nek gak salah wedokane  mluma ditindiki lanangane. Asu asu asu… Aku pengen meso ae nek iling iku. La wong iku nggonane yo cedek mushola lo. Sakjeke iku aku baru “ngeh” nek taman iki yo termasuk panggonan semi “esek-esek” Waduh… Salah enggon rek.

Teko kejadian iku, aku wis gak wani mrono mane nek bengi. Nggarai aku kepingin!! Wakakakakaka…. Tapi aku dadi iso nilai nek Suroboyo iku bener-bener butuh tambahan fasilitas sing iso ngayomi kebutuhan penduduk sing pengen refreshing. Masio stresse wong Suroboyo ga koyok Wong Jakarta, tetep ae wong-wong iku butuh panggonan sing enak. Sing nggak ganggu pemandangan, sing iso dinggo rekreasi gawe anak-anake. Duduk sing remang-remang opomane sepi tapi rame karo suarane wong cipok’an (hahahhaha) Sakno rek karo arek-arek cilik nek koyok ngono carane. Wis talah cukup Doly, Moroseneng, Kembang Kuning, Kenjeran, Diponegoro, Irba (lo kok akeh yo??? Hahahahaha) ae sing dadi logone “Suroboyo banyak lubang” ojok mrambat nang endi-endi, Cak-Ning! Moso biyen pas aku cilik aku nang THR nontone Srimulat tapi pas aku gede aku malah nonton Srimulet!

Tapi aku saiki rodo salut karo sing  ngurusi taman kota. Wong-wong iku lebih sadar karo nggawe taman-taman nang pusat kota. Wis ono taman bungkul terus taman sing anyar sing cedek Jl. A. Yani sing ake pancurane iku lo. Aku ngga ngerti opo iku jenenge. Tapi lumayan lah arek-arek saiki wis duwe panggonan sing nyenengno gawe dulinan plus gak remang-remang rek.. Iku sing penting. Soale  remang-remang titik ae, pasti langsung diserbu gawe gendak’an.

Dadi dulur… ayo dijogo Suroboyo ben rodo enak digawe kumpul-kumpul nek sore (soale nek awan panas cak! :D )

Salam,

Ning Susan

Friday, July 10, 2009

To fall In Love again

To Fall In Love is the term which has been away from me. Not because I can't point on the target or nobody makes me as their object, but I haven't found the chemistry yet.

Friday, June 26, 2009

Didi Rujak Dalam kenangan Saya

Sepertinya baru kemarin Didi menjemput saya pulang kerja.

Kala itu dia masih kuliah dan kebetulan saya sedang tidak membawa kendaraan lalu, dia bersedia menjemput saya di sabtu siang yang panas. Kemudian sore harinya kami menuju Unyil (satu warung lesehan di ujung Rungkut Surabaya. Selebihnya pertemuan pertemuan kami juga dengan teman-teman lainnya pada akhirnya sering dilakukan di tempat itu.). Di Unyil lah kami sering bercerita saling melepas stress sambil ngopi dan makan gorengan sampe muak. Kebiasaan yang ga pernah hilang bahkan sampai dia sudah bekerja di perusahaan advertising. Rapat preweding Ronde dan Prima juga dilakukan di sana (http://susanders.multiply.com/photos/album/41/Rondes_wedding - he was wearing black shirt and he also put his funny comment there with ID khotijah). Si pemilik warung pun sudah ga pernah kaget dengan kelakuan komeng (that's how his famous name). Selalu bikin semua orang terhibur dengan Ndabruzz nya. Coba baca aja salah satu kelakuan Didi yang lucu itu dalam bolg lain di sini http://susanders.multiply.com/journal/item/30/One_evening_di_Unyil 

Sepertinya baru kemarin Didi melukis wajah saya saat saya masih berkerudung di tembok dekat kampusnya. Didi memang pintar menggambar juga meskipun tidak semaestro Picaso ataupun seterkenal Basuki Abdullah. Satu hari Didi mengajak saya melewati satu area dekat kampusnya dimana ada tembok atau pagar dari seng (saya lupa) yang membiarkan mahasiswa di sana mencorat coret dinding sebagai ajang kreatifitas mereka. 

“San, ikut aku yah. Aku mau tunjukkan hasil lukisanku.”

Saya manut duduk manis di belakang sambil mendengar ocehan-ocehan dan rayuan gombal yang sama diatas motornya yang selalu kuprotes karena footstepnya ga lengkap.

“San, lihat ke kanan… itu lukisanku.” Aku menoleh seperti mengenali wajah lukisan perempuan berkerudung biru itu. “Wah keren dik.. keren.. kamu yang ngelukis?”

“Yo iyo rek. Sopo mane?”

“Tapi keknya aku kenal tuh perempuan.”

“Iku yo koen, Ndeng! (Gendeng)” (itu kamu, Ndeng!)

“Wakakakakakaak…. Ndabrussss.” (Ndabrus means : bullshit)

“Iku awakmu yo….”

Saya Cuma bisa melongo saja kala itu mendengar pengakuan Didi. Dia ngga pernah punya gambarku karena saya dan Didi saling mengenal belum lama saat itu.

"Lo, masi aku ngga duwe potmu, aku nyimpen fotomu di hatiku yo.. " wakakakakkaakakakaka..... Saya gethok kepalanya dari belakang.

"Eh, Dik. Balik lagi dong. Aku mau lihat lukisannya."

Wakakakaakkak.. dia ngakak habis melihat saya penasaran. Saya juga tidak tahu pasti apakah itu benar-benar gambar saya ataukah hanya bualan lucunya saja.

Sepertinya baru kemarin kau berikan gambar mawar hitam putih.

Mungkin tahun 2006. “Tunggu aku san. Sebentar lagi aku sampai.” Malam itu seperti yang sudah kami sepakati, saya menunggunya ngopi bareng di unyil. Waktu itu tanggal 14 februari sepulang dari kantor. Hari sudah kian malam saat saya mengatakan padanya lewat telpon bahwa saya tidak lagi bisa menunggunya. dan dia masih memaksa saya menunggu. "Diluk ae san... Diluk kok.." (Sebentar aja san.. )

Beberapa menit kemudian dia datang dengan motor buntutnya dan memberikan selembar foto ukuran 5R bergambar mawar dalam black and white. Di bawahnya ada kata-kata seperti ini, "mawar yang kuberi ini semoga bisa membuka pintu hatimu..." Ciehhhhhh.... Saya mau ngakak membacanya saat itu.

Konon, foto itu diambil pagi sebelumnya dengan memberi sentuhan efek basah supaya kelihatan segar.

"Lo, foto thok? cokelatnya mana?" Seloroh saya.

"Eh, San.. kalo cokelat cepat habisnya, kalo mawar beneran juga pasti cepat layu. Wis talah gambare ae. Aku moto dewe iki, nyeleh kamerane koncoku. Yok opo? koen seneng ngga?" (Aku motret sendiri minjem kamera temanku. Gimana? kamu seneng ngga?) Saya hanya tersenyum saja belum bisa memaknai semua yang dia lakukan. Langsung saja saya njeplak,

"Bilang aja lagi kere makanya ga beli cokelat." hahahaha dia langsung ketawa dikulum lalu mengeluarkan jurus-jurus gombal lain dan mulai menceritakan bahwa tadi selama otw ke unyil dia buru-buru mengambil hasil foto karena ia tahu saya bakal kemalaman. "Aku kajange nabrak, Essss!" (Aku hampir mo nabrak). Tapi kemudian semuanya mencair seolah ga ada apa-apa. Saya memang tidak pernah mengatakan betapa senangnya saya dengan hasil foto mawar hitam putihnya. Dan sampai sekarang gambar itu tersimpan rapi dalam lemari baju. Sesekali saya memandanginya sambil tertawa kecil mengingat bagaimana riwayat gambar itu sampai di tangan saya. Saya janji, nanti saat saya pulang ke Surabaya saya akan membingkainya dan meletakkannya di diding kamar saya supaya bisa mengingatnya terus.

Sepertinya baru kemarin Saya berpamitan untuk pergi ke Jakarta.

Oktober tahun 2008, beberapa hari sebelum saya berangkat, kami bertemu di taman bungkul, lalu bercerita banyak tentang obsesi kami. Dia juga punya  keinginan ingin pindah ke Jakarta supaya bisa lebih berekspresi di dunia advertising dan bisa berkumpul dengan teman-teman mendakinya. Saya bilang ke dia, "Yoi dik. Kutunggu kedatanganmu di sana." dan ternyata sampai sekarang dia tidak akan pernah datang mewujudkan obsesinya itu.

Dik,

Sekarang engkau sudah beristirahat dalam tidur yang kian panjang di sana. Semalam saya bertanya-tanya, apakah nanti saat kita bertemu dia akan masih merayukan rayuan gombalnya, apakah dia masih suka menjeplakkan cerita-cerita lucu dan kata-kata asal yang selalu membuat saya tertawa dan balas meledeknya?

Saya memang tidak pernah mendaki gunung bersamanya, juga tidak banyak foto bersamanya, hanya saja kenangan-kenangan kita selama bersama-sama itu pada akhirnya membuat saya mengakui bahwa saya kehilangan keseimbangan saat saya kembali lagi ke Surabaya nanti. Karena sudah hilang satu kawan minum kopi selain Ronde, Prima dan Gunawan. Karena tidak akan ada lagi teman yang suka pamer gaya berpacaran yang lucu di depan kami, karena tidak akan ada lagi rayuan-rayuan gombal yang lucu dari mulutnya, karena tidak akan ada lagi yang memanggil saya "Peyek", karena tidak ada lagi yang akan rela datang ke rumah saya yang menurutnya berada di Surabaya coret, karena tidak akan ada yang akan saya telpon saat saya sedih di ibukota, karena tidak akan ada kamu lagi Didi....

 "Juli ini aku muleh, Dik. Aku kangen Unyil. Ntar temanin ya ngopi mpe malam di sana." Dan dia lagi-lagi menjawab dengan merayu, "Sama aku ngga kangen?" ....

Ah, Didi...

Tetaplah mendaki di sana kawan.

Jika sempat nanti ceritakan padaku tentang awan-awan tinggi yang sudah kau pijaki nanti.

Lebih tinggi dari puncak sejati Raung kan? Hehehe....

farewell to you, my man...

I'll keep you in my days..

***

Semua cerita ttgmu yang masih tersimpan di dalam benakku meresah di jiwaku memenuhi ruang hatiku......... Seperti cahaya mentari kau hadir terangi hidupku terangi jalanku menuntunku memaknai semua... Dan aku takkan melupakan.... semua yang indah yang pernah engkau ucapkan

Cintaku tak henti mengalir untukmu mengenangmu adalah hal terindah yang pernah aku alami

Meski kau telah berlalu tak lagi di sisi ... namun cintamu akan tetap hidup tak terhapuskan tak tergilas oleh waktu ...... Semoga damai selalu bersamamu…. (Ode - Padi)

**I dedicate this for you, Dik. And I dont have any other mean but to memorize you, bro...

Wednesday, June 17, 2009

It's the time

Mudah sekali sebenarnya mengusir saya dari hidup seseorang.
Cukup memberi saya pernyataan yang menyinggung sekali, maka saya tidak akan lagi menoleh untuk berharap.
Atau cukup mengatraksikan ketidaksimpatian yang menyebalkan sayapun bisa tiba-tiba ilfeel.

Kali ini sudah beberapa kali saya "kecentok" tapi entah kenapa harapan itu masih menggugah. Memang hanya "butuh keberanian" untuk berada pada situasi merdeka sepert itu. Sebagai wanita seperti saya (ciehh saya????)  Sudah tak bagus jika masih seperti ini. Jika hanya sekali-kali terjadi masih lapang saya menerima. Namun sekarang kenyataan tak pernah sesuai dengan mimpi. Maka saya akan dengan sabar menunggu

Tuesday, June 2, 2009

Perantau Kecil

Apa lagi yang bisa dinikmati seorang perantau kecil saat jauh dari rumah dan kampung halamannya ketika pagi menjelang dan malam menutup harinya ?

1. Menikmati hening pagi karena dipaksa oleh sebuah waker berisik.

2. Mengucap syukur sedikit kepada Gusti Ing Murbeng Dumadi dengan ritual biasa yang suka-suka ia ciptakan sendiri. Perantau ini memang suka sukanya sendiri dalam masalah mengucap syukur. Ia bisa mensyukuri semuanya di mana saja dan kapan saja.

3. Menyalakan water heater dan menyiapkan teh beraroma vanilla sambil mengoleskan margarine di atas roti yang kemudian ditumpuk dengan salah satu selai “koleksi”nya skippy rasa kacang, hazelnut punya nuttela atau strawberry jam dari smucker kegemarannya.

4. Sesudahnya hanya 5 menit bersenam mulut di depan cermin putih kecil yang ia dapatkan ketika asyik menyusuri Cililitan di atas gerobak tua milik penjual cermin yang jualannya berkeliling kampung. Sementara gossip pagi menemaninya di depan TV, maka ia akan sedikit menggerakkan badan mengencangkan perut dan menyetabilkan kaki untuk pemanasan. Tak perlu berkeringat atau sampai ratusan kalorinya terbakar. Sampai ia jenuh dan memutuskan mengambil sikat gigi sambil terus menikmati gossip-gossip hangat yang kalau remot TVnya dipindah hanya menayangkan gossip-gosip itu secara bergantian. Seperti gossip pagi Caterine Wilson yang beradu comel dengan Andy Soraya. “Sory ya, saya ga level dengan orang-orang kek gitu, bukan kelas saya.” Begitu kata Keket. Si perantau kecil hanya tertawa saja.

5. Kemudian  masih dengan bertelanjang ria dan basah-basahan ia akan meneruskan menikmati music-musik mellow dari stasiun TV yang giat sekali memutar video klip penyanyi local yang itu itu saja.

6. Sesudah memanasi Kirananya ia akan meninggalkan petakan kecil itu menuju kantornya di bilangan yang bisa ia jangkau dalam 45 – 60 menit tersebut.

Perantau kecil itu tak memiliki orang untuk dipamiti, diciumi tangannya, disun pipinya ataupun diucapin salam ketika berangkat dan pulang kerja. Sepi. Beberapa saat lalu sebelum kotak berisi chanel-chanel stasiun hiburan itu bisa ia beli (meskipun dengan cara kredit hehehe) hanya sebuah radio dari handphone jeleknya yang menemaninya pagi dan malam. Namun ia hanya bersyukur saja saat ia tak lagi memiliki cinta dari siapapun, ditinggalkan teman-temannya yang tak selalu ada untuknya, ataupun hanya disuguhi harapan-harapan kecil yang jauh dari perwujudan.
Si perantau kecil hanya makhluk kecil yang kebetulan diberi kekuatan dari Sang pencipta untuk bisa memahami segalanya. Bahkan ikhlas untuk dibenci dan kadang difitnah juga kadang dilupakan. Ah, perantau kecil itu hanya memiliki harapan untuk bertahan hidup, bukan yang lain. 

***Perantau kecil "Jangan menyerah!"


Photo : Courtesy From Ms. Arisnawati

Monday, June 1, 2009

Berkunjung ke Baduy




Akhirnya berjalan juga saya dengan Mba Arisnawati dan Mba Swasti, juga dengan Ema (lagi). Kehadiran Cecep si lelaki berbaju merah yang menyegarkan suasana juga menjadi kenangan tersendiri yang membuat saya mengaku bahwa perjalan ini akan selalu "ngangenin"....

*Ah, sudah ingin kembali lagi ke Baduy...

Menyepi di Curug Cimahi




Ngos-ngosan langkah saya menuju Curug ini. Tapi cukup terbayarkan dengan dengan pemandangan curug di bawah...

Terimakasih Emma buat foto-foto manisnya... Kapan-kapan jalan bareng lagi ya :)

C.a.b.u.t.

"Saya pergi."
Dua kata terkirim untukmu..

Dan saya pergi meninggalkan dunia abu-abu yang dari awal sudah saya lingkari saat bertemu kamu,Nung. Sekarang saya pergi meninggalkan semua ketidakjelasan ini dan semoga tidak akan memutar kembali langkah saya padamu meskipun kamu menariknya sedikit saja.

Saya memang sedih, pedih mengenang semua yang pernah kita lalui, Nung. Tapi apa daya saya sudah berada di ujung ketidakpuasan atas hidup yang saya pilih. Kata Ibu kalau jiwa ini sudah tidak tenang dan temaram mulai datang, maka carilah terang.
Dan saya menuju terang yang didominasi putih lalu meninggalkan abu-abu yang pernah saya buat untukmu. Saya bukan orang suci dan tidak tau apakah dengan melangkah pada terang yang putih itu saya akan mampu melangkah dengan tepat dan tidak berpaling lagi padamu.

Semoga tidak. Semoga saya cukup tegar untuk melawan sedih atas keputusan ini.
Selamat Tinggal Nung. Bahagilah hidupmu dengan pilihanmu.


Sunday, May 31, 2009

Mengenang masa lewat tulisan

Terpancing ikud geram juga saat seorang teman menutup website pribadi hanya karena dia dicemburui oleh pasanganya. Yang menjadi pertanyaan dalam diri saya apakah rasa cemburu, sakit hati dan kemarahan bisa diobati dengan cara demikian? Bersikap jujur pada diri sendiri adalah hal yang saya rasakan sebagai perang terbesar saat kita berada di posisi ini. Bukankah dengan memintanya menutup blog ataupun website pasangan sama dengan memenjarakan kebebasan ia bermain dengan mainanya. Facebook, multiply ataupun blogspot buat saya adalah alat kemerdekaan yang tidak akan saya hapus hingga saya menua ataupun hingga saya tidak mampu melangkah lagi. Kesemuanya adalah sarana saya mengabadikan apa yang ada diotak saya saat itu. Dengan siapa saja pernah mencinta, bagaimana saya bertingkah dan seperti apa saya menggoreskan cerita lewat gambar dan kata2, Pun, bagaimana saya pernah menggunjing atau digunjingkan, Pendeknya seperti apa dunia pada detik itu bercerita akan terukir di situ.

Ah, bagi saya adalah hal bodoh dan terlalu picik untuk menghalangi kebebasan seorang pasangan. Atau mungkin pasangan tersebut bermodal pas-pasan hingga menebarkan kuasanya dengan embel-embel "cemburu!" Cuih....

Jika nanti masih kuat saya berprinsip, saat masa tua itu datang saya tidak akan mampu mewariskan apa apa buat dunia di sekeliling saya kecuali cerita bahwa saya pernah seperti ini dan seperti itu. Dan coretan-coretan atau pajangan-pajangan yang saya abadikan adalah sebuah cerminan akan kelakuan saya di masa dahulu ataupun lalu tanpa maksud menggurui pembaca.
Oh iya, pasangan saya di masa mendatang atau masa kini (jika ada) akan saya beri 'police line" untuk tidak mengacak-acaknya karena saya juga tidak punya hak untuk menelisik dan menyusupi apapun yang pasangan saya lakukan di dunianya. Cukup memilikinya dan membiarkannya bermain dengan hidupnya.

Cukup fair bukan?

Monday, May 25, 2009

Menemui ABG (Anak Baduy Gaul)

"Sue... aku mo cerita." Cerita Joan dengan baju batik bertambal-tambal dalam satu kesempatan ketika tanpa sengaja dipertemukan lagi sesudah pertemuan aneh dan singkat di kereta menuju Bogor.
"Apa?"
"Mau ke Baduy nih. Yang confirm ....,....,...., Ikutan yuk aku belum pernah juga."
Wow. sudah lama saya ingin bertandang ke sana menjadi saksi cerita teman-teman yang pernah ke sana.
Sayang last minute cancellation dia kabarkan ketika kami siap-siap packing. Huh, tuh kan... ga jadi ngakak ala bencong bareng deh :(

Di atas Kereta Kambing Bersama 2 Betina
Cuma 2ribu aja, harga tiket kambing yang mengantarkan kami dari Kota ke Rangkasbitung kami memperoleh fasilitas tambahan selain tempat duduk yaitu sampah, keringat yang bercucuran, bau-bau tak sedap, tukang penjual buah dan penjual pernak pernik lucu plus copet-copet terampil.
3 Betina yang dari tadi sudah cape ketawa sendiri, dihibur lagi oleh kedatangan si merah menyala. Namanya Cecep dari Jogja yang langsung pindah kereta menemui kami. Pemandangan baru yang membuat kami geleng-geleng. I wondered what are the other reds he wore.
Sampai di Serpong kamipun bertemu lagi dengan mbak Aris. Asyiiikk.. Akhirnya sesudah sekian lama akhirnya kita bisa satu trip.
Di dalam kereta tak henti-hentinya kami tersenyum dan tertawa menikmati kereta yang lucu itu. Lucu? Iya. Karena keretanya mirip mikrolet dan pasar pindah. Penumpang bisa belanja di atas kereta karena banyaknya penjual di sana dan kerennya lagi bisa berhenti dimanapun penumpang mau. Mana ada kereta seperti itu selain kereta kambing ini.

Kelucuan tak berhenti di situ. Ketika kami akan berangkat menuju terminal Rangkasbitung dan Jeng Swas memutuskan hanya menggunakan 2 becak untuk menuju angkot yang dimaksud, apa yang terjadi pada kami berlima? 3 becak? Ah nanggung. 2 becak? Yang satunya disempilin di mana?
"San kamu, aku pangku aja. Sini!" Kata cecep. Halah.... Jadilah saya dipangku Cecep.
Sayang becaknya cuma jalan sebentar jadi acara dipangku cedep juga cuma sejenak. Cep pangku lagi ya kalo ketemu.. (Hahahah Ngarep!)

Perjalanan yang lama dan panjang hari itu berakhir ketika maghrib sesudah ojek kami meliuk-liuk mengantar kami ke Simpang Koranji dan berakhir di Desa Nangerang.
"Nama desa yang kita tuju nanti apa mbak Swas?"
"Cibeo, San."
 
Dari Desa Nangerang kami kudu menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam dan melewati beberapa desa Baduy Luar. Desa Cijengkol adalah desa Baduy Luar pertama yang kami masuki menyusul beberapa desa berikutnya yang saya lupa apa saja namanya. Baru 30 menit kami berjalan, seorang baduy luar mencegat kami dan berniat untuk mengantar kami ke Baduy Dalam. Usut punya usut ternyata si Bapak tersebut berniat juga berjualan ke Baduy dalam karena menurut peraturan, orang Baduy hanya boleh berbelanja pas hari Minggu.
Wah lumayan deh dapat guide dan teman selama perjalanan. Apalagi malam seperti itu Jeng Swas sempat berbisik juga kalau ia belum pernah memasuki Baduy di malam hari. Jadi untung lah kita.

Gelap berteman suara binatang malam beriringan dengan gemerisik aneh di belakang, saya mengintili si bapak guide. Jalanan yang kadang naik turun itu membuat napas kami naik turun tanpa ampun. Jembatan-jembatan bambu yang sedikit licin membuat saya sedikit was-was karena kami harus melintasi sungai-sungai di bawahnya.

Tepat setengah delapan kami melintasi Cikertawarna sebuah desa sebelum Cibeo. Sepi sekali seperti desa mati karena tak satupun terlintas ada makhluk hidup di sana juga tak terendus sedikitpun suara manusia yang menempati rumah-rumah di sana.
"Pak di mana semua orang-orangnya kok kosong desanya?"
"Lagi di kebun." Saya hanya mengangguk sok mengerti. Padahal saya tidak mengerti sama sekali penjelasannya. Baru besoknya Jeng Mbak Swas bercerita kalau orang-orang Baduy kalau sudah ke huma akan tinggal berbulan-bulan bekerja di sana membawa serta seluruh keluarganya. (Udah pada ngerti kan "Huma?" Ya itu lo yang biasanya kita mainin pas masih kecil dulu yang ada pion-pionnya... :p)

Pukul 8 teng. Tepat 2 jam kami mendapati keriuhrendahan suara penduduk saat langkah kami makin dekat dengan desa tujuan.

"Swasti?" Begitu sapa salah satu penduduk Bady dalam. Alhasil acara kami ke Baduy kali itu bak mengantar Mbak Swas pulang kampung. Hampir seluruh penduduk kampung Cibeo mengenal mbak Swasti. Saya curiga jengong-jengong dia adalah salah satu Jaro perempuan di sana.
Lalu kami pun dipersilahkan untuk menginap di salah satu rumah penduduk yang bernama pak Aldi. Seorang Baduy sederhana dengan 5 anak dan 1 istri yang rentang usianya tidak jauh berbeda padahal usianya baru 30 tahun.
Lalu kamipun bersama-sama memasak makan malam di sana dengan ditemani istri Aldi dan penduduk sekitar yang saling berkumpul di sana.
Saya tertarik sekali dengan gelas yang mereka pakai yang terbuat dari bambu. Padahal sudah niat sekali meminta 1 gelas buat kenang-kenangan namun saya lupa.
Malam itu sesudah acara memasak dan makan malam bersama sebagian penduduk setempat kamipun tertidur dengan pulas dan menuntaskan lelah di balik sleeping bag kami masing-masing. Ah iya, sebenarnya kami mandi dulu di sungai karena kalau kami menunggu besok maka tak nyaman bagi kami untuk mandi karena harus berbasah-basah di bawah terang. Oh no...

Next Morning.
Saya terpana dengan meriahnya mbak Aris mengajari anak-anak Pak Aldy mendendangkan lagu lupa.. lupa.. ingatnya kuburan Band sementara Mbak Swas sedang asyik meracik bumbu nasi goreng petai (iya petai temannya jengkolll). ak guru TK mbak Aris asyik menggoyang-goyangkan badannya mengajari mereka namun sayang ia lupa liriknya. Tapi saya yakin seandainya ia tidak lupa pun anak-anak itu tetap tidak mengerti maksud lagu tersebut. La wong bahasa Indonesia saja mereka susah kok.

Lalu untuk menutupi "ketidakberdayaan" mbak aris akan kelupaan akhirnya saya dan ema turun tangan menjadi bala bantuan supaya irama pagi itu sesuai birama yang sepatennya seperti halnya yang didendangkan oleh kuburan ban.
"C A minor.. D Minor ke G.. Ke C lagi... "

Ah sudahlah, kami lapar. Makan pagi yuwks.
Kembali kami berkumpul menikmati nasi goreng petai dan telor dadar serta sambal. Sederhana di antara kerumunan anggota keluarga pak Aldy dan tetangga-tetangganya.

Pukul 9 teng kamipun meninggalkan Desa Cibeo. Aldy menyertai kami dalam perjalanan 4 jam menuju Ciboleger. Tracknya lumayan seru, naik turun, panas dan kering. Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya kami berenam saling bercerita dan bercanda juga mendapat informasi lebih dalam tentang kehidupan asli suku Baduy. Kami diperbolehkan mengambil beberapa foto saat kami sudah berada di kampung Baduy luar. Aldy rupaya cukup gaul untuk ukuran suku Baduy.
"Pak Aldy atap rumahnya terbuat dari daun ya? Apa namanya?" Tanya Ema.
"Daun Kirai." Jawabnya.
"Oh... kirai-kirai dalam perau???" Gariinggg.

"Berapa lama lagi pak sampai di Ciboleger?" Tanya kami.
"Kirai-kirai 2 jam lagi!" Halah.... bisa juga nih orang ngebalesnya.

Ciboleger kami capai pukul 1.30  siang dan mengantakan kami pada perpisahan dengan Aldy, salah satu cermin suku Baduy Dalam yang tulus menjadi tuan rumah bagi tamu-tamunya.

Hem, kami sudah ingin kembali lagi ke Baduy....

Tuesday, May 5, 2009

Satu Pernyataan

Bolehkah seorang perempuan mengungkapkan perasaannya pada lelaki yg diincarnya?
Kalau pertanyaan itu ditujukan pada saya, jujur saya akan jawab boleh asal berani menanggung resiko ditolak dengan bonus malu kuadrat alias malu pangkat dua.
Malu pangkat dua? Ya, bukan apa-apa, saya merasa sudah menjadi perempuan, tapi kok garis nasibnya kudu menjadi orang yang menyatakan perasaannya duluan ke laki laki terus ditolak pula. Apes... Belum lagi kalau muncul tudingan "gatel",  atau "ih ga tau maluw deh."

Berbeda dengan laki-laki yang dianggap sangat wajar menembak perempuan meskipun beresiko ditolak, paling-paling akan muncul pemikiran "ya lumrah, namanya juga usaha biasa kan?"

Saya jadi teringat kisah kecut 4 atau 5 taun lalu yang akan selalu saya ingat sepanjang saya bernapas.

Saya memanggilnya abah. Dia ketua KKN dan saya sekretarisnya.
Klop kan kemana- mana sering berdampingan untuk berkoordinasi ini itu. Mengurus perijinan
ke sana ke mari.
Saya, harus jujur mengakui, termehek-mehek pada sosok sigapnya yang mirip burung-burung dara dan ayam-ayam piaraanya, cara ngomongnya yang hanya bisa dicerna dengan mudah oleh kaum-kaum di pasar tempat ia berjualan chiki, krupuk tahu dan makanan ringan lainnya. Abah juga menjadi sosok yang applicable and down to earth banget.

Semua kalangan ada dalam daftar pertemananya. Bahkan ayah saya yg susah sekali menerima teman-teman dekat cowo saya bisa dengan mudah ditaklukkan. Lebih menakjubkan lagi dengan gaya bergaul yang "grapiak" sekali, hampir semua tetangga kanan kiri saya bisa ia babat sebagai teman.

Nah karena ketermehekan saya pada pesona seorang abah, saya sempat mati gaya saat ada di dekatnya, tiap kali ia menelpon, bunga-bunga ada di sekitar saya padahal dia hanya menanyakan LPJ KKN yang sedang saya kerjakan. Terkadang ia akan menemani saya mengerjakannya. Diajaknya jalan-jalan kalau cape dan tentu saja dibuatnya tertawa terus karena pesona lainnya adalah ia mirip kartolo. Lucu.
Kamipun makin dekat saja, ia seolah makin memberi harapan dan saya makin suka meskipun sejujurnya belum yakin apakah ia memiliki rasa suka seperti yg saya punya. Tidak ingin berlarut-larut, suatu hari saya memprakarsai niat untuk mengungkapkan rasa padanya.
Saya ingat, adalah telpon yang waktu itu jadi perantaranya, pendeknya setelah lama-lama ngobrol ngalor ngidul, kulon wetan tak tentu arah, arah pembicaraan mulai menuju titik sasaran seperti ini :
........
Abah : ah malas ah kalo aku yg nitip salam ke orangnya.
Aku  : cengar cengir sendiri di telpon. (kan kamu orangnya)
Abah : Yo wis aku omongno. Sopo wonge, Nduk? (Ya sudah aku sampaikan, siapa orangnya, Nduk?)
Aku  : Abah.
Abah : La iyo sopo jenenge.
Aku  : Abah.
Abah : Lo. Abah sopo? (Lo abah siapa?)
Aku  : Yo, abah sopo mane?! (Abah mana lagi?!)
Abah : HAA??!! Aku ta Nduk? Awakmu senenge iku karo aku? (kamu senengnya sama aku?)
Aku  : (Ketawa ngakak, ntah apa yang kuketawakan. Mungkin kebodohanku ya. Atau menertawakan reaksinya yang kaget tak menentu.)
Abah : Wakakakakakakakakak. Hahahahahaha. Buahahahahahhaha... Awakmu ndelok opo, Nduuuuuk? (Kamu liat apa sih, Nduk?)
Aku  : Ga eroh aku bah hahahahahha (Mene gue tehe, Hahahahahahaha!)
..............
Dan anda semua bisa menebak apa yang terjadi kemudian kan?
Saya sukses ditolak abah!
Sayapun berjanji bahwa itu untuk yang pertama dan terakhir saya menembak laki-laki. Tapi di sisi lain ada kepuasan tersendiri bisa menyampaikan rasa itu padanya. Rasa yang mungkin hampir setahun saya pendam sejak bertemu muka dan putus nyambung dengan pacar saya kala itu (which main reason is ya karena ada abah, ah lelaki impian hampir semua cewe-cewe kala itu hahahahaha.)

Lalu, saya akhirnya bisa mengikhlaskan abah dengan mudah karena ia tetap bersikap baik dengan saya dan saya merasa dihargai meskipun bukan sebagai kekasih setidaknya ia benar-benar menjaga perasaan saya tiap kali jalan bersama.
Bahkan sampai sekarangpun tetap ia jaga tali silaturrahmi itu dengan keluarga saya, tiap kali abah berputar-putar di sekitaran Sidotopo dan sekitarnya, ia akan dengan senang dan riang gembira mampir untuk sekedar makan di rumah saya meskipun saya sendiri tidak ada di rumah saya lagi.
Katanya, rumah saya adalah rumahnya juga meskipun rumahnya tak pernah jadi rumah saya kecuali begupon-begupon milik burung-burung darahnya yang katanya mau diwariskan pada saya. Asem! (halah!)
 
Beberapa saat yang lalu atas kedesperadoan saya, saya ingin menembak seseorang lagi, bukan sebagai kekasih melainkan sebagai suami. Ya, coba-coba aja siapa tau berhasil (wakakakakak). Kalau berhasil ya syukur kalau ngga ya ga papa.

Saya mungkin sudah bisa menerima kenyataan bahwa untuk menjalani hidup dengan seseorang bukan lagi hal yang mustahil untuk belajar mencintai seseorang sesudah menikah.
Bukankah akan menjadi sebuah hal yang amazing and unbelievable kalau saya bisa mencintai seorang laki-laki sesudah saya menikah dengannya?
Namun saya teringat lagi akan janji saya dulu. Bahwa abah adalah orang pertama dan terakhir yang saya "tembak" dan sayapun mengubur niatan gila itu.

Seperti itulah, terkadang sebuah pernyataan yang jujur dan tulus pada seseorang bisa menjadi terapi hati yang menyudahi ke"engap"an rasa di dada kita. Tak perlu malu jika pada akhirnya jawaban yang kita peroleh tidak sesuai harapan.
Tapi seandainya kita di posisi yang "tertembak" jangan sekali-sekali menunjukkan kearogansian dan kebesaran kepala yang membuat si "penembak" merasa menyesal telah "menembak" sasaran yang ternyata ngga asyik dan ga patut diberi hati sedikitpun!
 

Pada hujan di buitenzorg

Pada hujan di luar jendela mobil biru malam ini
saya hanya mampu menitip rasa rindu pada hujan yang sempat meminang asa saya beberapa purnama silam.
Saya umpamakan dia sebagai hujan atau gerimis karena kala itu ia datang pada saat saya berada di dalam
savana panjang tak berkesudahan dengan terik yg menyengat.

Saya titipkan pesan pada hujan yang menimpahi tubuh saya meskipun setitik dan tidak terlalu membuat saya kuyup,
Tolong sampaikan permohonan peluk pada jiwa yang lelah mencari tepian.

Lagi,
Pada hujan, titipkan pesan bahwa hasrat saya sudah beku untuk merasai partikel-partikel langit lainnya
seperti Buitenzorg yang makin beku malam ini...
 

Monday, April 20, 2009

Blue Cloud di Puncak Sumbing




Kami dan keterjalan Sumbing




Bertingkah di sumbing




Ada yang harus dikenang saat tingkah kami mulai bertebaran di tiap sudut Sumbing..

ke sumbing

“Terkadang jalan yang lurus-lurus saja itu bukanlah jalan yang indah. Coba berbelok sedikit, pasti akan lebih berwarna.”

Emma menirukan rangkaian kata-kata yang ia ingat dari pesan di milis kisunda yang pernah ia ikuti.

“Yuwks… Kita belok nih jadinya?“

Saya bertanya sambil cengar cengir menyetubuhi kata-kata yang Ema yang menguap di balik malam di bawah purnama selepas Desa Garung. Tanpa perlu headlamp kami sudah bisa mengenali tiap pijakan di depan.

“Boleh juga tuh. Okay!“Kamipun melintasi kembali kebun-kebun penduduk dengan sangat hati-hati supaya tidak merusak apa yang ada di bawah kami.

Ke Gunung Sumbing. Tetangga Gunung Sindoro, kami berencana menghabiskan 4 hari libur panjang kali ini. Libur Pemilu, menyambung Great Friday dan libur Sabtu-Minggu (9-12 April 2009) sepertinya akan cukup membuat shock terapi tersendiri untuk betis-betis kami yang sudah haus akan siksaan.

"Ma, logistik kita bagi 2 saja supaya ga terlalu berat. Mungkin kita sudah akan ada di sini lagi Jumat malam."

Begitu saya mengutarakan ide untuk membagi dua logistik karena rencana awal adalah Sumbing-Sindoro. Keempatnya setuju (baca : Ema, Asep, Lendy dan Wonggo).

Pestan, Watu Kotak.. Di mana mereka?
"Wondo, kok ga ketemu Pestan? "
"Lend, mana watu kotaknya? Yang itu puncak bukan sih?" Saya dan Ema berkali-kali bertanya dan sekali lagi jawabannya tidak menggembirakan, "bukan mbak... itu lo puncaknya di balik bukit yang itu." Jawabnya.

Lambat laun kami sadar, ini bukan jalur yang dikehendaki. Semak-semaknya terlalu tinggi dan ada punggungan panjang di samping kiri kita yang kelihatannya lebih bagus dan tidak serapat ini.
"Woiiiiiiii Salah.. salah jalurrr..." Kata suara di seberang kami. saat kami berlima berleha-leha menikmati semilir lembah di balik pohon sambil memasak makan siang di istirahat siang itu. Itu adalah hari kedua kami. Seharusnya tidak lebih dari ini. Seharusnya siang kedua itu kami sudah meraih puncak Sumbing sesuai jadwal yang sudah kami perkirakan beberapa hari sebelumnya dan nanti malam sudah menuju Sindoro.
Kentang. Perjalanan sudah separuhnya. Ntah di perbukitan mana kami berada kala itu yang jelas kami tetap berjalan mengikuti alur yang kami anggap sudah benar. Peduli amat apa kata orang

Friday, April 3, 2009

Putus

"Aku masih menyangimu,"
or
"Yang jelas gw cuma punya rasa ini pas sama lw. Tapi gw ga bisa ngejalanin ini semua..."

Well...

Mari sama-sama anggap ini sebagai dusta nasional ketika ingin terbebas dari kita (kita??? Gue aja kalee)


** Ntah sampai kapan hati ini akan ikhlas. Yang jelas kali ini luka ini nda akan kutanggung sendiri.

Monday, March 9, 2009

Di sebuah Bakti Sosial

Beberapa hari yang lalu kantor mengutus saya untuk mengikuti acara yang diadakan sebuah milis yang berlatar belakang sosial di kawasan Jakarta coret.  Karena saya “diucul” sendiri tanpa satupun teman dari kantor (maklum mungkin karena bos menganggap saya sudah kenal beberapa orang yang akan hadir di sana) meluncurlah saya barengan teman-teman yang rela menunggu dan mengantarkan saya kembali. Maklum juga, baru kali itu saya menginjakkan kaki di wilayah antah berantah tersebut jadi malas banget kalau harus pake acara nyasar- menyasar..

Selain karena amanat dari bos, juga sudah muncul di bayangan bahwa saya akan banyak bertemu teman-teman lama dan beberapa teman dari kampung halaman yang merelakan energy dan sebagian uangnya untuk menghadiri perhelatan “akbar” tersebut.

Sesampai di sana saya mengamati banyak sekali teman-teman yang datang plus bervariasinya acara untuk menambah pengetahuan murid-murid sekolah mandiri yang memang haus akan ilmu-ilmu baru tersebut. Saya sendiri sempat terkekeh kekeh sendiri (ya sendiri) menikmati kepolosan mereka menjawab lontaran pertanyaan “usil” mentor-mentor dadakan (MD)  itu. Seperti ini contohnya :

Ketika MD mulai memutar film documenter mengenai gunung tertinggi di Jawa barat dengan pembukaan gambar jerapah berbackground sunset, mereka “bergosip”
“Wih di mana ya? “
“taman safari, bego”

Adegan kedua :
MD : Siapa yang pernah ke gunung? Siapa yang pernah naik gunung?”
Murid : “Saya pernah kak, pernah melihat gambarnya saja!” (Kenceng pula jawabnya plus cuek pol)

Ya seperti itulah hiburan kecil nan polos yang membuat saya bersyukur betapa beruntungnya saya bisa sekolah sampa setinggi ini dan beruntungnya saya memiliki orang tua yang tidak harus menyuruh saya menggenjreng gitar dan menyanyi sepulang sekolah untuk memperoleh uang dan “membiayai” keluarga. Seusai acara masih terkejut saya mendapati bahwa si pendiri sekolah tersebut ternyata Wong Lamongan dan menyebut dirinya Bonek.

“Yok Opo mbak Susan, kita kan sama-sama Bonek. Kalo ngga bonek mana bisa saya mendirikan sekolah ini. Dari yang ga pernah diakui oleh pemerintah, sampai akhinya dapat bantuan dari mana-mana dan jadi seperti ini. “

Saya hanya tersenyum. Tersenyum saja, padahal dalam hati mengiyakan ucapan kecilya tadi. Kami memang bonek, kalo bukan bonek, ngga akan sampai sejauh ini saya berjalan meskipun tanpa bantuan dari siapapun – kecuali beberapa teman yang dengan tulus merelakan dirinya menjadi bagian dari hidup saya, sehingga saya mengangkat diri saya sendiri sebagai “keluarga” mereka. (halah!! )

Kembali ke acara tersebut. Sesudah membagikan beberapa hadiah dan bingkisan buat murid-murid di yayasan tersebut, panita melanjutkan kumpul-kumpulnya ke satu tempat di mana mereka biasanya latihan manjat.  Saya kurang tau pasti sampai jam berapa acara tersebut benar-benar usai.

Personally saya berterima kasih kepada Bos karena sudah menyuruh saya datang ke sana, walupun ada yang mengganggu saya. (Bow.. siapa sih yang ga keganggu kalau ketemu seseorang yang sudah kita kenal, tapi kita dicuekin habis dan ga disapa sama sekali, siapa sih yang ga bertanya-tanya ketika si ibu-ibu itu memberikan sambutan pada teman di samping kita, tapi ketika dengan kita dia berlagak “gak kenal” sama sekali.. Bukannya sudah bertahun-tahun kita sama-sama kenal gunung? Pernah curhat-curhatan, tapi kok kalo di daratan jadi beginong wekekekek...

Duh, bu… kalo saya pernah salah mbok ya saya ditegor jangan bikin acara diem-dieman gicu deh, bukannya kata jeng Keket “saya yang ga ada di levelnya dia.. “ hahahaha…
Bow, itu Cuma intermezzo dengan sedikit bumbu sebel aja gitu lo.

Overall, kami senang ada acara seperti itu. Dua jempol buat pak ketua dan kru-krunya... :)

Wednesday, February 18, 2009

Hari-hari Error

Teman -teman gw emang eror sama kek gw :

Pindah Agama
Setting : Soto Ceker

Mpo : Gw ada rencana cuk, pindah agama.
Gw  : Mlongo sambil nunggu kok sokernya belum datang juga
Mpo : Bosen gw lebaran terus. sekali-sekali pengen natalan or waisa gitu.
Gw  : Tetep cengok. Dengernya
Mpo : "Asyik kali ya.."
Gw  : "Emang kenapa harus pindah agama, kalo cuma bosen ma lebaran?"
Mpo : "Coba gw dulu mau pindah agama. Gw ga bakal ngejomblo sampai sekarang tuh. Bisa melalang buana sama si A**** Simamorang."
Gw : "Ngakak habis sampe perut gw sakit. "
Gw : "Mpo... Gw emang masuk kaum bitchy. Tapi ga ada sekalipun keinginan buat nyembah yang lain. Lw lagi oncom apa ya?"
Gw lagi : "Kalo lw jadian ma si simamorang itu, lw yakin dia seperkasa yang lw bayangin?"
Mpo : Ngakak habis. "Ngga."
Nahhh!
Gw : Sekali-kali kerenan dikit kalo pindah agama. Ke Budha aja.
Mpo : Iya ya.
Gw : Lw bisa ke Tibhet belajar kek Richard Gere. Sapa tau lw nyangkut jadi Bikuni di sana biar sembuhan dikit deh lw.
Xixixixixi.....

Di guna-guna
Setting : Di toilet.

Mput : Mbak, sodaranya laki gw ga jadi nikah tuh.
Gw : Kenapa?
Mput : Katanya sih diguna-guna gitu. Jadi batal deh.
Gw : Goblok banget deh pake dibatalin segala.
Mput : Ya iyalah.
Gw : Kok bukan gw ya yang diguna-guna? Coba kalo gw.. dah ga ngejomblo lagi kali ya.
Mput : Dasar lw mbak. Kumat!!! Orang pada ga suka diguna-guna lw malah pengen..

Wekekekekekeek

Mati ya Mati Aja Deh
Sumpek banget hari-hari ini. Bawaannya puyeng, sakit hati, sakit jiwa. Sampai beneran kudu ke dokter. Untung belum masuk tahap ke Psikiater.
Puncaknya pas OTW ke soker (lagi)
Mput n Mpo jalan duluan sambil ketawa-ketawa melihat muka lemes gw.
"Mbak. Si Jawa jangan ditinggal. Kasian anak orang tau!." Katanya sambil ngegandengku. "Mbak lw gandeng yang sebelah kirinya ntar jatuh."
Mau ngga mau tawa gw akhirnya meledak. Tapi masih bete. Gw lihat metro mini 72 udah dekat tapi bodoh! Mati ya mati aja deh. Gw tetap nyebrang!!
"Wei.. wei.. Cukk... Ya elah.. Lw mau mati aja ngajak2 gw" Kata mput. Gw jadi ketawa. "Kan dah gw bilang, mo mati ya mati aja. Lw jangan pake ngikut."

****
Entah kenapa gw masih saja menertawakan kedesperadoan ini. Lucu...

Tuesday, February 10, 2009

The Curious Case of Benjamin Button

Rating:★★★★
Category:Movies
Genre: Drama
The Curious Case Of Benjamin Button

Bagaimana perasaan anda ketika mendapati diri dilahirkan dengan urutan masa tua-dewasa-muda-anak-anak dan akhirnya mati ketika bayi.
Benjamin Button mengalaminya. Dari mulai ketika ia tidak dikehendaki dan ditelantarkan oleh Bapaknya Thomas Button si pengusaha kancing baju, hingga ia mengalami masa-masa muda di dalam tubuh dewasa kemudian akhirnya menjadi manusia sempurna dengan mata indah, senyum menarik (bisa anda bayangkan kan betapa tampannya Brad Pitt?? si pemeran Button.)
Film yang cukup menginspirasi otak manusia untuk berstimulasi lagi memaknai pentingnya menikmati takdir yang diberikan Sang Pencipta Jagad dan seisinya.
Benjamin tak pernah menyesal menjalani tiap garis hidupnya meskipun pada akhirnya ia mengetahui siapa Bapaknya, lalu ditinggalkan oleh wanita pertama yang ia cintai hanya dengan selembar surat yang berisi, “It was have nice to met you.” Atau ketika ia mendapati si “mata biru” Daysi jatuh cinta pada partner menarinya namun dengan hati lapang juga ia menerima kembali wanita yang diperankan oleh Cate Blanchett ini ketika ia tidak lagi bisa menari karena kecelakaan yang ia alami.
Benjamin juga merelakan anaknya untuk diasuh pria lain dan merelakan hidup sempurnanya dengan istri dan anaknya hanya karena keadaan tubuh yang bukannya makin menua melainkan mengecil dan membayi. Semua karena kepercayaan yang selalu diajarkan Quinee (Ibu asuhnya) kepadanya, “You never know what’s coming for you.”
Coba simak catatan di atas buku diarynya yang ia wariskan untuk anaknya ketika dewasa:

” For what it's worth: it's never too late or, in my case, too early to be whoever you want to be. There's no time limit, stop whenever you want. You can change or stay the same, there are no rules to this thing. We can make the best or the worst of it. I hope you make the best of it. And I hope you see things that startle you. I hope you feel things you never felt before. I hope you meet people with a different point of view. I hope you live a life you're proud of. If you find that you're not, I hope you have the strength to start all over again.”

Kira-kira kalo diomongin pake bahasa gaulnya gini :
“Yang paling penting yang kudu lw pegang adalah:
Ngga ada kata telat untuk ngelakuin apapun, contohnya gw yang terlalu muda untuk menjadi apapun yang lw penginin. Ngga ada batasan waktu untuk untuk berhenti kapanpun lw pengen henti. Lw bisa saja merubah diri lw atau bahkan tetap aja ngejalanin hidup yang sama seperti sekarang. Yang penting, lw bisa ngelakuin yang terbaik or yang terburuk. Tapi gw sih maunya lw ngelakuin yang terbaik. Gw juga pengen lw bisa ngerasain sesuatu yang bisa membuat lw takjub. Gw juga pengen lw bisa ngerasain hal yang lw sendiri belum pernah rasain. Gw pengen lw ketemu seseorang dengan cara pandang yang berbeda juga n lw bisa ngejalanin hidup yang membuatlw bangga. Tapi, kalau lw belum atau tidak menemukannya sama sekali, gw harap lw ngga putus asa, gw harap lw bisa nemuin kekuatan lagi untuk memulai hidup baru lagi, meskipun dari nol.

Selamat menonton yah…

Tuesday, January 27, 2009

Inginku

Aku hanya ingin tersenyum, tertawa dan tertawa lagi
seperti kala ku tanpa beban..

Aku hanya ingin melangkah dengan tawa dan canda

Wednesday, January 14, 2009

Tak ada Lagi Dirimu

Tak ada lagi yang mengatakan seksinya hitamku seperti kamu yang selalu meyakinkan bahwa berwarna itu indah daripada kulit putihnya yang menurutku kebalikannya.

Tak ada lagi yang mengacak acak rambutku sambil bilang "coba lw poni dikit deh.."

Tak ada lagi yang menawariku milo, roti bersama selai-selai kegemaran kami di kala pagi  dan berkata "Lw mau pake skippy atau Nuttela? Yang rasa apa?"

Tak ada lagi yang akan mendengarkan cerita konyolku dan bilang, "Ya Ampun Susan... lucu banget sih lw?" atau "Gw suka dengar logat Surabayamu!"

Tak ada lagi yang akan memberi nasihat tentang baju-baju perempuan yang harusnya kukenakan supaya tidak bergaya cowo habis lalu berkata, "Eh.. bagus lagi kalo lw pake rok! Ayu San!"

Tak ada lagi yang akan rese dan berisik di telingaku di tiap pagi saat kebetulan kita berangkat ke gawe masing-masing dan bilang.. "Eh, nanti aku kasih tau si... kalo jalanmu ngebut gini!" atau yang bakal mengumpati bajaj berasap hitam sambil berteriak, "Bajaj sialannnnn... polusi tau! Bikin gw bau Asap!"

Tak ada lagi perempuan aneh yang suka mlorotin celanaku di kala aku jalan, berkaca di depannya dan ngelamun di depan kamar mandi.

Tak ada lagi orang yang akan meledekku ketika aku menangis karena kangen rumah atau kangen dia. "Ye... Susan nangis.. Asyikk ada temannya..  hehehe "

Tak ada lagi teman untuk membahas berbagai bentuk dildo aspal dan original dan kebinalan lain yang asik sepertimu.

Tak ada lagi yang akan mengingatkanku, "San kita perempuan kuat, meskipun kita ga kaya, cantik seperti mereka!"

Tak ada lagi orang penakut yang suka nonton horor dengan aneh sepertimu dan menjadi sebuah komedi karena tingkahmu itu.

Tak ada lagi teman menyalakan api di kala suntuk sambil menikmati bintang di atap kos "katrok" itu

Tak ada lagi dirimu di hariku, put...

Maafin gw juga ya...
Temukan bahagia dan ceriamu kembali.
Saling berdoa ya, Cuk!!

Friday, January 9, 2009

Smile with YOUR Cloud




Senyum di balik mendung pagi Jakarta di atap kos sementara.

Poto taken by : Mput
Time : 10 Jan 2009 Sesudah habis angkat jemuran jam 7 a.m.

Tuhan...
Senyumkan aku di tiap pagiMu....

Thursday, January 8, 2009

GEMBELISME

Kalau boleh membuat paham baru maka Gembelisme merupakan konsep homeless, dan no place to run and to sleep.
Sudah hampir dua minggu saya menganut paham ini. Ke mana-mana menenteng daypack woman series  punya teman yang isinya beauty case beserta isinya, beberapa baju ganti, peralatan toiletries, dan tentunya beberapa pakaian dalam serta pernak-pernak kecil supaya ngga keliatan banget gembelnya.
Tiap pagi satu filling cabinet di kantor  saya akan saya buka dan mengumpulkan beberapa barang yang sudah saya ambil dari tempat kos saya sementara. Boss saya cuma bisa geleng-geleng melihat perlengkapan lenong saya menempati filling cabinetnya. Kemudian Menyeduh teh hangat dan cemilan kecil sambil berpikir ke mana lagi nanti saya akan tidur lalu saya akan membenamkan diri pada rutinitas kerja sampe sore kadang malam. Berharap besok adalah Sabtu atau Minggu. Supaya bisa bebas leluasa mencari tempat berteduh baru alias kos ataupun kontrakan or apartemen yang mungkin terlalu tinggi untuk dibayangkan. Yang jelas tempat yang akan membuat saya tenang. Baru saya sadar mencari tempat kos or kontrakan or apartemen hampir sama dengan mencari pacar impian. Tak bisa semudah itu "nyak nyek" "blak bluk" ataupun "prat pret", ga semudah seperti kita membuang kentut atau mencari toilet terdekat ketika kita sudah "untup-untup" alias kebelet.

Kenapa saya menggembel?
Bukan, bukan karena teman sekamar saya tak asik lagi diajak ngobrol or terjadi pertengkaran ataupun diusir Ibu kos karena telat bayar kos.Saya tetap menyenangi dan menikmati ketika bercanda ataupun bertukar cerita dan tawa binal dan kadang seram bahkan saya merindukan sekali sarapan roti ataupun memasak indomie bersamanya karena syndrome tanggal tua. Semua cuma karena keadaan yang mengharuskan saya untuk tau diri dan tidak terlibat di sana serta memilih mencari tempat yang nyaman dan tidak membuat saya bergadang ketika otak, mata dan pikiran saya ingin beristirahat.
Individualisme? Mungkin, bukankah seorang kawan mengatakan bahwa individualisme is perfectly human? Mungkin terlalu lebay? Terlalu apalah.. whatever...
Saya tidak mungkin membuat persahabatan kami hangus hanya karena masalah kecil yang saya sendiri bisa atasi meskipun harus dengan menggembel dan nomaden seperti sekarang.

Namun, kadang ada ketidakenakan tersendiri pada seseorang di sana yang mungkin berpikiran negatif tentang kenomadenan saya. Hem.. saya bisa mengerti seandainya pikiran itu muncul di benaknya. Nanti sayang, nanti jika sudah kutemukan satu petakan di mana aku bisa bebas menulis, bekerja lagi sampai terlelap, janji aku nda akan menggembel dan nomaden yang bisa membuatmu gusar.
Sekedar ingin mengingatkanmu tak mudah untukku berpaling lagi ke masa lalu...


======================
**Duh Gusti, mohon petunjuk temukan tempat untukku Minggu ini.. :)