Friday, June 26, 2009

Didi Rujak Dalam kenangan Saya

Sepertinya baru kemarin Didi menjemput saya pulang kerja.

Kala itu dia masih kuliah dan kebetulan saya sedang tidak membawa kendaraan lalu, dia bersedia menjemput saya di sabtu siang yang panas. Kemudian sore harinya kami menuju Unyil (satu warung lesehan di ujung Rungkut Surabaya. Selebihnya pertemuan pertemuan kami juga dengan teman-teman lainnya pada akhirnya sering dilakukan di tempat itu.). Di Unyil lah kami sering bercerita saling melepas stress sambil ngopi dan makan gorengan sampe muak. Kebiasaan yang ga pernah hilang bahkan sampai dia sudah bekerja di perusahaan advertising. Rapat preweding Ronde dan Prima juga dilakukan di sana (http://susanders.multiply.com/photos/album/41/Rondes_wedding - he was wearing black shirt and he also put his funny comment there with ID khotijah). Si pemilik warung pun sudah ga pernah kaget dengan kelakuan komeng (that's how his famous name). Selalu bikin semua orang terhibur dengan Ndabruzz nya. Coba baca aja salah satu kelakuan Didi yang lucu itu dalam bolg lain di sini http://susanders.multiply.com/journal/item/30/One_evening_di_Unyil 

Sepertinya baru kemarin Didi melukis wajah saya saat saya masih berkerudung di tembok dekat kampusnya. Didi memang pintar menggambar juga meskipun tidak semaestro Picaso ataupun seterkenal Basuki Abdullah. Satu hari Didi mengajak saya melewati satu area dekat kampusnya dimana ada tembok atau pagar dari seng (saya lupa) yang membiarkan mahasiswa di sana mencorat coret dinding sebagai ajang kreatifitas mereka. 

“San, ikut aku yah. Aku mau tunjukkan hasil lukisanku.”

Saya manut duduk manis di belakang sambil mendengar ocehan-ocehan dan rayuan gombal yang sama diatas motornya yang selalu kuprotes karena footstepnya ga lengkap.

“San, lihat ke kanan… itu lukisanku.” Aku menoleh seperti mengenali wajah lukisan perempuan berkerudung biru itu. “Wah keren dik.. keren.. kamu yang ngelukis?”

“Yo iyo rek. Sopo mane?”

“Tapi keknya aku kenal tuh perempuan.”

“Iku yo koen, Ndeng! (Gendeng)” (itu kamu, Ndeng!)

“Wakakakakakaak…. Ndabrussss.” (Ndabrus means : bullshit)

“Iku awakmu yo….”

Saya Cuma bisa melongo saja kala itu mendengar pengakuan Didi. Dia ngga pernah punya gambarku karena saya dan Didi saling mengenal belum lama saat itu.

"Lo, masi aku ngga duwe potmu, aku nyimpen fotomu di hatiku yo.. " wakakakakkaakakakaka..... Saya gethok kepalanya dari belakang.

"Eh, Dik. Balik lagi dong. Aku mau lihat lukisannya."

Wakakakaakkak.. dia ngakak habis melihat saya penasaran. Saya juga tidak tahu pasti apakah itu benar-benar gambar saya ataukah hanya bualan lucunya saja.

Sepertinya baru kemarin kau berikan gambar mawar hitam putih.

Mungkin tahun 2006. “Tunggu aku san. Sebentar lagi aku sampai.” Malam itu seperti yang sudah kami sepakati, saya menunggunya ngopi bareng di unyil. Waktu itu tanggal 14 februari sepulang dari kantor. Hari sudah kian malam saat saya mengatakan padanya lewat telpon bahwa saya tidak lagi bisa menunggunya. dan dia masih memaksa saya menunggu. "Diluk ae san... Diluk kok.." (Sebentar aja san.. )

Beberapa menit kemudian dia datang dengan motor buntutnya dan memberikan selembar foto ukuran 5R bergambar mawar dalam black and white. Di bawahnya ada kata-kata seperti ini, "mawar yang kuberi ini semoga bisa membuka pintu hatimu..." Ciehhhhhh.... Saya mau ngakak membacanya saat itu.

Konon, foto itu diambil pagi sebelumnya dengan memberi sentuhan efek basah supaya kelihatan segar.

"Lo, foto thok? cokelatnya mana?" Seloroh saya.

"Eh, San.. kalo cokelat cepat habisnya, kalo mawar beneran juga pasti cepat layu. Wis talah gambare ae. Aku moto dewe iki, nyeleh kamerane koncoku. Yok opo? koen seneng ngga?" (Aku motret sendiri minjem kamera temanku. Gimana? kamu seneng ngga?) Saya hanya tersenyum saja belum bisa memaknai semua yang dia lakukan. Langsung saja saya njeplak,

"Bilang aja lagi kere makanya ga beli cokelat." hahahaha dia langsung ketawa dikulum lalu mengeluarkan jurus-jurus gombal lain dan mulai menceritakan bahwa tadi selama otw ke unyil dia buru-buru mengambil hasil foto karena ia tahu saya bakal kemalaman. "Aku kajange nabrak, Essss!" (Aku hampir mo nabrak). Tapi kemudian semuanya mencair seolah ga ada apa-apa. Saya memang tidak pernah mengatakan betapa senangnya saya dengan hasil foto mawar hitam putihnya. Dan sampai sekarang gambar itu tersimpan rapi dalam lemari baju. Sesekali saya memandanginya sambil tertawa kecil mengingat bagaimana riwayat gambar itu sampai di tangan saya. Saya janji, nanti saat saya pulang ke Surabaya saya akan membingkainya dan meletakkannya di diding kamar saya supaya bisa mengingatnya terus.

Sepertinya baru kemarin Saya berpamitan untuk pergi ke Jakarta.

Oktober tahun 2008, beberapa hari sebelum saya berangkat, kami bertemu di taman bungkul, lalu bercerita banyak tentang obsesi kami. Dia juga punya  keinginan ingin pindah ke Jakarta supaya bisa lebih berekspresi di dunia advertising dan bisa berkumpul dengan teman-teman mendakinya. Saya bilang ke dia, "Yoi dik. Kutunggu kedatanganmu di sana." dan ternyata sampai sekarang dia tidak akan pernah datang mewujudkan obsesinya itu.

Dik,

Sekarang engkau sudah beristirahat dalam tidur yang kian panjang di sana. Semalam saya bertanya-tanya, apakah nanti saat kita bertemu dia akan masih merayukan rayuan gombalnya, apakah dia masih suka menjeplakkan cerita-cerita lucu dan kata-kata asal yang selalu membuat saya tertawa dan balas meledeknya?

Saya memang tidak pernah mendaki gunung bersamanya, juga tidak banyak foto bersamanya, hanya saja kenangan-kenangan kita selama bersama-sama itu pada akhirnya membuat saya mengakui bahwa saya kehilangan keseimbangan saat saya kembali lagi ke Surabaya nanti. Karena sudah hilang satu kawan minum kopi selain Ronde, Prima dan Gunawan. Karena tidak akan ada lagi teman yang suka pamer gaya berpacaran yang lucu di depan kami, karena tidak akan ada lagi rayuan-rayuan gombal yang lucu dari mulutnya, karena tidak akan ada lagi yang memanggil saya "Peyek", karena tidak ada lagi yang akan rela datang ke rumah saya yang menurutnya berada di Surabaya coret, karena tidak akan ada yang akan saya telpon saat saya sedih di ibukota, karena tidak akan ada kamu lagi Didi....

 "Juli ini aku muleh, Dik. Aku kangen Unyil. Ntar temanin ya ngopi mpe malam di sana." Dan dia lagi-lagi menjawab dengan merayu, "Sama aku ngga kangen?" ....

Ah, Didi...

Tetaplah mendaki di sana kawan.

Jika sempat nanti ceritakan padaku tentang awan-awan tinggi yang sudah kau pijaki nanti.

Lebih tinggi dari puncak sejati Raung kan? Hehehe....

farewell to you, my man...

I'll keep you in my days..

***

Semua cerita ttgmu yang masih tersimpan di dalam benakku meresah di jiwaku memenuhi ruang hatiku......... Seperti cahaya mentari kau hadir terangi hidupku terangi jalanku menuntunku memaknai semua... Dan aku takkan melupakan.... semua yang indah yang pernah engkau ucapkan

Cintaku tak henti mengalir untukmu mengenangmu adalah hal terindah yang pernah aku alami

Meski kau telah berlalu tak lagi di sisi ... namun cintamu akan tetap hidup tak terhapuskan tak tergilas oleh waktu ...... Semoga damai selalu bersamamu…. (Ode - Padi)

**I dedicate this for you, Dik. And I dont have any other mean but to memorize you, bro...

Wednesday, June 17, 2009

It's the time

Mudah sekali sebenarnya mengusir saya dari hidup seseorang.
Cukup memberi saya pernyataan yang menyinggung sekali, maka saya tidak akan lagi menoleh untuk berharap.
Atau cukup mengatraksikan ketidaksimpatian yang menyebalkan sayapun bisa tiba-tiba ilfeel.

Kali ini sudah beberapa kali saya "kecentok" tapi entah kenapa harapan itu masih menggugah. Memang hanya "butuh keberanian" untuk berada pada situasi merdeka sepert itu. Sebagai wanita seperti saya (ciehh saya????)  Sudah tak bagus jika masih seperti ini. Jika hanya sekali-kali terjadi masih lapang saya menerima. Namun sekarang kenyataan tak pernah sesuai dengan mimpi. Maka saya akan dengan sabar menunggu

Tuesday, June 2, 2009

Perantau Kecil

Apa lagi yang bisa dinikmati seorang perantau kecil saat jauh dari rumah dan kampung halamannya ketika pagi menjelang dan malam menutup harinya ?

1. Menikmati hening pagi karena dipaksa oleh sebuah waker berisik.

2. Mengucap syukur sedikit kepada Gusti Ing Murbeng Dumadi dengan ritual biasa yang suka-suka ia ciptakan sendiri. Perantau ini memang suka sukanya sendiri dalam masalah mengucap syukur. Ia bisa mensyukuri semuanya di mana saja dan kapan saja.

3. Menyalakan water heater dan menyiapkan teh beraroma vanilla sambil mengoleskan margarine di atas roti yang kemudian ditumpuk dengan salah satu selai “koleksi”nya skippy rasa kacang, hazelnut punya nuttela atau strawberry jam dari smucker kegemarannya.

4. Sesudahnya hanya 5 menit bersenam mulut di depan cermin putih kecil yang ia dapatkan ketika asyik menyusuri Cililitan di atas gerobak tua milik penjual cermin yang jualannya berkeliling kampung. Sementara gossip pagi menemaninya di depan TV, maka ia akan sedikit menggerakkan badan mengencangkan perut dan menyetabilkan kaki untuk pemanasan. Tak perlu berkeringat atau sampai ratusan kalorinya terbakar. Sampai ia jenuh dan memutuskan mengambil sikat gigi sambil terus menikmati gossip-gossip hangat yang kalau remot TVnya dipindah hanya menayangkan gossip-gosip itu secara bergantian. Seperti gossip pagi Caterine Wilson yang beradu comel dengan Andy Soraya. “Sory ya, saya ga level dengan orang-orang kek gitu, bukan kelas saya.” Begitu kata Keket. Si perantau kecil hanya tertawa saja.

5. Kemudian  masih dengan bertelanjang ria dan basah-basahan ia akan meneruskan menikmati music-musik mellow dari stasiun TV yang giat sekali memutar video klip penyanyi local yang itu itu saja.

6. Sesudah memanasi Kirananya ia akan meninggalkan petakan kecil itu menuju kantornya di bilangan yang bisa ia jangkau dalam 45 – 60 menit tersebut.

Perantau kecil itu tak memiliki orang untuk dipamiti, diciumi tangannya, disun pipinya ataupun diucapin salam ketika berangkat dan pulang kerja. Sepi. Beberapa saat lalu sebelum kotak berisi chanel-chanel stasiun hiburan itu bisa ia beli (meskipun dengan cara kredit hehehe) hanya sebuah radio dari handphone jeleknya yang menemaninya pagi dan malam. Namun ia hanya bersyukur saja saat ia tak lagi memiliki cinta dari siapapun, ditinggalkan teman-temannya yang tak selalu ada untuknya, ataupun hanya disuguhi harapan-harapan kecil yang jauh dari perwujudan.
Si perantau kecil hanya makhluk kecil yang kebetulan diberi kekuatan dari Sang pencipta untuk bisa memahami segalanya. Bahkan ikhlas untuk dibenci dan kadang difitnah juga kadang dilupakan. Ah, perantau kecil itu hanya memiliki harapan untuk bertahan hidup, bukan yang lain. 

***Perantau kecil "Jangan menyerah!"


Photo : Courtesy From Ms. Arisnawati

Monday, June 1, 2009

Berkunjung ke Baduy




Akhirnya berjalan juga saya dengan Mba Arisnawati dan Mba Swasti, juga dengan Ema (lagi). Kehadiran Cecep si lelaki berbaju merah yang menyegarkan suasana juga menjadi kenangan tersendiri yang membuat saya mengaku bahwa perjalan ini akan selalu "ngangenin"....

*Ah, sudah ingin kembali lagi ke Baduy...

Menyepi di Curug Cimahi




Ngos-ngosan langkah saya menuju Curug ini. Tapi cukup terbayarkan dengan dengan pemandangan curug di bawah...

Terimakasih Emma buat foto-foto manisnya... Kapan-kapan jalan bareng lagi ya :)

C.a.b.u.t.

"Saya pergi."
Dua kata terkirim untukmu..

Dan saya pergi meninggalkan dunia abu-abu yang dari awal sudah saya lingkari saat bertemu kamu,Nung. Sekarang saya pergi meninggalkan semua ketidakjelasan ini dan semoga tidak akan memutar kembali langkah saya padamu meskipun kamu menariknya sedikit saja.

Saya memang sedih, pedih mengenang semua yang pernah kita lalui, Nung. Tapi apa daya saya sudah berada di ujung ketidakpuasan atas hidup yang saya pilih. Kata Ibu kalau jiwa ini sudah tidak tenang dan temaram mulai datang, maka carilah terang.
Dan saya menuju terang yang didominasi putih lalu meninggalkan abu-abu yang pernah saya buat untukmu. Saya bukan orang suci dan tidak tau apakah dengan melangkah pada terang yang putih itu saya akan mampu melangkah dengan tepat dan tidak berpaling lagi padamu.

Semoga tidak. Semoga saya cukup tegar untuk melawan sedih atas keputusan ini.
Selamat Tinggal Nung. Bahagilah hidupmu dengan pilihanmu.