Sunday, January 24, 2010

s.e.m.a.p.u.t.

Kalau pingsan alias semaput gara-gara jogging, naek gunung or sepedahan mungkin teman-teman (Baca teman-teman kos saya) saya bisa memaklumi.
Ceritanya Sabtu kemarin, saya kehabisan bahan buat masak minggu ini. Beras cuma tinggal sedikit. Di kulkas cuma ada kornet, 1 buah telur dan coca cola sekaleng kecil plus jus guava kemasan yang mau habis.
Meskipun salah satu teman saya, Deria si Miss Heboh itu melarang saya dan Anna untuk belanja karena ia masih punya sayur alasannya, saya bersikeras dengan Anna yang memang sudah kehabisan logistik untuk makan minggu ini. Kami sudah sadar sekali kalau belanja itu tetap best way to save our money. Bayangkan saja dalam 1 minggu saya bisa menghabiskan 30.000 rupiah saja untuk lauk pauk dan sayuran yang bisa kami simpan di kulkas dan masak sesuai selera, belum lagi bonus buat teman-teman di kantor saya yang pasti akan dengan lapang dada menerima limpahan lauk pauk yang saya masak.

Sabtu itu memang panas sekali. Tapi akhirnya kami bertiga (saya, Revi dan Anna) tapi tiba-tiba si Miss Heboh Deria yang masih "trauma" dengan tragedy pencurian di kamarnya mendadak ikut dengan alasan tidak ada siapa-siapa di apartemen lantai 2. Ah, dasar lw. Kan ada densus 88 antiteror yang siap mengusir siapa saja yang bakal mengganggu keamanan seluruh kamar apartemen Bu Tuti ini????

Lalu kami pun berempat menapaki satu demi satu langganan kami di Pasar Cipete (cuma butuh 5 menit berjalan kaki ke pasar ini dari kos kami) dan mampir dulu membeli Combro dan Misro untuk dimakan rame-rame.
Pagi yang panas dan pasar masih sesak. Saya sudah niat sekali bikin kudapan lumpia saus taocho seperti yang ibu saya bikin.
Sampailah kami di tukang kulit lumpia dan makanan jadi lainnya. Si Ibu dan Bapak ini memang laris karena barang dagangannya paling lengkap dan murah. Saking lamanya pelayanan yang saya dapatkan tiba-tiba ada aroma aneh melewati saya dan napas saya menjadi sesak.

"Pi... keknya gw ga kuat deh!" Ujar saya pada Revi. Si bocah bontot yang biasa dipanggil jablay cilik ini senyam senyum saja melirik saya. Sampai di tukang sayur sebelah, saya melihat Deria menawar sawi. Saya berdiri di sampingnya. Sambil menunjuk kursi di belakang si tukang sayur. "Gw mo duduk." Deria dan Anna serta Revi hanya melihat saja dan membiarkan saya duduk. Saya memejamkan mata dan melihat ketiga teman saya masih bingung mengamati saya.
"Wah.. mbak Susan mukanya pucettt bangettt." Kata Revi, sialan, dari tadi lw kaga denger apa yak?
"Waduh. Lapar kali tuh anak." Kata Deria. "Kasih combronya mbak Anna!!." Lanjutnya. Saya ingin teriak. "Gw ga mau combroooo, Lw ke sini dong buat gw sandari. Kepala gw berat banget nih." Tapi saya sudah tidak kuat meminta tolong. Pandangan sudah kabur, Pendengaran sudah hilang. Yang ada hanya napas yang makin berat. Berat sekali. "Pulang ya? Naik bajaj. Mana sih bajajnya?" Katanya sambil tolah toleh. Biasanya bajaj juga lwat pasar kaget ini tapi saya yakin tidak akan ada bajaj lewat di tengah-tengah jalan yang lagi ramai menjadi pasar ini.
Sampai akhirnya Revi memberikan aqua dingin!!!! Iya Aqua dingin dan desperatenya saya langsung saya minum dan menyenderkan kepala di sampingnya. Revi diam dan makin banyak terdengar suara-suara ribut di sekeliling dan tiba-tiba suara bapak-bapak yang sesudahnya baru saya sadari adalah bapak penjual kulit lumpia tadi memijat telapak tangan saya dan leher saya.
"Mbak bisa pijit lehernya?" Katanya pada Deria. "Ih.. gw takut kalo kudu mijet leher!" Lw apa sih der yang ga takut? Listrik takut, kompor nyala takut, maling takut, sekarang mijit leher juga takuttt?" Ampiiiun. Lalu si bapak tadi langsung memijit dan saya bilang ke Revi, "mo muntah Pi. Mo plastik!"
Plastik bungkus combro dan Misro Anna dikorbankan ketika si pemiliknya sibuk mencari teh gara-gara protes keras para ibu-ibu yang melarang air mineral dingin diberikan pada saya. "Kasih Teh hangatttt!!! Jangan Aqua dingin!!" Katanya.
Lalu. Plastik sisa combro tadi dipegangi sama Revi dan Deria. Seolah-olah saya tdak bisa memegangnya. Aduuuhhh... tapi saya sukses Jackpottt. Tiba-tiba Anna datang dengan teh hangat manis yang benar-benar menolong mengembalikan keringat dingin dan pengelihatan saya. Pendengaran saya juga berangsung-angsur normal sesudahnya dan mendapati orang-orang berlalu dan bertanya pada saya, "Itu masuk angin kasep mbak. Jangan dikasih air dingin. Kasih Teh manis hangat!" "Nanti kerokan ya mbak." "Tuh sudah ga pucet lagi kan?" "Mbaknya ini sakit tapi ga pernah dirasain ya?"
Dan saya bengong, menikmati angin di belakang saya yang dihembuskan oleh si bapak tadi lewat kipasan dari korannya.
Tapi masih deg-deg-an. Seperti baru keluar dari ruangan sempit tanpa udara dan kegelapan. Revi dan Deria masih di samping saya meminta saya menghabiskan teh hangat manis.
Sesudah agak kuat saya berjalan lagi pelan-pelan pulang. Bukan sih... belanja lagi sedikit dengan napas terngah-engah dan kepala yang makin berat. Apalagi di tengah jalan ketiga teman saya yang lucu dan baik-baik tapi perlu ditraining P3K, SAR dan PMR ini saling menyalahkan saya.
"Gara-gara lw san, gw dimarah orang sepasar!" Kata Anna.
Deria dengan hebohnya menirukan teriakan orang-orang.
"Jangan didiemin mbak! kan udah dikasih aqua dingin buk. Jangan Aqua dingin! Teh hangat yang manis. Gw bingung deh beli teh di mana. Akhirnya Anna yang beli mana mukanya biingung cari-cari warung!"
"sebelum diminum mbak Susan. Revi minum dulu tuh tehnya, si Ibu sayurnya ketawa tau!" Aku si Jablay Cilik.
"Sialan lw!" Jawab saya.
"Gw kan udah punya feeling tadi jangan ke pasar. Lw ga nurut gw sih!" Kata Deria, Jablay salatiga yang baru kemalingan HP 6jutanya!
Dan perut saya makin sakit juga kepala saya karena kebanyakan tertawa sesudah mendengar pengakuan saya selama acara pingsan mendadak di Sabtu pagi ini.
"Naik gunung aja lw ga pingsan. Eh ini ke pasar aja lw langsung bikin kita dimarahin orang sepasar."
Hahahahha....
Sepulang dari pasar, karena mulut mereka akhirnya ibu kos juga mendengar dan langsung sigap mengantar sepiring cap jai buat sarapan pagi itu.

Selain realy-realy thankful to my friends that morning plus beberapa ibu penjual sayur dan ibu -ibu yang ada di pasar sabtu pagi itu, I wish there's a candid camera!!


*What a Hard Saturday Morning...

Monday, January 4, 2010

Jembatan Surabaya Madura




Akhirnya ada juga kesempatan untuk jalan-jalan menyusuri jembatan Surabaya Madura via Platuk (omahku iku rek!) bersama Ayok temen saya waktu KKN yang bersedia meluangkan waktunya menajak saya muter-muter.

Untuk melewati jembatan ini kita cukup membayar 3000 saja dan hanya dalam tempo 15-20 menit kita sudah sampai ke Pulau garam ini. Jauh lebih cepat daripada naik ferry yang membutuhkanwaktu 1 jam dan antrian yang lama. Jembatan ini terbagi menjadi 2 bagian, satu untuk pengguna motor dan satunya lagi untuk angkutan roda empat atau lebih.

Sempat berpikir juga sih untuk menyusuri pedalaman Madura yang lebih menarik daripada kawasana di sekitaran Suramadu. Namun karena waktu yang sempit dan tidak ada persiapan jadinya kita hanya memutari daratan buatan itu sejenak untuk berfoto-foto serta mencuri-curi pose saat jalanan kosong. Konon, kalau ada polisi bisa ditilang kalau kita berfoto di sepanjang jembatan...

27-12-09