Thursday, December 27, 2007

kerispatih

KerisPatih - Untuk Pertama Kali

aku temukan lagi sebuah cinta
di dalam aura hadirmu
aku rasakan kelembutan hati
di mimpi indah kasihmu

kita bisa nikmati rasa ini
walau segalanya jelas terlarang
kita bisa saling menyayangi dan mencoba
tak peduli keadaan ini

reff:
dan untuk pertama kali
cintaku terbagi
dan ku ingin memilikinya
dan untuk pertama kali
ku sangkali janji
dan bahagia mencintanya

Wednesday, December 26, 2007

berat

Dan hanya senyum saja ketika sapaan itu tiba-tiba membisu
Mungkin ada besi yang menggantung di bibirku hingga terasa berat untuk memanggilmu
Ternyata sakitku lebih dalam dari sakitmu

Tuesday, December 4, 2007

Tabrakan yang Ketiga

Tabrakan itu terjadi lagi di tempat yang sama seperti tahun kemarin, Oktober 2006 dan tempatnya sama persis. Dua tahun sebelumnya, Desember 2005 tabrakan yang lebih mautpun aku alami, kira-kira 200 meter dari TKP kemarin yang menyebabkan beberapa jahitan membekas di kelopak mata dan celah antara mata dan hidung.

Kali ini Desember 2007 Kiranaku tersayang kena getahnya. Dan siap-siap membawanya ke bengkel untuk perawatan dan akupun merelakan diri untuk duduk diam sementara sembari menunggu therapy. Masih diperkenakan kah aku untuk berjalan menjelajah alamNya, ataukah ini peringatan dariNya untukku supaya diam sesaat.
Tapi kaki ini sudah gatal untuk berjalan jauh dan mendaki keterjalanNya .....

The Bosses

Beberapa kali pindah kerja dan beberapa kali bertemu bertemu atasan yang berbeda, rasanya menyenangkan, menyebalkakan, lucu, dan menggemaskan kadang. Typical-typical yang berbeda yang membuatku kadang harus tertawa, cemberut atapun menangis.

Ada dua Bos yang melekat kuat di memoriku.

Satu Bos yang dulu sekali kutinggal setahun yang lalu karena aku harus moving ke Jakarta. Sebut saja namanya  Mr. Chow.

Mr. Chow nih lucu tanpa dia sadari, dari kebiasaan menaikkan celananya, sampai lupa menutup (maap) jendela celananya dari pagi dia datang sampe pulang kantor. Aku ga ngerti apa memang jendelanya itu dol atau dia sumuk alias panas?? Huekekekekek…..

Lebih parah lagi adalah salah satu kebiasaan joroknya. Membuang gas di sekitar ruang ber AC yang kalau dibiarkan tertutup bisa meracuni semua makhluk hidup di dalamnya termasuk kami yang waktu itu sedang rapat di ruangannya.

Udah  gitu pake diakhiri kata-kata “ah….” Dari mulutnya. Kita semua Cuma menunduk dan meso-meso …”gendenxxxxx, sintingggg, Kok urip….” Cepet-cepet kami keluar ruangannya dan “hahahahahaahhaahah… lo mukanya ungu to?” begitu celoteh kami sekeluarnya dari ruangan Mr. Chow.

Another stupid but always remember that it was his first symptom of being un-predictable boss is waktu itu aku ada di satu ruangan ma dia. Ruangan dia di lantai 2 – kami memang punya 2 lantai saja… Tempat duduknya berhadapan dengan kaca yang bisa ngelihat semua pemandangan di depan. Pagi itu ada kabel rusak di atas dan mengharuskan pegawainya untuk memperbaikinya. Lalu naiklah si pegawai bernama Andri dengan PD-nya ke atas dengan bantuan mesin katrol ke atas dan pastinya melewati jendela kaca di depan Mr. Chow tadi. Ntah ngelamun atau spontan, sewaktu ia melihat Andri, langsung saja dia memanggilnya Ndri….” Si Andri cuek bebek. “Lho… nggak dengar apa Andri ini! He! Ndri… ini lo kerjaanmu belum selesei”. Aku di sebelahnya Cuma melongo dan bingung dan pengen ketawa, tapi ga enak, sungkan.

“Pak, mas Andri kan di luar. Pasti ga dengar.”

Dia pun melongo balik. “Oh iya ya….”

 
Bos terakhir yang kupunya kusebut sebagai Jet Lee. Perawakannya memang mirip Jet Lee. Cakep, gagah n ganteng. Awal mula ketemu pasti beranggapan bahwa dia bos berwibawa, fair tegas dan bijaksana. But then, in few days after joining the company, semua berbalik 3610 jauh banget dari perkiraan. Jika sedang marah kepada siapa saja dalam kantor itu, something silly, unpleasant vocabularies bisa terdengar dari lantai 1 (ruangku bersebelahan dengannya di lantai 3) lengkap dengan kutukan, ancaman dan  pisuh-pisuhannya yang kalau ditranslate bisa-bisa berderet panjang.

Bukan bos yang kuharapkan. Ga bisa ngayomi hati supaya tentram. Ga bisa membuat aku adem dan bukan sebijaksana yang pernah kukira. Seorang bijak ga akan menyebut bawahannya dengan berbagai nama-nama binatang untuk membuat hatinya lega. Seorang bijak ga akan mengulangi kesalahan untuk menyiksa orang-orang yang memeras keringat untuknya sebagai ajang untuk menumpahkan marah A psycho who can explode occasionally.

Memang benar ketika kita memutuskan memasuki satu lingkungan kerja yang baru, kita tak bisa memilih boss kita nantinya seperti apa. Namun kita berhak memilih satu tempat kerja yang menghargai kita sebagai manusia bukan binatang yang bisa dilatih untuk memuaskannya saja. Dan karena itu, sebelum saya diinjak lebih parah saya memilih mundur dan tak bertautan dengan kesempitan otak. Dan meskipun beberapa kali saya ditahan untuk tidak keluar, saya memilih merelakan untuk tetap memegang teguh prinsip bahwa pegawai layak mendapat penghargaan dan ketenangan jiwa.  

Thursday, November 29, 2007

Bon Voyage...

Andaikan kau tak berkhianat padaku, memegang semua janji-janji dari lidah tak bertulangmu dan tak meragu untuk tetap memilihku. Mungkin sekarang aku akan mengantar kepergianmu lagi seperti dua tahun silam saat kau pergi mengarungi laut lepas menjajaki pulau-pulai lain dan menunggumu pulang hingga tahun berganti.
Sayang, semua hilang karena nafsu dan kesetiaan tipis  yang ada padamu.

Dan beberapa jam yang lalu kau berpamitan ke satu negara bernama Libanon,   menjalankan tugas negara, katamu. Kau masih sempat memintaku menunggu.
Namun ah, andai saja aku masih tidak kapok. Andai saja rasa itu masih ada...

Bon Voyage kawan... Sampai jumpa lagi. Ya, aku akan menunggumu untuk bercanda sebagai kawan yang menyenangkan dan lucu (seperti ucapmu dulu).

P.s. Kalau sempat, sebelum bertaruh nyawa di medan perang jangan lupa tuliskan surat wasiat pembagian harta gono gini kita.

Menikmati Batu dan purnama di Panderman

Staring
Leading Actors plus Cameo :
Rudy "Ary" Linga
Susan"Amara"Lingua
Johan "Francois" Lingua

Supporting Role Actors:
Mamanya Johan
Papanya Johan
Ibu penjual Pisang
Bapak penjual es Campur

Ke Malang lagi neeh. Lebih tepatnya di Batu, di rumah Johan yang nyaman buat ngadem, aku menuju ke sana. Bertemu dengan orang tuanya dan berdiskusi banyak hal membuat aku lupa akan kebosanan dan panasnya Surabaya. Jam menunjukkan pukul 8 ketika Jo bilang bahwa Raden Mas Rudy sudah ngendon d depan masjid alun-alun batu mengingatkanku bahwa kita akan ke Panderman. (Saking enaknya leyeh-leyeh, mo naik gunung bisa lupa).
Dan malam itu kamu bertiga dengan nescafee dan teh panas yang kami masukkan dalam flask, dan dengan mata ngantuk (namun karena sudah diniatin) berangkatlah kami ke mall di atas puncak panderman yang ada di belakang rumah Johan).

Sepanjang perjalanan tak lelah kami bercanda dan tertawa.
"Jadi lw pernah kerja di sana San?" kata Rudy sambil nunjuk salah satu vila yang kami lewati.
"Iye"
"Berarti lw pembantu gw dong"
"Ha? Lw majikan gw yang idiot itu?"
"La, pembantu gw itu lebih idiot dr gw!"
Setelah puas ketawa sambil ngos-ngosan dan Johan masih asik menelpon seorang oknum untuk pamit ke naik ke Panderman (et dah.. ke Panderman aja minta di SAR) kami terhenti sesekali menikmati pemandangan kelap-kelip Batu di malam hari . Merasa panas, melihat Johan asyik menelpon, akupun menelpon juga minta di SAR kalau sampe 2 minggu ga ada kabar (hahahahhaha). Sedang Rudy ternyata juga panas tangannya pengen mencet nomer telpon temannya yang bernama "bini" yang katanya besok subuh mo ngajak dia jalan-jalan ke pasar pagi di Gajayana.
"Sayang... celanaku kok kamu pake sih... salah neeh. Ayo lepas lagi" kataku di dekat Rudy yang nahan tawa gara-gara si "bini" mendengar bacot-baotku dan Johan di sebelahnya. Sori ya Bin, bukan maksud aku pake celana Rudy. Apa daya Rudy emang suka suka ga betah pake celananya sendiri.
Dan jalanan beraspal yang cukup membuat kami lelah selama 1 setengah jam ini akhirnya menghantarkan kami pada pertigaan di sebuah masjid. Finally we had to choose which way to take. Johan memutuskan untuk melewati salah satu jalan itu. Dan menyalakan speakernya sambil sesekali berhenti untuk ngopi dan ngeteh kami berjalan. Ntah berapa kemiringan yang harus kami tanjaki dan berapa banyak pemandangan lembah di malam hari yang menyambut kami di bawah sinar purnama. (Hemmm... Purnama, fullmoon, wow kalo ngga birahi, bisa-bisa 2 makhluk itu berubah jadi manusia srigala -pikirku). Fullmoon juga yang membuat kami tak perlu menggunakan senter untuk melangkah di malam hari. Padang tenan malam itu.
Setelah sempat nyasar dan kehilangan arah dan tujuan, kami menanjak lagi.
"San, ingetin aku untuk bilang sesuatu ya kalo dah sampe atas." kata Johan. Et dah. nih orang mo apa lagi nih? Jangan-jangan hal-hal mistis dan nakutin.
"Rudy, lw depan aja deh." pintaku
Dengan pasrah Rudy menurutiku meskipun ngos-ngosan. Di depan ada batu gede banget.
"Puncaknya itu ya Jo?"
"Iya. Ada batu besar"
Alhamdulillah berakhir sudah semua penderitaan malam selama 4 jam itu.
Dan dalam hitungan menit, Rudy sudah ngorok . Johan masih sibuk dengan api unggun di sebelah kami. Aku pun mencoba lelap diatas unyil kesayanganku. Luv u Nyil.. hehehe.
Ketika jam menunjukkan pukul 4 dan udara makin dingin, kuingatkan Johan untuk memakai jaketnya. Tapi ntah dapat kekuatan dari mana nih orang masih kekeh minjemin jaketnya ke aku. (Makasih Jo... ) Mungkin atmosphere salju dah merasuk di tulang dan sum sumnya.
Around 5 a.m It's sunrise. Time to narsis. Dan kamipun bersiap-siap jadi modelnya Johan. Poto dari tema kebelet, pre-divorce, merangkak sampai pose-pose di atas batupun diabadikan dalam kameranya. Btw, aku juga seneng banget akhirnya si osprey ketemu kakak kandungnya di Panderman. hehehehehe... Akur banget deh.

At 7.00 kita going down dan ketika bertemu dataran kami berhenti untuk pemotretan sampul kaset album terbaru kami dengan single hotnya "Bila kuingat-tak ingat-ingat". Pose model Naruto sampai pose loncat-loncat kami lakuin (terinspirasi oleh gatalnya dengkul begundal di Ranu Regulo kalee).

Perjalanan turun yang menyengsarakan kaki menyebabkan kami harus berhenti berkali-kali karena menahan sakit. Dan keinginan untuk menyantap pisang goreng di otakku akhirnya terkabul. N guess what? nggak hanya itu, di satu sudut pasar itu si Ibu penjual pisang juga menjual tempe kacang or tempe bungkil. Yessss.... Sudah lama aku ngidam tempe kacang. Keajaiban terus berlanjut saat kami menemukan es campur yang seger habissss.
Sambil menenteng pisang dan tempe kacang kami pulang di bawah teriknya matahari Batu yang kurang bersahabat. Panas cuy.... :(
Momnya Johan ternyata baik banget sampe bersedia nggorengin pisang ma tempe kacang plus buatin pecel untuk mengisi perut-perut busuk ini.
Setelah makan bareng-bareng dan berbincang bersama akhirnya kami tepar sampe jam 3 sore.

Well it's time to leave the laughter. Let's get back to our reality show.


  • To Johan and Family... buat sambutan hangatnya kepada kami terutama Rudy yang anak kos hahahahha... Sampaikan maaf atas kerepotan yang kami buat selama di sana.
  • To Rudy yang mo ninggalin kota apel dan pulang kampung. Good luck ya Rud. Makasih buat baso Damas-nya dan buat direpotin nggotong tenda aku sampe ke terminal. We'll see again someday.

What a day

Sunday, November 25, 2007

Ketika LINGUA Teg Tog Panderman




Ya dan kami pun (entah karena kurang kerjaan atau dah bosen di rumah) akhirnya kami memutuskan teg tog ke sebuah "gundukan" bernama Panderman
Kami start dari rumah Johan jam 11 malam, dan setelah nyasar berkali-kali tibalah kami di puncak jam 3 pagi disambut oleh batu-batu besar di atasnya
dan kamipun turun jam 7.
On the way down, kita bernarsis ria... inilah hasilnya

Sunday, November 18, 2007

Laughing of the Rain

"Lu jangan turun Blok M. Henti di Alazhar aja, ntar gw jemput" Begitu SMSnya. Dalam beberapa menit sebelum aku sempat membalas SMS itu, dia langsung telpon. "Jadi ke sini ga lw?"
"iya gw dalam perjalan" Padahal aku baru bangun n harus ngejemur baju yang baru aku cuci tadi pagi.
1 jam kemudian setelah tertidur dalam bus transjakarta, gw henti di Al Azhar dan disambut dengan derasnya hujan.
"Doel gw di Al Azhar, lw di mana?"
"Gw di rumah. Lw tau kan kl ini hujan? Tunggu aja ntar gw jemput"
Aku cuma ketawa aja membaca sms juteknya. HP gw berbunyi terlibat satu pembicaraan serius dengan suara di seberang sana. Sambil tersenyum, gw asyik bersandar di jendela koridor busway tanpa menghiraukan orang-orang dan hujan tapi tetap menikmati butiran-butiran yang jatuh menyirami siang jalanan di depanku dan suara di seberang sana. Setelah pembicaraan usai tak berapa lama sesosok makhluk beraincoat doreng dengan sepeda BMX dan payung gede ditenteng berdiam tepat di depanku yang terbatas oleh kaca. Tersenyum manis dan lucu sambil melambaikan tangannya. Kok ya ada makhluk aneh naik sepeda sambil ber-rain coat di tengah hujan kek gini. Niat banget tuh orang.
Waitttt. Ternyata...... DOEL. Langsung berlari langkahku keluar koridor dan menerabas hujan yang tetap mengarah di sekitar jembatan busway. Tak sabar langkahku untuk segera mengarah kepadanya dan seperti di slow motion gw langsung menuruni tangga dan menghambur ke arahnya. Pandangan orang-orang di sekitar tangga mengarah pada kami. (yang ini agak didramatisir)
"Doellll...." Aku tersenyum ke arahnya "Aku juga bawa payung"
"Ye... nih kubawain yang besar. Nih yang kecil juga ada." Mirip ma sales payung. Masih tak kuhiraukan apa yang dia bicarakan barusan.
"Rumah lw jauh?" tanyaku
"Jauh"
"Terus kita jalan aja ya? kamu yang bawa sepeda"
"Jauh San... Lw naik aja"
"Haaa???!" Kek kesamber petir. Don't ask me to do something silly ya.
Sambil mundur di belakang sadelnya dikit dia menepuk bagian depan sadelnya yang hanya beberapa centi itu.
"Lw duduk di sini aja. Tenang san. Gw ga napsu ma lw !"
My dog. "Gila. Oga. Gw jalan aja deh kamu jalan di belakang San."
"Ya sudah.. coba aja kalo mau" baru beberapa langkah, kumelirik ke Doel.
"Kalo ga di sadel boleh ga?"
"Ya di sini aja." Sambil nunjuk stang
kita ngakak bareng...
"Aku pilih di tengah aja deh."
"Ya udah ayo kamu di tengah macam pre-wed gitu."
Masih dalam kondisi hujan dan tawa yang hampir meledak, aku menyerah untuk dibonceng posisi miring di atas sepeda kecilnya dan sepittt banget. Terakhir kali aku bersepeda dan berbonceng macam ini pas aku kelas 2 SD. Nggak tau pake sepeda siapa waktu itu. Masih ga henti juga aku tertawa mendapat sambutan seperti ini oleh Doel.
Sedang Doel?? Cuek banget mengayuh sepedanya. Sopir bajaj dan metro mini yang melintas sampe terheran-heran melihat ke arah kami. kok bisa ya sepeda kecil kek gitu dinaiki berdua di tengah hujan lagi. Waras ga sih tuh 2 orang?
Hahahahaha....
"Lw itu harusnya bangga San, gw ga pernah sepeda pre-wed seperti ini. Ma pacar gw aja ga pernah, mana hujan-hujan, gw yang genjot juga. Lw diem aja duduk manis ga usah ketawa. Ntar makin berat beban." Protes Doel di sela-sela nasihatnya. Masih sempat juga dia berhenti untuk beli rokok. Ntah apa yang ada di pikiran si pedagang rokok.
Orang kampung mana ya? siang-siang bersepeda :D

Sesampainya di "rumah"nya, aku di sambut dengan mi dan telor makanan wajib ku tiap kali aku berkunjung ke rumahnya dahulu. Tapi lagi-lagi aku harus masak sendiri.
"Lapar ya? ganjel pake mi ma telor ya, masak sendiri. Ntar aja makannya. Lw juga datang ga bawa nasi atau apa kek." Awas lw ya Doel.
"Habis lw makan, jangan lupa bersihin tempat ini ya Banci.
Aku tetap asyik makan dan pura-pura budeg. Namun, pada akhirnya aku bantuin juga bersih-bersih ruangan kerjanya yang hemmm berantakan banget.

Doel, sudah jadi pengusaha kecil-kecilan yang insya Allah akan menjadi besar. Masih lucu dan selalu membuat aku tertawa. Masih jago nyela. Apapun yang ada di diriku dicela habis. Dan masih juga jadi tukang ngobrak abrik pas waktu sholat tiba. Hanya saja dia sudah tidak lagi menjatuhkan panci dan nesting lagi. Dulu waktu kami semua tertidur di subuh buta, dia akan dengan giat menjatuhkan nesting dan panci-panci di atas lantai supaya kami kaget dan akhirnya bangun untuk subuh. Usil banget ya. Mana ngejatuhinnya tepat di depat telinga kita. Jadi kagetnya ga ketulungan deh. Doel juga udah males naik gunung (ngakunya hari itu gitu) lebih suka bersepeda ke mana-mana.

"Banci, ke ratu plaza yuk.." katanya.
"Ngapain"
"Nyari hanger tuh. Buat jemur baju. Gw ga punya hanger. Lw juga kudu makan kan?"
"Bilang aja minta ditemenin."
"Di temenin ma lw? ih amit-amit. Ini juga karna gw ga tega liat lw jauh-jauh dari Surabaya ga pernah ke tempat rame"
"Iyaaaaa.." Biar dia henti ngeledekin aku.
Dan berjalanlah kami ke ratu plaza naik metro mini diiringi tawa dan becek di sekeliling kami. Kadang kala dia menyalipku supaya dapat berjalan duluan. Atau kita berjalan cepat supaya ga keduluan. Mirip anak TK yang pengen cepet-cepet berebut kacang ijo.
"Lw seneng banget sih hari ini? Ceria banget gitu" katanya. Mungkin karena melihatku tertawa terus.
"Biasanya juga gw kek gini"
Namun, hari itu lain. Aku tersenyum lepas bersama Doel. Sudah hampir 1 tahun aku tak bertemu dengannya secara dia sulit banget kalo ditemuin.Atau kadang kami tak punya waktu seperti dulu. Saling bercerita tentang masa-masa yang pernah kami lewatkan bersama ataupun masa-masa di mana kami jarang bertemu, saling menghina (yang mana aku pasti selalu kalah telak) ataupun berbuat yang usil pas di atas metro mini. Dengan wajah lempeng dia bergoyang-goyang di atas tempat duduknya ke atas ke bawah ke kanan ke kiri.
"Apaan sih lw?"
"Sssst... gw lagi niru adegan duduk di atas angkot yang lewat jalan berlobang"
Hahahahaha.... aku nahan tawa dan cuek meskipun orang-orang memperhatikan kami.
Dan keadaan seperti ini tetap berlangsung selama kami sama-sama jalan ke arah yang sejalan di atas transjakarta, aku masih saja terhibur dengan tingkahnya yang memang lucu dan disengaja. hiks... Senang bisa menghabiskan hari itu bersamanya, walaupun kadang nyebelin.

==============================
For Doel yang lucu dan ngangenin... :D

Friday, November 16, 2007

Berg Spot via Geger Bentang - January 2007




Maunya ke Pangrango, tapi terhenti di Berg Spot.
Something that I'll be missing someday.
Staring : Susan, Doel, Om Agam, Qiting

Thursday, November 15, 2007

BT = Be Te = Begahnya Tinggiiiii

Mungkin gw terdengar sadis, kejam, perempuan yang tidak punya hasrat kemanusiaan, oportunis, egois, ga punya empati dan lain sebagainya. Di matamu mungkin seperti itu. Tapi whateverlah aku hanya manusia biasa yang kata salah satu orang terdekat gw, "ekspresive". Kalo ga suka ma orang ya udah ga akan bisa nutupin. Tapi kalo dah suka... apapun akan gw lakuin untuk nunjukkin kualitas rasa sayang gw ke orang itu. No matter he's guy or gay or girl.
That's me.
And it is obviously seen few days ago when I finally compromised with him, let's say he is Mr. Joko Ntah Berat Ntah Begah  (Mr. JNBNB)  from State of Long-long Distance . I name someone based on how I see and what I feel gicu deh... hahahaha. Pernah saking Berat and begahnya, someday pas dia berdiri dari seatnya, celananya turun hampir separo dari buttocknya. OH MY GOD (baca oh mai jod) dia ga pake pant?? Jorok... Mr. paling jorok yang pernah gw temuin. Apa semua Mr-Mr itu ga pernah pake pant ya? Maksudnya apa? Mo pamerin the bird and the hill??? siapa yang nepsong??? Gw sampe malu jalan ma dia dengan kecuekannya yang ah... bukan gw banget. N berkali-kali pula gw marah-marah ke dia dengan tingkahnya. Belum lagi kebiasaan makan dia yang luar biasa anjritttt.... bilangnya nggak, tapi pas disodorin di mukanya langsung di-emplok habis......... Ada juga orang ek gitu.

Back to the topic, nah si Mr. JNBNB ini dengan PD-nya datang ke Negeri Indo yang semula rencananya akan datang pas gw Ultah kemaren. - gw heran, sebegitunya gw di matanya... sampe gw Ultah aja dia bela-belain mo datang, tapi ga jadi. Artinya ya tetep aja ngibul abis alias nonsense alias kaspo (bhs surabaya-nya). Finally he came to Surabaya just in time when I had to leave for Jakarta. Guess what, he flew to Jakarta and wanted to see me, still.
What a Mr JNBNB...
Still he insisted to ask me accompanying him to somewhere around my beautiful and lovely and wonderful country.
"I cant. My students have been waiting for me" artinya "Gw ga bisa, Ndul!"
"U're so meant" Gw tau gw meant banget ma lw, kenapa masih ngejar-ngejar gw???.
The more I meant to you, the more you chase me yachh??
Finally, as I stated in the previous sentences that I accompramised with him. We went somewhere spending the day together, yang sebetulnya ga bener-bener spending the day banget.
Seluruh urat-urat muka gw tekuk abis, hampir bisa diitung juga gw ngomong sambil ngeliat dia - di dekatnya gw hobi banget buang muka, malas... kalo didengerin terus dan serius ntar merambat ngomongin perasaannya ke gw, n gw makin eneg- It happens all day long on the train which brought us somewhere.
Gw bilang ke si Mr tadi kalo gw mau pergi dengannya karena gw cuma balas kebaikannya selama ini, more than that I'll kick him and prefer to fight till I die. Hehehe.. Dramatis getho lo.
Bisa dibayanginlah jalan ma orang yang kita sendiri ga pengen jalan ma dia. Bawaannya ga fun meskipun kita berusaha sekuat tenaga supaya kita bisa fun. Tapi back to laptop. we can cheat anyone but too difficult to cheat our heart. Nah kalo gw udah ga bisa cheating my heart, gw pasti dah mulai bertindak ekspressive. Please see the following examples:

"Susan how do you feel? Are you happy?"
"I'm not!" dengan muka yang supre dupre lempeng n langsung buang muka like flash
"Don't you want to marry a Bule?"
"I will marry anyone as long as I love him!"

That's it..... Well... I've been trying to be happy but seems that I failed. Sorry I can't be a good companion. Karen gw tau di balik itu semua lw ada maksud, ada udang di balik perahu, ada kura-kura di balik batu. No matter how you tried to convinced me that u're not gonna hurt me but aku udah bad thinking first... that's how I defend myself. Never trust to any guy unless you love him. Stupid but it's gw githo looohh!!!
Jadi each time he tried to touch me... to touch every single inch of skin, I'll try to escape from him.. kek tikus ma anjing, sumpeh deh sampe-sampe pas gw duduk di satu tempat trus dia try to sit next to me, gw langsung berdiri dan mencari tempat duduk lain gara-gara gw ga pengen ngasih any small single chance for him to get intouch with me.
Harusnya ada rekaman yang mengabadikan how I escaped from him. Hahahaha... Lucu banget dah.

Gw jadi inget kalo gw pernah berada dalam posisinya. Posisi di mana gw tidak diharapkan dan diinginkan untuk ada di sampingnya. Posisi di mana gw adalah sebuah benda haram untuk disentuh. Sangat ga nyaman berada di posisinya namun di satu sisi, gw tau ada hasrat dalam dirinya untuk menunjukkan bahwa dia sayang dan ingin memenangkan gw sebagaimana gw dulu berusaha untuk meraihnya. Kasian banget nasib gw. Kasian juga nasibnya. Untung gw nyadar aja segera pergi menjauh dari posisi terhina dan terinjak macam itu.
Dan bukan salah gw kalo ga ada mood padanya secara dari awal udah gw tegesin kalo gw ga ada rasa ke kamu, no matter how you tried to.

Dan untung aja deh, meskipun gw jutek, Bete ma dia... masih bisa dengan waras gw bertahan nemani dia jalan-jalan dan melihat-melihat indahnya negeri-ku yang dia ga pernah punya dan miliki.

============
aku ga punya kewajiban untuk membalas cintamu kan???

home

by : Michael Buble


Another summer day has come and gone away
I’m in Paris and Rome, but I wanna go home

‘May be surrounded by a million people
I still feel alone, just wanna go home
Oh, I miss you, you know

And I’ve been keeping all the letters that I wrote to you
Each one a line or two, “’I’m fine baby how are you?”
Well, I would send them but I know that it’s just not enough
My words are cold and flat and you deserve more than that

Another airplane, another side place I’m lucky I know
but I wanna go home, I gotta go home

Let me go home
I’m just too far from where you are
I wanna come home

And I feel just like I’m living someone else’s life
It’s like I just stepped outside when everything was going right
And I know just why you could not come along with me
This was not your dream, but you always believed in me

Another winter day has come and gone away
It neither Paris or Rome and I wanna go home
Let me go home

And I’m surrounded by a million people
I still feel alone and let me go home
Oh, I miss you, you know

Let me go home
I‘ve had my run
Baby I’m done
I gotta go home

Let me go home
It’ll all be alright
I’ll be home tonight
I’m coming back home

 

ngimpiin mimpi

Ada satu blog teman yang saya baca sebelum saya pergi meninggalkan kotaku tercinta beberapa minggu yang lalu. Blognya bercerita tentang mimpi. Yang pada intinya menceritakan cara dia menghapus mimpi-mimpinya.

Hem, cukup menginspirasiku dalam dunia nyata untuk berusaha menghapus mimpi-mimpi yang ingin kuraih namun karena beberapa hal membuatku harus memutuskan untuk menghapusnya pelan-pelan dan satu persatu (aku ngikutin teorinya :D).
Ngga tau juga. Sepertinya sudah lelah aku bermimpi setelah apa yang pernah kuimpikan tak banyak yang tercapai.
Dan ntahlah, mungkin Gusti Ing Murbeng Dumadi, Tuhan sekalian Alam,  the God Almighty sedang asyik bermain dengan hidupku yang mungkin lucu bagiNya. dan tanpa sadar akupun terhanyut dlm permainannya dan tidak mau berusaha lepas.

Duh, Gusti Pengeran, jika saya harus berhenti , hentikan langkah saya dengan indah.
Jika saya harus meminta, jadikan sebuah permintaan itu dengan harga diri yang hanya Sampeanlah yang bisa memberikan harga yang layak dari yang mereka tawar.

Sunday, November 4, 2007

Jagoan kami




Inilah si penguasa rumah selam hampir 3 tahun terakhir. Namanya Hafidz Arifin Ilham Susanto. Waktu kecil, lucu banget ngegemesin dengan gurata-guratan halus berwarna merah di pipinya yang sampe sekarang jadi sasaran untuk kugigit tiap kali dia membangunkan aku di pagi hari.
Satu-satunya ponakanku dan yang paling disayangi oleh emak ma ayah di rumah...

Pernak Pernik kecil

Kemaren waktu pindahan kamar, ada beberapa benda mengusik mata untuk kutengok. dari buku - buku harian tempo dulu yang dipenuhi kisah kasih masa remaja (cuihh) , sebel ma guru-guru d SMP-SMA, dosen-dosen pas kuliah sampai berpuluh-puluh resolusi yang pernah saya tulis - yang sekarang sudah jarang  aku lakukan -. Ada juga poto-poto tempo dulu yang menarik untuk dilihat lagi. Namun ada hal menarik lainnya selain buku diary dan poto-poto tersebut. Satu kotak kecil berbentuk Sponge Bob yang bahannya dari seng yang ada di dalam 1 drawer yang memang sudah jarang pernah kubuka.

Semua berisi pernak-pernak kecil yang kadang kurasa sangat aku butuhkan. Dari hand Body kecil yang berbentuk tube, lilin aroma therapy, sapu tangan handuk warna merah, puff untuk mandi yang jumlahnya mungkin sekarang sudah lebih dari 5 dan halus banget kalo dipake + awet. Parfum-parfum kecil yang aku sendiri tak tau apa akan kuat dan ga pusing kalo aku memakainya (secara bukan terlahir dengan darah ningrat :)) ). Mungkin mahal mungkin juga nggak. Yang membuatku tersenyum adalah cream-cream penghilang kasar di kaki kalo habis naik gunung.
Hem... DJ - that's how I called him- Entah karena ingin membuatku senang atau memenangkan hatiku, DJ sering ngirimin aku pernak-pernik lucu dan kadang bermanfaat itu. Sepertinya harga barang-barang itu tak semahal ongkos kirimnya, kadang aku sampe ketawa aja tiap kali pak pos datang dan tanya isinya apaan? "hand body mungkin pak."
si pak pos pasti geleng-geleng kepala... Emangnya di Indo ga ada yang produksi hand body?

Apapun itu yang jelas DJ sangat perhatian. Lebih perhatian dari diriku sendiri. Satu lagi dia anti banget kirimin aku whitening cream yang orang-orang Indo banyak pakai. hahahaha...
Orang Bule mang suka banget ma kulit-kulit item kucel gini.
And ntah kenapa aku masih mengingkari takdir hehehehe....


Ke Jakarta aja deh

Start:     Nov 5, '07 12:00p
End:     Nov 12, '07
Location:     Surabaya -Jakarta
Pengen maen-maen ke Jakarta neeh... kangen ma Ariel Peter Pan n mau nengok keadaan Syaiful Jamil setelah diputus tali kasihnya sama Dewi Persik. Sapa tau setelah ketemu aku , dia bakal sadar "keknya nih perempuan yg harusnya gw kejar dari dulu... " (La emangnya aku maling?!).
Kemungkinan besar juga waktuku di sana akan akan tersita oleh Achmad Dhani. Aku harus nenangin dia. Kasih support, bahwa di dunia ini bukan Maya saja yang pantas buatmu. (Khayalan si miskin..... hahahahahhahahaha)
Pengen juga mampir ke Kebun Raya Bogor
Kalo sempet mampir ke monas sabtu or minggu pagi.
Dah lama ga liat bronis-bronis lari pagi ngiterin taman di bawah monas.. cuci matane sik rek.. :D.
See u.....

Saturday, November 3, 2007

Cinta yang seperti lilin itu....

Jika memang cinta kita seperti lilin, biarlah ia habis meleleh menerangi sekitarnya.



Kuingat, waktu pertama kali senyuman itu kembali muncul tanpa embel-embel tuntutan untuk mencinta.
Kuingat, saat semua bermula dari pertautan hangat yang membuatku tersenyum di pagi hari nan buta berselimutkan kabut dan kemuning.
Kuingat, ketika embun mulai mencair, kitapun melangkah sambil menyerukan canda dengan lepasnyayang mungkin payung berwarna
lazuardilebih mengerti apa yang kita tertawakan
Masih kuingat juga tatapan lucu diselingi sapuan peluh kita selipkan celaan tak bermartabat tentang kita dan juga tentang mereka.

Hingga, tanpa terasa genggaman kita pun menjadi keharusan untuk menghangatkan malam di bawah purnama nan dingin dan embun-embun yang mengitari napas-napas penghuni hutan yang kian menggigil.

Hingga kita tersadar bahwa langkah ini tak kan bertepi meskipun kita paksa.
Terlalu berat menapaki bukit dengan keterjalan berpuluh-puluh derajat dan jurang serta lembah di samping kiri dan kanan kita.

Jadi biarlah
jangan paksakan kaki ini tersiksa.

Selagi aku masih bisa memelukmu lewat mimpi
Dan selagi kau masih bisa menatapku lewat jiwa
Biarlah kita bertahan di sini menikmati hembusan angin yang membuat kita damai

Tanpa keinginan untuk meleburnya

===================
Untukmu yang tulus dan ikhlas seperti lilin yang menerangi temaram hatiku. Di manakah dirimu.....

Sabtu sore di balik jendela berkaca di dalam studio poto nan dingin. Suara guyuran air dari langit itu kian deras di telingaku meskipun suara Chantal Kreviazuk dengan "feels like home"-nya berulang kali menyumbat kencangnya hujan yang tak ingin kutoleh. Aku membelakangimu hujan, meskipun sudah lama aku merindukanmu.

Friday, November 2, 2007

To Honor You

Tak ada maksud menganggapmu tak terhormat dengan meniadakan aku sejenak saat di sekitarmu.
Hanya saja aku perlu waktu untuk tidak melayani amarah dan pertanyaan-pertanyaan yang harusnya tidak dialamatkan padaku di masa krisisku.
Jangankan menjawab dan memberi penjelasan, jika mungkin aku bisa tak melihat senyum-senyum itu sementara ataupun menerima cercaan sayang dari mereka yang bilang menyayangiku tanpa tau keinginanku...

Frigid

Ada saat di mana aku pengen sendiri tanpa perlu permisi harus berjalan dengan cara apa, kangen pada siapa ataupun tidur dengan merem atau melek.

Ada saat di mana aku tak butuh satu alasanpun untuk terlelap dan membuka mata.

Aku lagi pengen egois dan sepertinya mereka belum mengerti kenapa aku jadi seperti ini.

Dan rasanya bukan kepentingan mereka untuk tau kenapa si moody datang tiba-tiba bertepatan dengan kepulanganku dari kaki gunung itu.

Aku hanya ingin diam tanpa ditanya kenapa.

*************************

jika kunyatakan aku tak siap, bisakah kau terima..

jika kubilang aku sedang ingin melangkah sendiri, apakah kau pahami?

jika kubilang aku sedang merasa nyaman duduk sendiri memandang bintang dan merasakan sakit atas kesalahanku menginjak ranting yang patah semalam akankah kau berdiam?

- untukmu yang selalu minta dipahami tanpa berusaha memahamiku......

I'm just human being without any reason to fall

 

Wednesday, October 31, 2007

Sejenak melepas rindu di Kumbolo




Sementara yang lain mengetes betis dan napasnya berjalan meninggi di atas sana, kami memilih melepas rindu pada tenangnya suasana kumbolo, embun pagi yang lagi bersahaja yg kadang terpecah oleh panas matahari, ataupun desiran semilir angin yg datang melalui tanjakan cinta di belakang kami...
Riuh rendah terasa karena kami memasak dan menyantap makanan dengan ditemani pemandangan mengagumkan yang membuat setiap orang akan datang dan datang lagi dan lagi ke tempat ini...
Nikmatilah senyum-senyum ceria di pinggir dananu ini...

Narsisnya Begundal di Ranu Pani




Setelah acara melek lingkungan selesai mulailah kami berbuat mesum antar sesama panitia. Inilah begundals....

One Shining Day in Ranu Pani




Ada yang menarik di Ranu Pani sabtu pagi itu. Di lapangan Bola sebelah Ranu Regulo kami membuat beberapa kehebohan dengan menyenangkan hati para penerus bangsa yang berada di kaki Semeru.
Penuh tawa dan canda. Bertambah teman dan saudara. Dan tambah ilmu, juga tambah cintaku kepada Negeri ini...

Poto-poto ini kuambil sendiri pake kamera pinjaman punya Hanung (makasih ya Nung.. kapan-kapan diajarin moto lagi yach... )

Sunday, September 30, 2007

The Hope

A few hours before this typing season, I was blown by a hope presented by somebody. Quite interesting I guess. So, I browsed up his entire site just finding out his slight of life. Uh… it’s him. So him, we frequently share many things what’s in him and mine. Unique, adorable, and attemptable to explore and once again, a few years bellow my almost 26th??? Should I face the similar things….(Imagine my giggles when I wrote this xixixixixi...)

These recent hours he’s been off. Off for he’s busy, off for he’s been sick, or off for he finally realized that he’s knocking the wrong address??

Anyway, out of his reasons to be off, a perfect decision has basically been buried within my bone. It’s called hopeless when I meet anyone offering a bunch of flower named hope.      

Wednesday, September 26, 2007

Nelangsa

Ada nelangsa tersendiri saat pembicaraan di telpon itu usai.
Apapun bentuknya dan bagaimanapun caranya takkan mungkin bersanding dengannya.
Bukan karena harus menempuh ratusan kilo semalam suntuk untuk merasakan belaiannya.
Ataupun harus menembus awan untuk merasakan tatapan matanya.
Cintanya lugu dan menyatu. Namun sayang surga kami berjarak sebagaimana cinta kami yang terlarang…


***Somewhere in time***

Thursday, September 20, 2007

When I stepped my feet in Galunggung without you

Subuh sudah kulewati, namun bis takberAC ini tak juga bergerak di tempat ngetemp-nya di daerah yang bernama Cimahi. Mungkin kalau naik bis patas ga akan selamaini ya. Untuk bis ini aku harus merogoh kocek sebesar 25ribu. Entah kalau patas mungkin antara 35rb – 40rb. Berkali-kali aku terlelap dan berkali-kali juga aku terjaga namun bis tak juga berangkat. Hingga akhirnya sopir memutuskan untuk memindahkan kami ke bis lain yang sama-sama menuju Tasikmalaya. Dengan langkah gontai dan masih ngantuk kuberjalan bersama daypack kesayangan ke bis yang dituju oleh kenek. 

Bahasa Sunda yang mereka katakan makin membuat aku nggak ngeh jadi aku hanya tersenyum saat mereka bertanya padaku. Mungkin mereka pikir aku orang o-on yang ga nyambung diajak ngobrol kok dari tadi ditanya senyam senyum aja. Bodoh! Emang gw pikirin?

Begitupun saat di dalam bis ketika penumpang di kanan kiriku bertanya, yang mungkin artinya menanyakan tujuan perjalananku saat itu. Jadi to make it short aku menjawab, Galunggung. Dan everything run smoothly. Aku malah dibantu dengan dikasih informasi turun di mana dan harus naik angkot apa.


Pagi juga yang akhirnya mengantarku sampai di terminal yang cukup besar di Tasikmalaya bernama Terminal Hang Dyang . Dari situ aku berganti angkot berwarna biru menuju ke kawasan wisata Gunung Galunggung. Hanya dengan membayar Rp. 8000, pintu gerbang Galunggung ada di depan mataku. Sampai di sana aku terus menuju kawah dengan naik ojek dengan harga yang sama. Oh ya, sebelumnya aku harus membayar entrance fee 4.200. Lumayan murah. Let’s see what’s inside.

Di sana ada dua jalur untuk mencapai kawah Galunggung. 

Dengan menaiki 620 anak tangga atau jalur pendakian pasir. Kucoba jalur pendakian. Hemmm sebenarnya tidak terlalu susah, namun tangga di sebelah kiriku membuat aku berpaling dan memutuskan untuk meneruskan perjalanan dengan naik tangga saja. 

Setelah terengah-engah akhirnya aku sampai diatas.



Sesampai di atas aku disambut dengan amazing view di kawah yang ada di bawahku. Danau dengan dua gunung kecil di tengahnya. Danau yang dari kejauhan berwarna hijau dan bukit-bukit berhalimun yang menjadikannya lembah.

Aku terdiam sejenak.......

Akhirnya aku di sini melangkah melampiaskan janjiku padaku sendiri menuju satu resolusi yang belum kesampaian yang akhirnya terwujud.Ya, I reached Galunggung myself.

Dan kuturuni lembahnya, mendekat pada danaunya. Dan bernarsis sendiri dalam keheningan hingga senja datang dan membuatku harus berpisah dengan keagunganNya



Terima kasih Tuhan kau beri kekuatan kumelangkah menikmati alamMu.

 

Judulnya apaan ya???

Aku sampai di depan pintu Rumah sakit berarsitektur Belanda dengan desain yang sudah kuno namun tetap bersih dan tenang. Jauh berbeda dengan rumah sakit umum milik pemerintah yang biasanya padat akan pengunjung yang berlari ke sana ke mari dengan petugas-petugas super cuek yang kalau tidak pas dengan hati mereka, tidak akan dilayani dengan benar. Seorang doorman di pintu gerbang depan yang mengenakan seragam layaknya doorman hotel-hotel berbintang menyambutku. Hem luar biasa, di Tokyo pun belum pernah kulihat rumah sakit yang memperlakukan tamu sedemikian ramahnya.

“Selamat siang Bu” sapanya. Aku hanya tersenyum padanya. Aku sudah tidak bisa berkata apapun sejak kuputuskan untuk berangkat menuju kota apel ini sore kemaren. Buru-buru kutekan tombol lift yang tak jauh dari pintu gerbang rumah sakit tersebut. Demi mencapai tempat ini aku harus melakukan kebohongan kepada Mas Rey. Aku mengatakan bahwa Dian sedang dirawat di Rumah Sakit karena Jantungnya kumat dan ingin sekali bertemu denganku. Maafkan aku mas. Maafkan aku Day.  

 

“Apa ga bisa bicara ma Dian pertelpon saja Ra?”

“Mas, bukannya aku ga mau bicara per telpon dengannya. Tapi ini yang sakit Dian, bukan siapa-siapa. Mas tau kan Dian itu siapanya aku? Dian itu lebih dari sodara mas. Yang ngerawat Nara waktu mas tinggal tugas ke Cairo dulu siapa? Dian kan? Dia sampai ninggalin kerjaannya sebulan demi nungguin aku sama kandungan lemahku. Mas ga lupa kan? Sekarang, giliran dia yang sakit harusnya Nara di sana buat ngasih semangat dia mas”

“ Ya sudah. Terus bagaimana dengan anak-anak? Sudah dibereskan urusan mereka?”

“ Aku sudah pesan ke Keiko untuk menemani mereka sepulang sekolah sampai kamu datang. Jadwal kursus Ei-go Nabila dan Dafa sudah ada di tangannya. Lagipula aku ga akan lama kok. Cuma 3 atau 4 hari aja mas“

“Ya wis. Kamu berangkat saja. Nanti kalau sudah sampai Bogor, kamu langsung telpon aku. Aku juga pengen ngomong sama Dian. Pengen ngasih semangat”

 

Bogor. Ya Dian memang tinggal di Bogor. Tapi yang akan kujenguk ini bukan di Bogor, tapi di Malang. Subuh tadi, hanya terpaut 3 jam dari kedatanganku dari Tokyo aku langsung menuju loket sebuah maskapai penerbangan dan mencari tiket yang berangkat paling pagi menuju Surabaya. Sukurlah aku dapat meskipun dengan harga selangit dan sampainya aku di Juanda aku mencarter mobil menuju Malang. Dan disinilah aku sekarang beberapa langkah dari tempatku berdiri aku akan bertemu lagi dengannya. Abel. Separah apakah dirinya?

 

Ting!!

Lift terbuka di lantai 4, Segera kupercepat langkahku mencari ruang kamar nomer 423.

Apa yang akan dikatakan keluarga Abel tentangnya? Perempuan yang sudah ditunggu kedatangannya oleh Abel sejak ia tak sadarkan diri seminggu yang lalu. Perempuan yang sekarang mengenakan baju merah lengan panjang dan kerah yang keluar diantara rompi warna hitamnya, ber jeans dan berjilbab. Muslimah yang sangat preppy. Begitu kata Abel dahulu. Biarlah. Toh yang memintaku ke sini adalah Angela, istri Abel sendiri.

Ini dia kamar 423.

Di depanku tampak seorang ibu yang sudah beruban duduk sambil memegangi rosario di tangannya. Matanya basah. Dan Seorang bapak yang termangu di depan pintu kamar 423

 

“Maaf pak. Apakah ini tempat Abel di rawat?” tanyaku pada Bapak yang kebetulan berada di depanku.

Bapak tadi heran melihat Nara.

“Iya. Anda siapa? Tanyanya.

“Na…” Belum selesai kusebut namaku, seseorang memotongnya

Nara?” sapa wanita di antara keramaian tadi yang langsung bangkit dari kursinya di pojok ruangan sesaat ketika Nara datang.

“Iya.”

“Aku Angela. Istri Abel. Ini Bapak dan Ibu Mas Abel”

Nara” kataku sambil menyambut hangat tangan Angela dan tersenyum kepada Bapak dan Ibu yang ditunjukkan. Mereka makin heran.

 

Semua karena telpon di pagi hari ketika aku berada di dalam chikatetsu menuju universitas tempat ku mengajar di tengah kota Tokyo. Nomer Indonesia ber local area 0341. Malang. Nomer siapa? Aku tidak punya kerabat di Malang. Bahkan teman.

“Halo Assalamualaikum. ” Jawabku.

“Halooo. Ini dengan Nara?” kata suara di telpon.

“Iya. Maaf ini siapa?”

“Aku Angela.”

“Angela? Siapa ya?”

“Aku istri Abel”

Aku terdiam seketika. Abel? Dia… sudah hampir 10 tahun kami tak bertemu. Sejak aku memutuskan untuk bertunangan dengan mas Rey, kami sudah tidak pernah lagi saling menghubungi dan bertukar cerita. Kudengar 3 tahun setelah aku menikah, ia akhirnya menikahi tunangan yang sudah dipacarinya 9 tahun itu. Setelah itu tak ada lagi kabar tentangnya karena aku diboyong mas Rey mengikuti ke manapun dia bertugas sebagai pegawai KBRI.

“Halo.. Nara.. kamu Narandita kan? Teman mendakinya mas Abel dulu?”

“Iya. Tapi maaf, sudah lama sekali saya tidak bertemu dengan Abel. Ada urusan apa ya mbak?”

“Forget it. Abel sekarang dirawat di Rumah Sakit di Malang Ra. Jantungnya sudah lemah sekali. 

Tanganku gemetar. Dadaku sesak. Hampir saja aku terjatuh ketika Angela meneruskan kata-katanya

“Minggu kemaren sudah ketiga kali dia koma. Tapi Puji Tuhan dia masih bisa siuman”

Suara Angela masih saja terdengar bercerita tentang keadaan Abel bahwa ia mengidap jantung sejak 5 tahun lalu dan sejak itu ia sering sakit-sakitan. Bahwa ia terlalu sibuk bekerja hingga tidak sempat berolahraga dan menjaga kesehatannya. Kegiatan wajibnya.

 

Persetan dengan itu. yang kutahu Abel terkapar di sana. Dan yang kudengar dari mulut Angela, permintaan Abel, jika ia diberi keajaiban bisa lolos dari koma ia hanya ingin dipertemukan dengan Nara teman naik gunungnya dahulu, hingga akhirnya selama seminggu ini ia mencari tau keberadaan Nara lewat Dian.

Getaran itu kurasakan kini. Tubuhku lemas, sepertinya semua tulang dan sendiku menjadi lunak. Getaran kekhawatiran seperti ketika ia mengkhawatirkanku ketika aku tiba-tiba diam tak bergerak selama 25 menit karena fertigo yang menyerangku saat aku hanya berada 300 meter menuju puncak Rinjani.

Nara… kumohon jika engkau menganggap Abel pernah ada dalam nafasmu, dalam hidupmu penuhilah permintaan terakhirnya.”

Permintaan terakhir???? Jangan manja kamu Bel. Kamu ga pernah mengajari orang untuk merajuk minta dikasihani.

Dalam Nafasku? Angela tau itu?

“Angela maaf.. darimana kamu tau antara aku dan Abel…”
”Sudahlah. Tak penting bagiku. Yang penting Abel tenang menghadapi masa-masa krisisnya. “ katanya.

Ya aku ingat Dian pernah bercerita bahwa Abel menikah dengan tunangannya yang bernama Angel yang selama mereka berhubungan, Nara malas membahasnya dan apatis untuk mengetahui siapa dan seperti apa tunangannya itu begitupun Abel yang tak ingin menyakiti Nara dengan menyinggung hal itu. Bahwa ia dipindahkan ke cabang perusahaannya di Malang menjadi Branch Manager di sana dan bahwa ia masih sering bertanya keadaanku kepada Dian sesekali mereka bertemu di Bogor ataupun jika ada acara gathering keluarga para pecinta alam seJakarta. Namun ia hanya bertanya sebagai teman. Dian tak tau ataupun menaruh curiga tentang apa yang sebenarnya terjadi antara aku dan Abel.

Tak ada yang tau kecuali aku, Abel, bukit-bukit yang sering kami pijak dan juga Tuhanku dan Tuhannya yang kata orang berbeda. Tak ada yang tahu bahwa kami saling mencintai dan atas dasar cinta itu ke manapun Abel pergi berpetualang, ia akan selalu mengajakku. Tak berbeda denganku. Seandainya Abel berhalangan ikut, maka aku pun akan membatalkan rencana perjalanan dengan berbagai alasan. Bagiku saat itu tak ada yang bisa mengerti dan menjagaku di hutan belantara dan tempat yang asing kecuali Abel. Dan tak ada satupun yang tahu. Aku adalah rahasia terbesar hidupnya.

 

“Akan aku usahakan Angela. Tapi tak bisa secepat yang kamu minta. Aku harus mengurus banyak hal untuk pulang ke sana.”

“Kumohon secepatnya Nara. Sepertinya dia tak punya waktu lama untuk menunggumu.”

Nggak. Abel selalu menungguku. Meskipun aku datang terlambat. Dia selalu menungguku. Dan selambat apapun aku berjalan menaiki bukit-bukit terjal dia selalu ada di belakangku menungguku melangkah dan mengambil napas.

“Iya Angela. Terima kasih. Aku pasti ke sana.”

Aku pasti ke sana, apakah ia masih hidup ataupun sudah terlelap bersama mentari pulang ke peraduannya, aku akan melihatmu Bel. Karena itu janji kita dahulu.

 

“Bel, seandainya salah satu di antara kita sekarat duluan gimana?”

“Ya… salah satu diantara kita harus datang melihat bagaimana tampang kita yang sekarang. Ya at least kita bisa cerita seperti apa malaikat kita masing-masing kan?”

“Maksud kamu?”

“Ya… Tuhan kita saja beda, apalagi malaikatnya. Ya kan? Nanti kamu atau aku bisa bercerita seperti apa malaikat maut kita masing-masing”

Aku hanya tersenyum.

“Aku akan datang dan kamu juga akan datang kan? Bukan untuk mencari tau bagaimana bentuk malaikat maut itu, tapi untuk melihat senyummu yang nantinya akan mengantarku tertidur”

Katanya di senja sore.

“Dan kalau aku jauh?”
”aku akan menunggu sampai kau datang”

“Kalau akhirnya aku tidak datang?”
”I’ll wait for you for the rest of my life and death”

 

Angela menjelaskan panjang lebar tentang Abel sambil menunggu Dokter memeriksa keadaan Abel yang kabarnya baru siuman setelah 3 hari ini dia tidak menunjukkan tanda-tanda membaik.

“Mungkin dia tau, kamu datang ya Ra jadi dia cepat-cepat bangun”

Aku tersenyum getir. Ada rasa tidak enak pada Angela. Meskipun rasa tidak enak itu tidak tampak pada Angela. Dia berbicara dengan ketulusan yang bisa aku rasakan. Tapi rasa sedihku lebih besar melihat keadaan Abel dari jendela ruangnya yang dipenuhi tabung-tabung oksigen dan alat pendeteksi jantung di sebelah kirinya. Wajahnya tampak menua. Dia kan 6 tahun di atasku. Ada jambang dan kumis tipis. Ubannya makin terlihat. Namun wajahnya masih lucu di  mataku meskipun tertutup tabung napas di hidung dan mulutnya.

“Ra, lihat Abel sudah membuka mata. Mama… Abel sudah membuka matanya.” Angela kegirangan memberi tahu ibu mertuanya dan disambut dengan muka kagum perempuan yang dari tadi tak henti-hentinya berkomat-kamit memegangi rosario dan alkitab itu. Ayah Abel pun tak kuasa menahan tangis berdiri di belakangku.

Dan mataku tertuju pada Abel  yang berusaha berbicara pada dokter. Tak lama kemudian kulihat dokter membuka tabung napas di mulutnya.

Kulihat ia menoleh ke arah kami yang hanya dibatasi oleh jendela kaca. Mata itu menatapku. Bibirnya berusaha tersenyum. Tak berapa lama ia memberi isyarat kepada perawat di sampingnya meminta supaya ia dapat berbicara pada Angela.

 

“Jadi kamu Nara ya?” Kata Ibu Abel, sesaat setelah suasana hening diantara kami tercipta ketika Angela masuk ke ruangan melihat suaminya.

“Iya. Saya Nara. Narandita”

“Saya pernah mendengar nama itu dulu. Dia pernah cerita kalau dia memiliki teman naik gunung yang sehati, Abel bilang dia paling cocok sama dia. Katanya dia mirip orang Jepang, matanya sipit berlesung pipit. Kecil dan berjilbab tapi tetap gesit. Suka sekali dengan brownis kukus yang dibawanya tiap kali dia pergi naik gunung. Dan itu ternyata kamu ya. “

“Iya. Itu saya Bu”

Tak pernah kusangka kalau Abel akan bercerita tentang aku pada Ibunya. Brownisnya memang pasti hanya untukku. Ia akan menyisahkannya beberapa potong untukku seandainya banyak teman-teman yang mengeroyoknya.

“Brownis itu Ibu yang membuat. Abel cerita kan?”

“Iya bu. Abel juga cerita.”

Abel selalu menceritakan semua. Hampir saja air mata ini mengalir mengenang semuanya.

Abel yang baik hati dan terkenal penolong pada teman-temannya. Kami tak pernah menyinggung iman kami yang berbeda.

Tiap kali berjalan jauh dia hanya akan mengingatkanku, “Hun, udah jam berapa nih? Kamu belum sembahyang yang kedua ya? Ntar telat lo.” Aku tersenyum. Dia menyebut dhuhur sebagai sembahyang kedua. Ashar sebagai sembahyang ke tiga dan seterusnya.

Dan aku hanya akan meledeknya seadainya ia malas bangun pagi di hari Minggu.

“Hun, kamu tuh ya sudah sekali seminggu bertemu Tuhan, masih aja malas. Kurang enak apalagi sih?”

“Sore ga papa kok Hun”

“Bukannya kalo pagi lebih banyak pahalanya? Kan ngadepnya duluan? Daripada kalo sore, pahalanya pasti lebih dikit. Bukan gitu?”

“Bukan” Katanya cuek di telpon.

Seperti itulah kami, hingga akhirnya kami sadar, kami takkan bisa bersatu dalam perbedaan ini. Dia memilih hidup dengan tunangannya meskipun ia tak punya cinta sebesar cintanya padaku. Ia tak mau mengecewakan banyak orang meskipun ia harus berkorban.

 

“Aku milih mengorbankan semua rasa itu hun. Aku tau kamu sakit dengan keputusan ini. Aku juga tau, aku tidak mencintainya tapi akan lebih sakit jika aku harus mengorbankan banyak hal dan mengecewakan banyak pihak. Kamu pasti bisa bahagia tanpaku.”

“Bahagiaku hanya bersamamu Bel” aku masih mendesaknya untuk mempertahankan hubungan ini meskipun aku tau sulit dan tidak mungkin.

“Bahagiamu bukan tergantung padaku. Tapi pada ini” Tangannya menempel pada dadaku. Aku menangis di pelukannya.

Nara, Hunny…. Ikhlaskan hubungan ini ya. Berat, tapi kita harus melihat kenyataan kita masing-masing. Kamu berhak bahagia. Tuhan pasti sudah memilihkan yang terbaik buatmu. Dan itu bukan aku. Kamu punya hak memamerkan bahagiamu itu pada dunia. Denganku kamu hanya akan menderita. Menderita karena perbedaan. Tidak mudah hun bersama dalam perbedaan.”

“I love you hun..” Aku makin membasahi bajunya.

“So do I. I just love the way you are. Never change anything in you. I just love you. That’s all I know.”

“Kamu ga akan bisa bahagia tanpaku Bel. Seperti aku yang ga mungkin bisa bernapas tanpamu!! Bel, kenapa kamu tidak bisa mempertahankan cintamu? Aku takkan bahagia tanpamu”

Abel terdiam. Dia tidak menjawab melainkan hanya memelukku yang masih menangis.

Nafasnya masih terasa di diantara kerudungku. Dan itu adalah pelukan Abel yang terakhir untukku.

 

Sentuhan Angela di pundakku mengagetkan aku. Ia memintaku untuk masuk.

“Abel ingin bertemu kamu Ra.”
aku menoleh pada ibu abel di sampingku. Masih dalam komat-kamit beriringan dengan rosario di tangannya, ia mengangguk dan tersenyum.

“Terima kasih” kataku pada Angela.

Jika rasa untuknya sudah tak ada mengapa aku masih merasakan ini? Getaran sakit itu. Aku merasa sakitmu Bel.

 

Ruangan itu berwarna hijau, kelambunya hijau seperti baju abel yang hijau dan bemotif l bulat putih. Aku memperhatikannya.

Nara” panggilnya. Kepalnya bersandar pada tempat tidur yang sudah diset sedemikian rupa supaya dia bisa setengah duduk.  Selangnya masih ada di tangan dan hidungnya.

“Abel”

 “Pa kabar?” katanya. Hausnya aku yang bertanya padanya.

“Baik”

“Kamu? Ngapain sih pake dikasih selang-selang seperti ini? Mulai manja ya?”

Abel hanya tersenyum namun tak sedetikpun matanya berkedip menatapku.

Mungkin dia pun melihat air mata yang hampir jatuh ini.

“Kenapa ga kirim kabar ke aku kalo kamu sedang sakit Bel?”

“Aku tak mau merepotkanmu Ra”

“Do you think I will be more fun to see u this way?”

“Therefore I didn’t want you to know.”

“Tak bisa memilikimu sudah cukup membuatku menangis Bel.”

“Kamu masih ingat percakapan kita 10 tahun yang lalu? “God will choose you the best.” Yes, He did. You got the best, you can build your dreams while you have him on your side.”

Hening

“Sudah berapa anakmu Ra?”

“Dua.”

“Bagus. Kamu bahagia kan bersama mereka?”

“Iya. Cukup bahagia”

“Aku juga, meskipun Angela tidak bisa memberiku keturunan. Aku tetap pada komitmen awalku. Aku hanya akan setia padanya sampai aku mati. Tuhan sudah memilihnya untukku”

“Apa tujuanmu ingin bertemu denganku Bel? Untuk menunjukkan bahwa kamu bahagia? Untuk mengetahui bahwa aku tetap mencintaimu?

Untuk apa?”

 

“Tidak.”

“Aku hanya ingin melihat senyummu sebelum kuterlelap.”

“Aku merasa bersalah telah meninggalkanmu. Tapi tak pernah menyesal utuk itu. Karena kamu sudah menemukan bahagiamu.”

Abel menitikkan air mata.

Nara…” tangannya meraih jari-jariku. Tak semuanya ia rengkuh. Ia hanya meraih jari-jari Nara. Air mata ini makin deras keluar.

“We’ll see again someday. Meskipun kata mereka Tuhan kita beda sepertinya Surga kita berdekatan, kita pasti bertemu kan?”

“Iya. Pasti bertemu”

Aku tersenyum.

“Iya nanti kita pasti ketemuan lagi di surga. Kita ketemuan di café madu sebelah pos polisi yang di atas halte itu ya.” ujarku.

Abel ikut tersenyum.

“Iya. Tapi mungkin pos polisi sama café-nya sudah dibongkar. Jadi biar aku yang akan menjemputmu”

Kami tertawa dalam deras air mata kami masing-masing. Nara selalu ingat bahwa sesedih apapun, semarah apapun, guyonan-guyonan ringan Abel pasti terlontar hingga membuatnya tertawa.

“Ra, maafkan aku. Aku belum sempat mengucap ini padamu saat terakhir kita bertemu.”

Nara tersenyum kali ini dia mengusap air matanya dengan tangan kirinya. Tangan kanannya masih berada dalam genggamannya.

“Aku tak pernah merasa tersakiti olehmu Bel. Dan tak pernah menyesal bertemu denganmu dan mencintaimu.“
"So, you do believe that you are my truly love?"
"Ya.”
Abel diam dan memejamkan matanya sambil tersenyum. Wajahnya terlihat makin tenang. Setenang yang kukenal dulu. Dalam keheningannya. Genggamannya mengendur. Kulepaskan tanganku perlahan-lahan. Kusapukan tanganku pada pipinya dan kukecup keningnya untuk yang terakhir.
“Tidurlah hun.”
Dan aku berjalan keluar tanpa menoleh ke arahnya karena kupercaya suatu saat kita pasti bertemu. Kulihat Angela, Ibu dan Ayah Abel sudah bersiap masuk ke dalam ruangan ini. Aku tersenyum pada mereka.

“Terima kasih kamu sudah mau datang Ra. Terima kasih sekali, aku harus membalas dengan apa?”

 “Maafkan aku Angela” Aku memeluk Angela.

Saat tanganku menyentuh tombol elevator. Kudengar ledakan tangis di kamar Abel. Abel akan menungguku. Karena itu aku tak akan menangis.

Beberapa saat kemudian, kudengar hanponku berdering.

“Iya mas. Dian sudah baikan. Tapi belum boleh bicara. Aku sudah on the way ke airport. Mas gimana? Baik-baik aja kan? Bener kan aku ga lama di sini.”