Thursday, October 30, 2008

Ke Gede Bareng Pundee




Kantor baruku sempat membuat aku geleng-geleng ga percaya. Baru 2 hari gabung, hari ketiga dah diajak Outing. Ga tanggung-tanggung ke puncak Gede. Untung ada kebijakan logis yang membiarkan mereka yang sudah punya anak ikutan outbound aja di Mandalawangi.
Wuihhh sumpah sempat bikin aku ternganga lebar melihat mereka yang tak pernah naik gunung pada berberat-berat ria naik ke Gede lewat Putri.
Adanya kebingungan gimana caranya buang hajat, cuci tangan ataupun ngelipat Sleeping bag di gunung.
Seru seru....
Hasilnya? Salah satu boss di sini sekarang lagi sibuk ngumpulin alat-alat lagi seperti masa mudanya dulu yang katanya sering naik gunung-gunung di Jawa Tengah. Dan yang lebih membuatku mringis adalah kalo lagi bete bawaannya mereka ke toko outdoor dekat kantor or hunting sepatu hiking di Taman Puring. Hahahahaha... Keren ngga sih?
Teman-teman lainnya? Sama aja. Pada sibuk keracunan pengen naik gunung. Dikit-dikit ngomongnya puncak gunung mana gitu. Dan juga seneng banget diajakin nonton poto-poto hasil pendakian mereka.
Dalam satu kesempatan, si Bos nyuruhin kita berhenti kerja buat ngeliat film editan selama naik gunung kemarin.
Oh ya... sehari sesudahnya, kami saling menjerit saat si Boss iseng nyubitin betis-betis sexi kami. Seandanya bisa membalasnya.. hehehehe...

Nih potonya yang sekelumit itu. Ada boim, kisut n orang-orang montana juga loh...

Gede bersama Super Lebay




Nih polah kami di atas sana

Wednesday, October 29, 2008

Super Lebay - Catatan Pendakian Seri Gunung Gede

Ke Gede kali ini terasa berbeda dari dua kali trip terakhir yang aku lakuin sebelumnya

1. Karena tiba-tiba saja didaftarin sama om Dhanis dan langsung disuruh packing beberapa hari sebelumnya tanpa ba bi bu.

2. Karena jalannya tanpa istirahat yang cukup.

3. Karena melewati setiap jengkal lintasan Tanjakan Setan which is belum pernah kulakukan sama sekali.

4. Karena most of the trip, I was the only female between the pirots of the mountain. Bisa kebayangkan saat jiwa mudaku yang meletup-letup berirama dengan mereka yang beranjak senja tapi tetep aja pengen jadi ABG.

5. Karena ada teman-teman jalan baru, Kang Bagja -the mountain biker yang mencoba jadi mountain walker, Kang Asep yang membawa serta daun mudanya Indra, Dhedhe sang Aduhay, Faid yang ini ga tau nih dari mana pokoknya cool aja kalo jalan. Plus All About Marley yang taunya cuma di MP aja.

6. Yang lebih keren lagi adalah Kong Nanda yang baru kali ini kulihat berani ngegembol depan belakang keril dan Day pack. Keknya pemandangan itu sudah berpuluh-puluh tahun yang lalu kali ya sebelum dia jadi Master Kungfu Panda.

7. Plus... Om Dhanis yang boleh bangga karena trip kali ini, dia ngga pake porter. Tuh keril dia bawa sendiri. Tenda dia bawa dewe, semua-mua deh. Mungkin mereka berdua dah prepare karena takut malu sama women series ya.. hemmmm...

Udah ah, mending baca sendiri catper Jalan super lambreta ke Gede kali ini.

 

Berhuru hara melawan kantuk ke Kandang Badak 04.13-13.30

Waktu itu Subuh saat semua anggota Super Lebay meninggalkan Pos Pendakian Montana. Butuh waktu kira-kira satu jam untuk sampai di Jembatan kayu menjelang Panyancangan di mana kami disibukan dengan sesi pemotretan berlatar Pangrango di kala Subuh. Indah sekali fajar itu. Headlamp kami matikan menikmati suasana semi remang dan terang hutan, beraroma daun dan tanah basah yang menemani penciuman kami. Helaian napas panjang tak membuat kami berhenti mengagumi pemandangan indah kala fajar itu tiba. Gunung ini sudah menantang kami untuk memasukinya lebih dalam dan mendapati puncaknya sebagai klimaks akan langkah kami yang dimulai saat Subuh bergema tadi.

Hanya beberapa menit sebelum kami benar-benar puas mengeksplorasi lereng indah di atas jembatan itu, langkah-langkah wanita super dari milis Pendaki itu mulai terdengar. Ntah siapa dulu yang kami temui saat itu, aku lupa.

Meskipun identitasnya dikenal sebagai ”women” alias cewe jangan dikira semangatnya terkalahkan oleh om-om  senang yang kutemani pagi itu. Kami masih kalah cepat dengan mereka. Ya iyalah secara mereka tau diri banget ga perlu narsis, senarsis om-om dan perjaka ting-ting kelompok Lebay ini. Marley dengan gaya mulet atau Kong Nanda yang maco abis dengan gembolan depan belakangnya yang saling bersaing dengan tas pinggang abadinya masih asik berhaha hihi di depan potopotograper (pake”p”) amatir, Om Dhanis dan Kang Bagja. Sedang aku, Mbak heny, Kang Asep dan Indra (wakakakakak.. selalu kagok inget nama indang bow... yuwkks ) asyik masuk jadi model dadakan bersaing dengan Marley sebagai penata gaya.

Sejenak kami terpana melihat salah satu Superwoman itu dengan bawaan keril yang lebih tinggi dari tubuhnya. Sumpah ga bakal mau bersaing deh kalo naiknya secara bar-bar gitu, Bawa keril segede itu. Kira-kira Beauty case di dalamnya ada berapa macam ya? Alis, bedak, maskara dan blush on... Atau jangan-jangan isinya Cuma beberapa set bikini, tang top, gaun pesta buat dipakai di atas mandalawangi atau peralatan masak super lebay??? itu aja yang ada di otakku selama memperhatikan gerakan mereka yang kadang terengah-engah dengan perkasanya.

Cool... beberapa saat kemudian kudengar omelan bawel sang sweeper Nita yang berusaha menyemangati para superwomen yang jalannya tidak secepat jalannya. Hahahaha.. sepertinya dia kudu belajar ilmu sweeper super sabar dari sang master Kungfu Panda.

Aku Cuma bisa leng geleng geleng saja melihat langkah dan bawelnya yang beriringan.

Berkali-kali kami harus balapan dengan mereka menuju kandang Badak. Pukul setengah 2 siang akhirnya kami berhasil menuntaskan lelah sejenak dan menikmati makan siang di depan tenda yang sudah disiapkan kedua teman yang mendahului kami, Faid dan Dede. Cara masak dan makan kami? Silahkan dibayangkan, sepertinya tidak bersahaja, penuh omelan dan perintah pada asisten-asisten yang perlu training tambahan itu.

Marley: Ini gimana nyalain kompornya. Ih ich ga berani nih...” Katanya sok bences.

Sedangkan si Kong Nanda? Dia sibuk sendiri mendirikan Rino di kandangnya. Mempertegas bahwa ia lebih memilih untuk tinggal dan menikmati riuh rendah infotainmen yang kali ini shoot locationnya berada di ketinggian 2700 MDPL itu. Mungkin ia akan jadi satpam para superwomen yang besok paginya berencana menteg-tog-ki Pangrango.

 
Kandang Badak-Puncak-SK perjalanan yang melelahkan 15.00-20.30

Sesudah berberes sangka di kandang Badak dan meninggalkan si gembala tunggal bersama Mbak Heny dengan perempuan-perempuan perkasa itu, kami berdelapan (7laki-laki tulen dan 1 perempuan semi tulen) menapaki tanjakan terjal menuju Gede dengan destinasi akhir, Surya Kencana.

Kali ini langkahku tak sekuat tadi, bahkan sudah tidak lincah seperti burung prenjak yang tadi pagi sempat kukira karena sudah terbiasa berjalan jauh beberapa minggu ini karena tempat kos yang lumayan jauh dari jalan raya. Kali ini aku melangkah dengan rasa lelah yang tertahan. Semalam tidak tidur sama sekali ketika menunggu kloter kedua sampai di warung Mang Idi.

Di simpangan itu, sesudah narsis dan mengisi frame-frame cantik dengan gambar-gambar kami di dalam kamera masing-masing, Om Dhanis menawarkan jalan alternatif. Tapi Marley Darling memilih jalan yang lurus saja. Mungkin dia takut dosa kalau berjalan di jalan yang salah. Halahhh!

”Nanti kita akan climbing dikit, waktu melewati tanjakan rantai.”

Nyesek. Climbing? Seterjal apa sih? And yup. Benar-benar terjal. Miring, dan ga ada bonusnya.

Tanjakan Setan or tanjakan rantai or tanjakan seanjing-anjing or apalah namanya. Satu tempat yang paling bisa membuatku menyerah, marah dan hampir desperado diantara beberapa gunung yang sempat aku singgahi.

Kisut pernah mengajaku menapaki puncak ini tanpa ada rasa lelah karena ia memilih lipiran sebelah kiri tanjakan berantai-rantai itu plus malam sebelumnya kami sempat istirahat di air panas selama beberapa jam. Sepertinya jalanan pada saat itu tidak selama dan sepanjang ini.

Aku terdiam duduk menunggu beberapa kawan di belakangku sambil terus gemetaran sesudah hampir beberapa menit lalu aku harus melawan rasa takutku untuk mengayuhkan diri dengan bertaruh sepenuh kepercayaan pada Faid bahwa ia bisa menopangku untuk menggapai tanjakan yang harusnya bisa kuhindari kalau saja aku tak salah arah. 180 derajat. Mungkin lebih. Aku menggelengkan kepala lagi pada Om Dhanis saat dia berusaha meyakinkanku untuk menyerahkan tanganku pada lengannya dan tubuhku untuk ditopangkan pada tubuh Faid. Kulihat Marley berhasil berbalik arah menuju alur yang lebih mudah. Dia berhasil melewati tempat itu. Dan cangkemnya kembali narsis, senarsis gayanya yang meliuk-liuk itu. Aku? Sibuk dengan rasa takutku di sisi lain dari tebing itu.

”Percaya sama saya mbak Susan. Ayo injak tanganku.” Faid menyatukan tangannya lewat selah-selah jarinya. Matanya berusaha meyakinkanku. Aku menggeleng.
”San, kamu pegang lenganku kalo ga berani!!Kakinya nginjek tangannya Faid.” Om Dhanis menyerahkan lengannya.
Suer. Jantung serasa berhenti, jari-jari tangan serasa tak bertulang. Aku beranikan diri memanjati tanah itu.
Aaachhhhh.... Om Dhanis berhasil menarikku begitupun Faid ternyata mampu menahanku hingga aku sukses menyandarkan kaki ke atas tanah yang tidak berperikedataran itu.

Sumpah Jiperr banget sama tanjakan dan ketinggian terjal macam itu.
Hari makin gelap, sekali lagi kutengadahkan kepala ke atas melihat langit yang makin kelabu hawa dingin mulai merasuki kami. Daun-daun di atas pepohonan sudah berubah warna menjadi siluet berbanding dengan warna kabut. Kang Asep, Kang Bagja, Om Dhanis, Dhedhe serta Marley dan Indra masih dengan semangat dan kadang engahan dan erangannya saling beriringan menapaki batu-batu terjal yang makin meninggi. Begah sekali. Ada batu setinggi pundak yang bisa kusandari sejenak saat kantuk dan lapar tiba. Namun hanya sekejap saja istirahat itu berlalu. Dingin sekali.

Meskipun aku berjalan tak terasa sedikitpun hangat menyergapku. Aku makin kedinginan di tengah erangan lelah dan tarikan napas panjang yang bergantian dengan emosi dan marah karena tidak segera sampai. Sempat terdengar suara Om Dhanis yang meneriaki Dhedhe supaya mengarahkan aku menuju ke kiri jalan. Sesudahnya aku lupa selain suara napas panjangku dan bayangan di depan yang kukira adalah Faid yang menungguku di depan. Faid menungguku sambil berhenti melihatku. Iya dia berhasil kulewati. Dengan terengah-engah aku menoleh pada faid yang berdiri tepat beberapa langkah di samping kiriku. Tunggu. Itu bukan Faid. Aku yakin itu bukan dia, Faid tak memiliki mata itu. Tak kuacuhkan lagi siapa dia. Aku berjalan lagi dalam sesak napas dan takut yang tak pernah kurasa selama beberapa kali pendakian. Pulang. Aku Cuma ingin pulang......

”Sinetron” malam itu berakhir dengan sukses. Aku ngga ingat apapun selain Malkis Rasa Abon Sapi yang ditawarkan om Dhanis dan Teh hangat yang kurang manis yang dibuatin Kang Asep. Jaket berlapis-lapis sudah melekat di tubuhku. Dan ketuju laki-laki cakep (kecuali Marley hehehehe) sudah ada di depanku, berusaha mengalihkan perhatianku supaya aku tetap fokus.

”Jangan kemping di sini ya. Ngga boleh. Kita kudu pulang.” Aku bilang ke mereka.
”Iya!!!!” Serempak mirip anak TK!!!!
”Jangan ninggal kalo jalan!”
”Iya!!!!”
”Dede di depan jalannya, trs Kang Bagja di depannya Susan.” Kata Om Dhanis kasih perintah. ”Jangan terlalu jauh kalo jalan.”
Dalam remang kami menapaki sisa-sisa tanjakan itu. Sejenak aku menggamit lengan Kang Bagja di depanku di mana kurasakan ”dia” masih ada di sana menunggu kami untuk berjalan meninggalkan tempat itu.

Jarum jam menunjukkan pukul 7 malam saat kami melintasi puncak bayangan. Kira-kira tidak sampai 30 menit saat kami bertemu dengan tupai kecil di puncak Gede yang mengagetkan kami saat duduk berjejer meikmati gemintang yang menempel dengan jelas di dinding langit berwarna hitam. Indah, damai, benar-benar pekat dengan bulan yang melengkung menyabit di sana.

Sesudah jalan turun pelan dan terseok-seok sampai Kang Bagja mengeluh karena kakinya sakit, akhirnya jam setengah 9 kita sampai di padang itu. Surya Kencana.

Kurasakan angin itu lagi, Angin dingin yang menerpakan kesejukan....
Tepar. Om-om itu tepar semua. Kecuali Indra, Dhedhe dan Faid yang menungguku memasak sayur asem dan ayam bumbu kuning untuk mengisi kekosongan perut. Tak ingin terjadi apapun pada saat kami asik tidur nantinya.


Selamat Pagi Surya Kencana....

seribu rambutmu yang hitam terurai
seribu cemara seolah mendera
seribu duka nestapa di wajah nan ayu
seribu luka yang nyeri di dalam dadaku
di sana kutemukan bukit yang terbuka
seribu cemara halus mendesah
sebatang sungai membelah huma yang cerah
berdua kita bersama tinggal di dalamnya
nampaknya tiada lagi yang diresahkan
dan juga tak digelisahkan
kecuali dihayati
secara syahdu bersama
Ooo.. selamanya bersama selamanya

(Huma Di atas Bukit -Godbless)


Marley masih ngomel-ngomel pengen melihat puncak di pagi hari.
”Gara-gara semalam lw akting jadi Nyi Blorong, gagal deh liat awan di puncak!” Omelnya sambil berusaha menyalakan kompor gas.Dia tidak berhasil.
”Lw gimana sih sudah berapa kali gw ajarin nyalain kompor??? Malu dong sama keril n sepatu baru!”
”Halah lw tuh... katanya pendaki. Mana? Ngerepotin aja. Keril dibawain ma faid. Udah gitu pake nanya siapa gw lagi. Untung itu bukan lw. Coba kalo itu lw. Udah gw tampol aja deh!!!!”
”Ngga mau ngajak Marley lagi kalo naik gunung. Jangan ajak dia lagi ya Om... ”
”Tenang aja Ley, gw bakal ngajakin lw tiap kali naik gunung! Susan juga pasti diajakin terus. Gw kontrak seumur hidup deh!”

Tawa, celaan dan hinaan menghiasi pagi di depan tenda kami sambil menunggu Kacang hijau request Kang Asep yang ga matang-matang. Sebelumnya kami bertemu dengan tim HC yang sudah 2 malam berada di Surken.

Kira-kira 30 orang gitu deh. Banyaaaakkkk banget.
Seharusnya kami pulang mulai pukul 10 pagi. Tapi sayangnya karena banyak sekali sesi pemotretan yang harus dilaksanakan pagi itu, dengan terpaksa kami memulai down hill pukul 11.30

Seperti biasa, Narsis ala Marley menulari kami semua tak terkecuali Kang Asep n Indra, Faid sudah meluncur berlari turun dari tadi dan kami hanya bisa menggapai kembali GPO pukul 4 sore sebelum akhirnya mampu mencapai tempat Mang Idi lagi sesudah Maghrib.

What a trip.........

*** Terima kasih kepad Allah SWT yang sudah mengijinkanku naik lagi ke Gede
*** Kepada angin Surya kencana sampaikan salam rinduku pada Ibu dan Ayah di rumah serta Hafidz-ku. Tante kangen kamu Ndul! Kemanapun angin menghembuskan langkahku, kupasti akan kembali, tunggu anakmu ini ya....
*** Kepada rumput empuk di sekitar eidelweis katakan pada gerimisku bahwa aku rindu mencumbui rintiknya..
*** Kepada Kong Nanda dan Tante Heny teman perjalanan yang memilih menikmati badak-badak di kandangnya. Love u kong n Tante..
*** Untuk teman-teman super woman di pendakian women series yang sempat beberapa kali jalan, kalian perempuan-perempuan keren. Sumpeh ga berani bersanding sama kalian. Secara aku cuma bisa bawa daypack ajah. hehehe

Kepada 7 pendekar tangguhku yang menemaniku selama perjalanan kemarin:

*** Untuk Kang Asep makasih buat sponsornya dan tumpangannya. Indra ... this is the beginning of your fight.
*** Dhedhe dan Faid.... yang tak henti2nya menyemangatiku saat aku down
*** Kang Bagja... jangan kapok jalan ma susan ya... ntar kumasakin dengan cara yang lebih beradap hehehehe....
*** Marley darling sayang... kita akan naik bareng lagi  kan? Sambil berantem, cela-celaan dan kejar-kejaran dan ahhhhh.... kangen Marleyyyyyyyyy...Yuwks...!
*** Om Dhanis, om gw banget deh. No word to say.

==================================


Tuesday, October 28, 2008

Tolongin MP kena Blok

Om Jarotsumo MPnya lagi keblog.
Kasus singkatnya gini: berkali-kali om Jarot sign in MPnya. Tapi gagal terus. Akhirnya dengan berbagai cara Om Jarot buka MP di kompi lainnya.
Tapi apa yang terjadi? Komputer itu juga gagal untuk membuka MPnya bahkan MP si pemilik kompi itu sendiri tidak bisa terakses.
Waktu mau sign in si MP bilang :

Proxy Error

The proxy server received an invalid response from an upstream server.

The proxy server could not handle the request GET /.

Reason: Could not connect to remote machine: No route to host


Kira-kira ada yang tau kenapa???

Tuesday, October 21, 2008

Five to Feel

Lima hal yang benar-benar terasa ketika masih beberapa hari berada jauh dari rumah

  1. Homeless

Tiap kali ditanya, “Lw tinggal di mana San?” Pasti jawabnya satu. ”Di mana-mana” Secara numpang sana sini masih. Syukur dah nemu tempat shelter sementara, mulai Rabu ini dah menempati kamar baru.

     2. Toilet, my favorite room

Selain sebagai tempat pee and poo. Yang jelas toilet di kantor baru bisa dijadikan tempat menangis sepuasnya tanpa ada yang tau. Maklum belum punya kamar buat nangis kalo kangen rumah, capek karena banyakan mobile, atau sebel ma orang-orang.

  1. Missing Home

Sumpahhhh kangen banget sama suasana rumah kecil di pojokan Platuk itu.

     4. Ojek

Kirana di rumahnya. Jadinya cuma ngandalin tukang ojek kalo kecapean jalan. Kapan hari dah dapat kenalan tukang ojek baru, jadi bisa call anytime I need him. Mantabbbb… Oh ya baru ngeh kalo namanya Bang Pi’i. Hehehehe....

  1. Stronger

Padahal dah lelah jadi perempuan kuat. Pengen sekali-sekali menangis or ngegelandot manja ke seseorang supaya bisa nangis di depannya lalu nyandar di pundaknya sambil diusapin kepalanya sampe ketiduran. Tapi kok rasanya cemen banget. Ujung2nya Cuma malas ngangkat telpon aja pas akunya lagi BeTe. Semoga mereka pada ngertiin. Plus jadi makin cuek ma orang-orang which is bukan aku banget deh. Bow… Jakarta memang kejam. Jangan harap bisa berteman dengan ramah seperti di kampung. But this is a choice, no matter what.
Syukur bisa cuek juga.


***Dalam keadaan seperti ini, rindu pada gerimis itu makin menjadi-jadi deh... yukk..

 

 

Do'a seorang Jablay

Karena katakter yang ada di dalam tulisan ini cukup menguatkan keGR-an saya bahwa itu adalah saya, maka sesudah meminta ijin, maka saya diperbolehkan mengkopi dan meletakkan tulisannya di dalam MP saya  ini.


September 27, 2008

Tadi malam saat chatting via YM dengan seorang teman, sebuah pertanyaan kulontarkan kepadanya, bukan sebuah pertanyaan yang usil, iseng atau bahkan sebuah pertanyaan yang harus dijawab dengan memeras otak. Bukan…, pertanyaan ini sederhana saja, malah terkesan sedikit religius, “ Apa yang menjadi doamu selama Ramadhan ini ?

Alur percakapan yang nampak di screenku, tiba-tiba sedikit tersendat, bisa jadi karena dia sedang berusaha mengingat doa apa yang selama ini ia ucapkan, atau memang network Telkomsel Flash yang kerap naik turun di kawasan Ciganjur ini. Tidak lama muncul jawabannya di screenku. Ada beberapa doa sepertinya, karena ia membubuhkan angka satu pada jawaban pertamanya. Kubiarkan menunggu sambil memberikan response pendek di sela doa-doa yang ia ketikan. Satu doanya yang menarik adalah harapannya pada Ramadhan tahun depan, sudah bisa membangunkan seseorang untuk diajak sahur bersama dan diajak sungkem ke orang tuanya pada hari raya.

Sebuah doa yang sederhana menurutku dan cenderung conservative, namun tajam. Tajamnya, karena keinginan pada doa tersebut menggambarkan sebuah pencapaian utama dalam hidup seseorang. Menikah, mempunyai keturunan dan hidup bahagia dengan keluarga.

Beda dengan kelompok pendoa moderate dan liberal yang lebih cenderung mengutamakan karir dan hidup mapan terlebih dahulu sebelum akhirnya ingin mewujudkan pencapaian yang satu itu.

Menilik dari penampilan dan pergaulannya, pendoa ini sebenarnya sosok yang cukup menarik, dan ngga pernah kekurangan teman lawan jenis. Terhadap semua teman-temannya, dia bukan merupakan orang yang sak pena’e dewe, tapi dia orang yang peduli, malah cenderung romantis, maksudnya ngga peduli walau teman-temannya suka pada rokok dan makan gratis.

Tumbuh dan besar di salah satu kota besar di Indonesia membuat gaulnya juga jauh melewati batas territory negara ini, bahkan batas planet kita. Luasnya seperti menggambarkan gairah mudanya yang tidak ingin terkungkung pada satu hal saja. Ingin selalu terlibat pada semua perhelatan orang-orang muda. Otaknya juga terbilang encer, selalu update dengan isu-isu terbaru. Selain lancar berbahasa Inggris dan Indonesia, dia juga mampu berkomunikasi dengan baik bahasa Jawa dan bahasa bencong.

Duduk sejam bersama dia, bisa dipastikan puluhan sms dari banyak penjuru akan mendarat manis di inbox hp-nya. Bergaul dengannya berbulan-bulan, beberapa cerita tentang pria-pria menarik juga meluncur dengan lugas dari bibirnya.
Singkatnya dia cukup mewakili untuk disebut sebagai salah satu perempuan yang menarik.

Kembali ke doanya, dan melihat dari semua label yang melekat padanya, aku hanya berpikir apa lagi yang dicarinya ? sepertinya ada sesuatu yang berjalan tidak sesuai dengan mimpinya. Karena walaupun memiliki banyak teman pria, beberapa kali perempuan satu ini kerap memberikan label jablay pada dirinya sendiri. Padahal menurutku dia bukan penganut
monkey’s theory ataupun orang yang suka makan bubur panas-panas. Menilik dari cerita asmaranya, mengutip istilahnya Samuel Mulia, dia lebih berperan sebagai pasangan yang tercocok hidungnya. Yang memberikan loyalitas penuh pada pasangannya.

Teman… tahu ngga sih, banyak orang yang jarang sahur sekarang ini. Bisa jadi mereka tidak sahur karena memang benar-benar males bangun, atau mungkin mereka berpikir, kalau sekedar bangun aja sih bisa, cuma ngga sanggup nyiapin buat dirinya sendiri, maklum pulangnya udah malem banget. Atau karena memang ngga ada yang membangunkan dan menyiapkan sahurnya. Nah fakta ini bisa sekaligus good news dan bad news kan :D

Apapun doanya, Tuhan pasti akan mendengarkan. Apapun mimpi itu, Tuhan pasti akan memeluk mimpi-mimpi itu. Apalagi ini sudah menjelang hari-hari akhir ramadhan, katanya jangan melewatkan malam-malam ganjil setelah hari ke 20 ramadhan.

Mudah-mudahan Tuhan mengabulkan doamu ya .. Amin. Jangan terburu-buru mengambil keputusan ya, masih banyak hari di depan, Ramadhan berikutnya juga masih lama.

Selamat lebaran.


**Makasih buat lonelytrekker (bukan single***** sensorrrr..... wakakakakakakak) karena sudah mendoakan lewat tulisannya, kang mas "ketemu gede di gunung" yang selalu bisa membuatku mati gaya, yang ga henti-hentinya mencela, memarahi sekaligus menasehati adik kecilnya ini dengan tutur singkat yang selalu membuat saya tersindir supaya jadi lebih baik. Tapi tetep aja ngga ngefek. Ngefek kok cuy, tapi dikit :D wekekekek...

Semoga lebaran taon depan bisa kukenalkan padamu calon suamiku itu. Amin.

Wednesday, October 8, 2008

Surabaya hujan malam ini



Senja ini ditutup dengan tawa bersama sambil merasakan bau tanah basah yang baru saja mendapat guyuran gerimis yang tanpa henti.
Malam ini aku juga diberi kenikmatan melalui temaram lilin karena padamnya lampu di hampir seluruh penjuru kota sembari memasukkan beberapa potong baju ke dalam Consina hitam itu.

**Ah, kenapa bukan dari kemarin-kemarin menghujani hati dan jiwa nan gersang ini???

Sekedar ingin berucap terima kasih Tuhanku yang Maha keren atas semua siraman yang sejuk yang Engkau sentilkan sebagai jawaban atas doa-doaku kemarin sembari membisikkan padamu bahwa sudah lama aku merindui hujan yang tiba-tiba membuatku berlari dan berucap, "ternyata cuma Tuhan super ngerti yang aku mau."
Semoga ini yang terbaik

Thursday, October 2, 2008

SMS Lebaran


Tren SMS berisi ucapan selamat berlebaran memang sudah menjadi gaya hidup masyarakat majemuk yang sepertinya sudah susah sekali menghadirkan diri di depan orang yang memiliki pertautan secara langsung. Hal ini membuktikan bahwa apalah arti jarak dan waktu kalau hanya dengan 100an perak saja kita sudah bisa menunjukkan bahwa kita masih ingat dengan seseorang nan jauh di sana plus kesempatan mengucapkan selamat hari raya sekaligus memohon maaf atas segala khilaf di masa lalu. Bahkan sebelum hari raya tet, berpuluh-puluh SMS sudah mampir di inbox saya. Inti isinya tetap sama, mengucapkan selamat idul fitri. Senang juga rasanya masih ada yang ingat sama kita di hari yang fitri ini. Tapi ada kecenderungan baru di beberapa SMS itu. Di akhir kalimat ucapan nan panjang itu terselip pesan singkat nama si pengirim plus embel-embel “dan keluarga”

Awalnya saya merasa biasa saja membacanya dan berpikir mungkin ingin menyingkat dan memencet send to all supaya lebih cepat, Cuma kok makin lama makin banyak yang kirim dengan akhiran senada meskipun mereka (I mean yang kirim) belum berkeluarga. Well, sesungguhnya nama mereka sudah terlihat jelas di phone book saya, kenapa harus diakhiri dengan pengulangan namanya plus menyertakan cluster “keluarganya”.  Sempat di beberapa SMS saya terpancing untuk menuliskan nama saya lagi sebagai jawaban atas SMS-SMS yang masuk itu (tapi ngga pake nama “keluarga” secara ngga ada hubungannya gitu lho). Cuma karena mikir betapa tidak efektifnya maka saya menghapus SMS model itu. Lagi pula saya hanya akan berkirim SMS ucapan Selamat Lebaran pada mereka-mereka yang saya kenal atau sahabat lama yang sudah lama tidak berhubungan. Kecuali kita menggunakan nomer baru yang belum dipublikasi ke penjuru masyarakat luas sepertinya cukup logis kalau kita menyertakan nama kita di akhir ucapan itu.  

Pun SMS dengan menyertakan keluarga, nama istri, nama anak-anaknya di akhir kalimat, membuat saya ketawa nyengir saja. Boleh dianggap ini bentuk sarcasm ataupun selfish saya yang belum berkeluarga. Namun mau tidakmau sarcasm ini diamini pula oleh beberapa teman jomblo yang sedang merayakan lebaran sendiri saja bersama keluarga (baca ayah, ibu kakak, saudara-saudara.. and not their supposes).

“Emang keluarganya kenal kita? Bukannya SMS itu buat kita n kita juga SMS ke dia bukan ke keluarganya??”

“Ih, bininya juga kalau ketemu gw buang muka, ngapain nyantumin nama bininya??”

“Kek kurang ide aja, mau pamer apa? Sekalian aja besok-besok keluarganya diajak komprengan”

Dan lagi-lagi saya cuma cengar cengir aja menerima reaksi – reaksi kecut tak berkesudahan itu. Pembahasan yang makin membuat saya yakin bahwa hal itu benar-benar tidak efektif disampaikan ke orang lain yang tidak ada pertautan sama sekali. Yang lebih lucu seorang teman nan jauh di sana protes pada saya (iya pada saya dan bukan pada orang yang bersangkutan)

“Dia ngasih ucapn lebaran, tapi pake nulis namanya plus keluarganya ya termasuk anak-anak plus istrinya lah. Gue jadi eneg aja nerimanya. Penting apa gue ngeliat dia pamerin bahagianya sementara gue mikirin kapan giliran gue bisa sama-sama dia di lebaran ini?”

Dan jawaban (lagi-lagi) sarcasm saya singkat saja, “Punya udel ngga laki elo?!”

Kasian ngga sih??? Hahahahaha….

Karena itu menurut opini saya, mengirim SMS berisi ucapan selamat lebaran dengan nada apapun cool-coolsaja. Cuma akan lebih baik jika kita bisa membuat isinya berkualitas, efektif dan tepat sasaran. Lucu aja kalau kita mengirim SMS ucapan Selamat Lebaran dengan dalil-dalil mesra ataupun bahasa yang agak liar sementara si recipients adalah atasan, mantan pacar ataupun teman-teman biasa kita (bukan orang yang kenal kita banget). Plus masih menurut saya akan jadi hal yang memuakkan kalau para simpanan, selir ataupun kekasih gelap itu menerima SMS ataupun pesan-pesan singkat formal nan garing dengan embel-embel “pamer kebahagiaan keluarganya” di akhir kalimat. Hahahaha…

Masih sempat dibuat tawa dan akhirnya jadi rujukan balas dendam saya pada “kepameran” itu, seorang kawan jomblo lainnya menyelipkan namanya berserta tulisan istri dan anaknya di akhir kalimat. (xixixixi) Hemm sepertinya boleh ditiru tuh supaya kita bisa berbesar hati meskipun berimajinasi sedikit. Dan, bukannya imajinasi juga sebagian dari doa yang terselip?

Apapun SMS yang anda kirimkan, ijinkan saya mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1429 H Mohon Maaf lahir dan batin ya…

*Susan, Suami dan anak*

*************

Sorry kalimat penutup di atas saya perjelas. Ini adalah doa dan imajinasi saya juga supaya bisa nyelipin kata-kata itu pada SMS-SMS saya di lebaran mendatang.