Thursday, August 7, 2008

Ruang Rindu itu bernama Arjuna-Welirang

Rasanya baru setahun yang lalu kita bersama menapaki Argopuro secara masal. Susah senang bersama beberapa hari jauh dari rumah, namun meninggalkan jejak yang mendalam untuk selalu kita kenang. Karena kesan indah yang aku dapat selama bersama kalianlah, aku pasti melingkari tanggal di mana kalian membuat jadwal panjang untuk melangkah bersama lagi.
Mumpung masih ada umur dan ada kesempatan, akhirnya tahun ini Milis Pendaki ke AW (ralat ApW : Arjuna pondok Welirang)

====================================================================

Katanya naik AW lewat Purwosari itu enak. Katanya juga lewat Purwosari lebih menyenangkan ketimbang Tretes. Dan aku langsung mengiyakan tanpa ba bi bu ketika namaku tertulis oleh tintanya pak ketu, Nyatanya semua brosur yang di PM-in salah semua………….


Surabaya-Sengon-Purwosari –Pandansari-Tambaksari (Tambak Watu)
Baru beberapa langkah kaki ini menapaki Desa Tambak Watu alias Tambak Sari, kecurigaan itu muncul. Jalurnya bakal asal-asalan. Ngetrek, muncak tanpa ampun. Ngetrek yang Cuma kami tempuh di separuh sore itu hanya memberi bonus pemandangan gunung-gunung di samping kami yang menyapa seakan-akan senang sekali melihat kami terseok-seok menapaki AW melalui peradaban lain di pucuk Purwosari.

Teman-teman dari milis HC sudah berangkat mendahului kami anggota milis yang suka santai sambil ngocok perut di tengah hutan lewat tawa dan canda yang tanpa habis, dan persediaan logistic yang harus diecer ke dalam perut masing-masing perserta.

Namun ada satu persimpangan bonus di mana kami bertemu dengan tim hc yang masih tersisa mbak Endah dan anaknya Inda (ga pake “H” itu pesen mamanya), Rere dan Heru. Awalnya kukira Heru adalah anak Mbak Endah juga karena dia memanggil mbak Endah itu Mama. Ternyata bukan. Ya mangap secara Heru juga wajahnya agak imutan mirip Blothonk. (amit amit..)Di sini Blotonkpun mulai beraksi sejenak dengan menarik perutnya dalam-dalam supaya ga terlalu melorot pas difoto.

Melewati Tampuwono, kami meninggalkan Tim HC yang memutuskan untuk stay di sana. Dan pendaki tetep pada plan awal, terus melangkah ke Makutoromo untuk nge-camp di sana. Treknya? Jangan ditanya. Aku pernah sekali mencoba melewati tanjakan setan gunung gede dengan batu batu terjal dan pijakan-pijakan tinggi, ataupun Panderman yang kecil tapi lumayan keren bebatuannya. Di rute ini bisa kukatakan mungkin seratus kali tanjakan setan karena batu-batu besar dan menanjak itu lumayan panjang dan tanpa henti. Ahhhhhh…. It’s torturing.

Tanjakan Mendoan itu sebutan buat tanjakan yang akhirnya bisa kami keber selama 2 jam dari Tampuwono karena selama perjalanan si Master Mendoan berkali-kali memberi penawaran mendoan supaya kami makin panas utuk ber “Ah..Oh..Oh… Yes…Oh..No…” (lapo ae, Rek!) ya secara seperti itulah keadaan kami selama beberapa saat sambil ngos-ngosan ditemani keringat malam dan tak lupa bintang-bintang funky dengan rasi-rasi yang secara bizarre (cieh… bahasanya) mengamati kami dari kungkungan langit hitam di atas kami.

Tim Sesat
Semua karena kami berlima terobsesi untuk jadi bintang iklan malam dan memutuskan untuk bernarsis ria ditemani bintang-bintang yang saling bercumbu di langit.
“Photo dulu yuk” kata mas Dhanis pada kami Wondo, Lendi, Dila dan Tauvic . PD sekali kami jalan malam itu. Kadang aku di depan, ataupun Dila melaju melewati bonus lipiran yang panjang itu. Dan laki-laki itu saling mbebek di belakang.

“Bener ga nih jalan?” Kami mulai meragu. Wondo dan Lendi juga ada di sana saling menilik tanah-tanah kering mencari jejak sepatu dan manusia yang melewati jalur terbuka itu. Sulit sekali menemukan jejak-jejak itu. Mungkin jejak-jejak itu sudah terhapus seiring hujan yang menyirami tanah sebelumnya (ehemmm). Rute makin menanjak ke atas namun tak sekalipun kami menemukan jejak segar yang melewati alur sempit dan ngetrek jiper itu.
“Mbak Endah”… “Yuhuuu..” … “Susu..” kami saling teriak di tanjakan itu. Di depan kami sebelumnya ada Mas Ei, Sentot, dan Mbak Endah Cs plus Kadir. Dan belakang kami adalah Om n Tante Enoy. “Noyyy”… “Om Bongkeng….” Tapi tetap ga ada sahutan yang menjawab teriakan ketakutan akan tersesat itu. Berkali-kali kami berhenti menunggu Enoy n Om Bongkeng sambil menikmati bintang di atas langit yang saling jatuh memunculkan keindahan, menerka-nerka apakah beberapa benda yang bergerak-gerak stabil dari kejauha n itu adalah UFO dan sejenisnya. Yang jelas, mulut ini tak henti-hentinya berucap, “Allahu Akbar… keren banget!” Malam itu Waljinah dengan seksinya menyuarakan “yen Ing Tawang Ana Lintang” dari hp mas Dhanis. Mantab pas bener nih mas suasana mencekam gini, ya… ya…

yen ing tawang ono lintang cah ayu (Ketika di langit ada bintang, Dik Sayang)
aku ngenteni tekamu (Aku menunggu kedatanganmu)
marang mego ing angkasa nimas (Pada mega di langit, Dik)
sun takokke pawartamu (Kutanyakan kabar beritamu)
janji-janji aku eling cah ayu (Janji jani aku ingat, Dik
semedhot rasaning ati (Sesak rasa di hato)
lintang-lintang ngiwi-iwi nimas (bintang-bintang itu memanggilmu, Dik)
tresnaku sundul ning ati (cintaku terendam di hati)
dek semono janjiku disekseni mego kartiko laire roso tresno asih (dahulu janjiku disaksikan langit berbintang saat rasa cinta tumbuh di hati)

yen ing tawang ono lintang cah ayu (Ketika langit sedang bebintang, adik manis)
rungokno tangis ing ati (dengarkan tangis di hati)
pinerung swaraning ratri nimas (bersamaan dengan suara malam, Dik)
ngeteni mbulan ndadari 2x (menunggu bulan purnama)


sampe satu ketika Wondo harus terhenti bersamaan mulutnya yang dari tadi “jualan” mendoan untuk membuat kami tidak panic karena sesat yang jalani. Kakinya kram dan Mas Dhanis harus melaju ke depan member shiatsu kecil-kecilan pada Wondo tersayang beserta betis tidak kerennya itu (hahahaha). Tapi sayang mas Dhanis emang terlalu bersemangat sampai-sampai beberapa meter ke trek nanjak di atas.........

Susan : “Mas. Trekking poolmu mana?”
Dhanis: Tercengang. Diem dan langsung gelisah. “Ketinggalan di tempat Wondo kram tadi, San….”

Dan mungkin karena kelelahan dan malas kembali, dia memutuskan untuk meninggalkan better-nya sambil berharap ntar ada yang bakal melewati jalur ini dan menemukannya. Wajahnya gelisah melihat salah satu kaki dari tiga kaki yang dia pakai seharian ini hilang. Dan dia hanya berjalan dengan dua kaki seperti pendaki normal lainnya. Akhirnya sesudah tidak memperdulikan trek yang kami lewati dan berhenti memanggil-manggil karena kehausan, sampai juga kaki ini di Pondokan Eyang Semar. Sesaat kami bercengkrama dengan penduduk setempat yang menempati pondokan itu. Aku baru ingat hari itu adalah Isro’ Mi’roj dan biasanya di hari besar itu, beberapa petilasan kian ramai dikunjungi orang-orang untuk menyepi di sini. Kopi hitam yang panas yang mereka suguhkan menjadi penolong kami menghangatkan badan yang makin loyo karena nyasar. Di pondok sudah tampak teman-teman yang lain. Untung jalur yang kami lewati tadi akhirnya berujung juga pada pondok Semar meskipun lebih jauh.

Sesudah mengikhlaskan better-nya dan membulatkan hati untuk berjalan dengan dua kaki, mas Dhanis dan aku berjalan lagi beriringan dengan Ella, Wondo dan Lendi menuju Makutoromo.
Sesampai di Makutoromo jam 9.30an, mas Dhanis berbisik, “San gw bangga nih bisa jalan pake dua kaki dari tempat tadi, terus ke Eyang Semar n akhirnya sampe juga di sini, Makutoromo!” Halah!!! Kukatakan padanya supaya dia makin senang jalan, “Iya mas… Bangga banget aku ngeliatnya!” Sumpah pengen ngakak.

Makutoromo??? Wuih tempatnya keren puolll. Cukup luas dengan beberapa petilasan yang mengapitnya, juga sebuah gubug yang esoknya bisa kami gunakan untuk makan sebelum meninggalkan tempat ini.
Makutoromo juga bener-bener indah ketika pagi menyapa dan jingga langit menghiasi pemandangan di luar tenda. Sunrise. But I didn’t give a damn with Sunrise at that time, nor my duty to make a hot cup of coffee for Dhanis. Perutku bergejolak karena malam sebelumnya makan banyak banget. Dan sunrise pagi itu menjadi background yang indah untuk melipiri Makutoromo sambil menikmati munculnya matahari dan semeru di depanku. Mantab banget… “Susaannn…” Kudengar mas Dhanis memanggil. Bowdow ah!!! ”Gw lagi shitting!”
Mas Dhanis juga kembali ceria karena seorang kawan HC yang menyusul kami di pagi hari juga ada yang tersesat melewati jalur yang kami lewati semalam dan tentunya menemukan better biru kaki ketiganya yang ia tinggalkan semalam.

Makutoromo – Plawangan atas (3150 Mdpl) 12 hours.
Rencananya kita akan curi start jam 7. Apa daya pecel, peyek Udang, Telor dadar sampe pisang goreng dan Burger membuat kami (aku, elly, Juan, mas Dhanis, Sinyo, Kuching dan Mas Yudi) sibuk sampai lupa kalau harus naik lagi. Halah! Perut lagi. Jadilah tim kami ini paling lelet berangkatnya dan syukurlah ketemu orang yang selama ini aku tunggu-tunggu, Om Ryco n Mila (yang kala itu dikenalin sebagai istrinya. Ketauan Milla yang asli tau rasa lo Om! Hahahaha) Dengan merekalah aku, mas Dhanis, Om Ryco dan pasukan bebeknya selalu beriringan. Weits.. jangan dikira perut-perut kami terkocok oleh tim bebek saja, tim North Face juga tanpa sadar merasuki perjalanan kami jadi makin keren, Kisut Cs komplit dengan Tante Enoy n si Om Bongkeng makin membuat perut kami terkocok-kocok. Belum lagi bertemu Blothonk, mas Sentot dan mas Ei.

Camp 2 masih jauh. Entah sudah berapa lama om Ryco mulai membuat perjalanan kami menjadi menyenangkan sekaligus menyesakkan dengan penyebutan angka ketinggian yang kami gapai melalui GPSnya. Hari makin sore dan ya…. Malampun kian gelap. Yang lain masih tersisa di belakang, Aku, mas Dhanis, Om Ryco, Mila sudah berada di persimpangan Plawangan. Sesudah berteriak-teriak akhirnya Om Ryco dan Mila berhasil ngecamp di Plawangan bersama rombongan HC, kasian banget ga ada yang keluar tenda, lelah macam apa sampai memberi arah pada orang yang sudah separoh napas saja mereka susah?? Hemmm.
Sedangkan aku dan Mas Dhanis? Kami harus menanjak lagi menggapai tempat dimana Sentot, Mas Ei, dan Mas Yudhi sudah menunggu kami dengan api unggun di sana. Dinginnya? Jangan Tanya. Tanganku sudah mati rasa, tubuh sudah siap ambruk, Trekking Pool yang kupakai sudah mulai terasa ribet maka kuberikan pada mas Dhanis supaya dia bisa jalan dengan empat kaki. Halah!

Camp site 2 ini benar-benar parah dan payah. Sebenaranya kita niat mo muncak hari itu dan menurun ke pasar setan yang memang disediakan untuk ngecamp di sana. Tapi apa daya, betis-betis ini sudah tak bisa berkompromi dengan perjalanan malam yang benar-benar gila, sehari penuh 12 jam lebih tanpa bonus dan tanpa ampun.
Ketika berhasil menggapai sentot dan mas Ei beserta api unggunnya aku langsung terdiam. Gila. Jalanannya gila! Bengis dan Kejam! Baru beberapa saat duduk kami curiga melihat Inda yang terdiam sambil menutup matanya dengan topi. Dia menangis karena kakinya sakit dan dipaksa jalan. Bisa kubayangkan jalannya benar-benar ga ada kompromi apalagi pake acara sakit kaki. Sesudah diamankan di dalam tenda kong Nanda yang sudah didirikan mas Sentot, Inda perlu dihangatkan. Aku dan Mas Ei berusaha membuatnya tenang supaya tidak terjadi hal-hal buruk karena psikisnya benar-benar down. Padahal aku juga down banget melihat jalanan seperti itu. Tak terpikirkan bagaimana Klecem, porter kami mengangkut keril berisi logistic dan lain-lain itu akan sampai di sini. Aku berharap mereka-mereka yang belum sampai ke campsite ini tidak usah ke tempat ini dan mending ngecamp di bawah Plawangan saja. Secara di sini tidak ada tempat yang pas buat ngerebahin badan. Dan ketika kudengar klecem berhasil merangkak naik aku terenyuh. Tak kuasa kutahan tangis ini melihatnya. Dalam hati kuucap syukur ternyata dia bisa melalui terjalnya jalur ini dengan bugar dan langsung mencarikan kami lapak untuk mendirikan tenda. Klecem memang mantabbbb.

Kira-kira pukul 10 malam seluruh tim pendaki sudah berada di site ngaco ini. Jangan dibayangkan kami akan tidur dengan nikmat di dalam tenda. Miring dan merosot adalah landscape yang menyambut kami semua selain hembusan angin yang kian kencang dan membuat perutku mengeluarkan angin-angin itu lewat suara thunderbolt yang menghiasi Eurekaku. “Widih… sampe bergetar gini yah..” seloroh mas dhanis yang udah mabok jenki di dalam tenda sambil nungguin teh vila anget yang kubuat untuk om Bongkeng dan tante Enoy yang baru nyampe jam 9 or 10. Aku lupa. “San masak apa? Lapar nih....” Ampuunn deh mas dhaniiisss dasar bayi gede! ngga tau apa kompor Cuma satu yang bisa diberdiriin. Udah gitu miring lagi tempatnya. Maka sesudah kusruputkan La Fonte hangat buat dia, akhirnya kami bisa ngorok agak legaan. Agak kaget juga ketika tenda kami terbuka dan Mas Ei hilang jam 2 malam. Usut punya usut ternyata mas Ei ngacir karena ketahan akar yang ia tiduri di dalam tenda. Ia bergabung dengan Sentot di atas camp site kami dan tidur di luar. Katanya sih lebih hangat. Ngga Caya!
Malam ke 2 kami juga lebih seru karena bintang-bintang di atas masih ramah menemani kami dan juga ngoroknya Blothonk family menjadi desiran mesra yang membisiki sudut-sudut lapak yang sama sekali ga cakep itu. I wonder if Kong Nanda juga begitu di atas. Sayang ga kedengaran dari tempatku tidur. Aku yakin seyakin-yakinnya trek miring ga akan membuat kalian berhenti berdendang ketika tidur. Kok ya untung mas Dhanis ga ikutan, bisa-bisa keluar dari tenda dan balik lagi ke rumah kadir deh..

“Eh San… gw bangga lo bisa ngecamp di atas 3150Mdpl!” ucap Mas Dhanis, lagi! Iya mas iya…. “Coba kalau semalam ga jalan bareng Susan, gw udah nangis tuh. Karena ada Susan aja gw nahan tangis. Ya masa laki nangis di depan cewe. “ Hahahahahahahaha ntah aku lupa dia ngaku pada siapa sampe aku menahan tawa dengar papanya Dindy curhat. Apakah dia curhat ketika kampanye terselubungnya dilakukan di kemiringan itu? Sumpah lupa!

Campsite Ngaco-Puncak Arjuna (1jam)
Jam 9 mungkin kala itu aku, Ella dan mas Dhanis mendahului tim rusuh untuk muncak ditemani panas dan debu yang bergulir memasuki hidung dan mata kami. Dan tentu saja, asap Semeru yang kian jelas menyapa kami selama perjalan juga radio RRI dhek Bara yang meramaikan suasana dengan siaran pasar modal di atas gunung. Pendakian yang indah dan aneh.
Sesudah menapaki jalur berbatu itu, akhirnya aku dan Ella mencapai puncak sejati Gunung Arjuna pukul 09.45. Alhamdulillah… akhirnya bisa juga menginjak Arjuna. Si Arjuna dengan gagahnya menyambut kami. Sesaat foto-foto sejenak. Yang ngeri adalah ketika kulihat Kong Nanda terjatuh dan terpentuk batu di puncak. Ngeri banget. Untung ada batu yang nahan dia ga jatuh. Mungkin si Engkong ini terlalu bersemangat ya. Sesi 1 jam lebih yang kami punya benar-benar kami manfaatkan. Dari pose superman, pose berbagi suami, pose nongkrong dan tentunya pose poto model dengan background yang bisa dipilih, background semeru, welirang atau blothonk!

Puncak Arjuna-Pondok Welirang
Sebenarnya malas banget turun ke Pondok Welirang, tapi karna ga mungkin lama-lama secara bisa membakar tubuh menjadi black-out maka terseok-seok kami turun.
Rute turunnya??? Wanjrotttt Berdebu, terjal dan pastinya panas. Beberapa kali kami harus menjaga jarak supaya yang belakang ngga kena imbas jejak-jejak kami yang tak tau diri itu.
Pukul 4 sore kami menuruni Lembah Kijang yang lumayan sejuk. Tergoda untuk menikmati semilir angin dan arbei-arbei hutan yang seger buat mengisi perut kami. Hem… mantab.
Di sinilah napsu biologis itu terhempaskan diantara kebun-kebun arbei. Aku melipir dengan sukses. Yes. Makasih Ela n Kong Nanda yang udah nungguin hahahahaha….

Pondok Welirang
Malam menyeruak ketika kami berlima Kong Nanda, Mas Dhanis, Ella, Dilla dan aku meninggalkan Blotonk dan anggota geng Nero memasak terong di lembah Kijang dan disambut oleh tenda-tenda kami yang sudah didirikan untuk menyambut tubuh-tubuh lelah kami. Makasih Klecem, Kucing, Sinyo, Mas Yudi. Ya di situ sudah kurencanakan memasak sayur asem ala Surabaya (tuh sayur asem yang pake krai, Mas Sentot) Meskipun tim Tante Enoy sudah masak dan dimakan habis, ternyata perut sinyo, kucing dan mas Yudi masih ada orang kelaparannya. Sayur asem habis. Mas Dhanis juga nambah makan lagi mencicipi sayur asem Surabaya (katanya) sesudah makan bubur buatan tante enoy.

Pukul 11 malam ketika mata ini sudah hampir terlelap, Kisut datang mengetuk pintu (halah pintu) tenda kami dan mengajak kami pesta dadakan, bikin sup pondok welirang (embuh harus dinamai apa, mungkin saat itu teman tidur kisut, mas Ei lapar sekali, tapi sumpah nendang banget!)
“Kita jadikan PR aja yuk Welirangnya.” Seloroh Mas Dhanis ketika dalam perjalanan menuju ke pondok welirang. Aku juga ga akan maksain jempol yang sudah mati rasa ini. Maka ketika mereka bangun pukul 3 aku hanya bangun sebentar dan said, “Semoga sukses muncak ke Welirang.” Dan ngorok lagi.
Esoknya sesudah bergaul ke tenda Om Ryco dan dapat bermacam-makan makanan (gila tuh orang-orang apa marmut ya? Masaknya banyak banget!) kami memasak buat tim pendaki yang pada naik ke welirang. Dari martabak telor, sampe tumis mercon yang pedes banget! Dan tentunya dengan cerita-cerita tanpa habis dari teh vila sampai gajah. (Wakakakakakakakkkk… Oh My Jod)

Pukul 10 lebih dikit sesudah tim pendaki berhasil turun dengan mendengus-dengus karena sukses mendapat sunrise di atas, kamipun saling berkejaran menapaki lautan debu yang kian menurun. Dari keperosot sampai meluncur yang disengaja kami jabanin. Busetttt. Dan ngga lupa, Turunan Ngakak (kenapa kusebut turunan ngakak? Karena ga ada jalan lain untuk mengeluh selain menertawakan diri sendiri sepuasnya dan kaki-kaki rapuh itu untuk menuruninya) itu makin mempererat kami sebagai pendaki yang suka santai.

Ketika sampai di pos tempat penambang-penambang itu menimbang belerang yang mereka dapat, mas Dhanis dah mulai BT dan merengut, “Kita naik hard top aja ya san. Kita nunggu di kop2an” Kuiyain aja secara lagi BT. Dan akhirnya gagal sodara. Sampai di kop-kopan kita malah makan tempe menjes dan nyruput kopi hangat di warung yang ada di sana.. rasanya?? Hemmm yang jelas tak pernah menyesal menampik jip yang menawarkan jasa untuk menuruni jalanan makadam itu menuju tretes. Ternyata kaki kita masih bisa dibikin sok canggih dan yang membuat aku berteriak adalah ketika si papanya Dindy itu nyontek jalannya Kucing yang bener-bener gila, kenceng banget! Ingat kaki weiii… jangan ikutan CatWalk!
Om Bongkeng juga keren karena meskipun ngos-ngosan masih bisa mengejar kami di bawah dengan senyum deritanya, Kong Nanda juga meskipun cedera masih bisa menjewer pahaku sampai kesakitan (awas yah) Apalagi Blotong, sepertinya perutnya benar-benar ga merepotkan untuk tetap mencelaku. Benar-benar bukan pendaki manja! Cool!! Salut sama kalian semua.
Jadi terharu biru melihatnya.
Btw, kami sampai di pos pendakian tepat ketika Adzan Maghrib bergema. Alhamdulillah…..

Credit ucapan terima kasih pada:
Team : Dhanis, Juan, Elly + Klecem n Sinyo
Tetangga sebelah : Tante Enoy, Om Bongkeng, Kisut, Mas Ei
Tetangga Depan Tenda : Kong Nanda, Mas Sentot
Tetangga Mendoan : Lendi, Wondo, Tauvic, Ella, Dilla
Tetangga Geng Nero : Blotonk, Bara, Eka
Tetangga Penggembira: Kucing, Mas Yudhi
Tetangga Jalan : Tim Bebek HC (Ryco, Mila, Asep, Riza)n Timnya Mbak Endah
Tetangga -tetannga baru yang sempat ketemu di sana yang ngga tau namanya 
Cuma satu kata untuk kalian semua, Kalian teman-teman jalan yang ngangenin Puol.... Yang ga ikut kemarin memang ga rugi, cuma kehilangan momen penambah warna hidup aja. 

Kau datang dan pergi oh begitu saja
semua kuterima apa adanya
Mata terpejam dan hati menggumam
di ruang rindu kita bertemu…


Until we meet again, Temans…

20 comments:

  1. aku mo print, ntar bacanya di tempat kosan...

    ReplyDelete
  2. bagian yg pondok welirangnya tambahin dong...hehehehe

    ReplyDelete
  3. maksih kembali mba susan.....senang jalan sama dirimu dan di tunggu kesempatan jalan barengnya lagi...

    ReplyDelete
  4. ah susan emang top bgt.......kapan kita bareng ya.....biar tambah heboh...tambah lagi dgn miss matching yg satu itu........senang nyaaaaaaaaaaaaa....

    ReplyDelete
  5. Asyik nih catpernya. Jd bisa bayangin perjalanan kalian kemarin

    ReplyDelete
  6. hmmmm....catpernya susan emang selalu muantabb deh...
    yuuuuuuwks jalan barengan lagi bareng team potong bebekangsa...angsa dikuwali...hehehehe

    ReplyDelete
  7. asyiiikkk. udah kangen ma mila lagi neh... ;))

    ReplyDelete
  8. ntar dibikinin catper super heboh juga ya... :)

    ReplyDelete
  9. iyuuukk.. seneng-seneng banget deh :d

    ReplyDelete
  10. ga tahan klo baca catper nya anak satu ini...
    serasa gw ikutan di trip kalian ini...
    kapan yah gw bs kesampean ngikut...? saat ini baru bs berkhayal aj..
    semoga msh ada waktu untukku mengulang masa2 itu....amien.
    hhmm 1 thn lg kali yah.....

    ReplyDelete
  11. amin...
    didoain mbak. Aku juga akan menantimu supaya bisa muncak bersamamu. Kemarin dah kesampaian muncak ma Ella. Tinggal sama mbak n Linda aja belum. Duh ga sabar nunggu waktu itu datang :D

    ReplyDelete
  12. asyik banget baca catpernya... kereeennnn......

    ReplyDelete
  13. Yoi tengs.
    Ya mo gimana lagi... secara masih luwes gerakannya. :)

    ReplyDelete
  14. makasih mbak...
    kemarin sayang banget kita ngga sempat jalan bareng ya.
    Padahal dah niat pengen ngegosip bersama :D

    ReplyDelete
  15. iya mbak!!!TOP bgt pendakiannya....
    semarak bangeett:p

    ReplyDelete