Tuesday, May 5, 2009

Satu Pernyataan

Bolehkah seorang perempuan mengungkapkan perasaannya pada lelaki yg diincarnya?
Kalau pertanyaan itu ditujukan pada saya, jujur saya akan jawab boleh asal berani menanggung resiko ditolak dengan bonus malu kuadrat alias malu pangkat dua.
Malu pangkat dua? Ya, bukan apa-apa, saya merasa sudah menjadi perempuan, tapi kok garis nasibnya kudu menjadi orang yang menyatakan perasaannya duluan ke laki laki terus ditolak pula. Apes... Belum lagi kalau muncul tudingan "gatel",  atau "ih ga tau maluw deh."

Berbeda dengan laki-laki yang dianggap sangat wajar menembak perempuan meskipun beresiko ditolak, paling-paling akan muncul pemikiran "ya lumrah, namanya juga usaha biasa kan?"

Saya jadi teringat kisah kecut 4 atau 5 taun lalu yang akan selalu saya ingat sepanjang saya bernapas.

Saya memanggilnya abah. Dia ketua KKN dan saya sekretarisnya.
Klop kan kemana- mana sering berdampingan untuk berkoordinasi ini itu. Mengurus perijinan
ke sana ke mari.
Saya, harus jujur mengakui, termehek-mehek pada sosok sigapnya yang mirip burung-burung dara dan ayam-ayam piaraanya, cara ngomongnya yang hanya bisa dicerna dengan mudah oleh kaum-kaum di pasar tempat ia berjualan chiki, krupuk tahu dan makanan ringan lainnya. Abah juga menjadi sosok yang applicable and down to earth banget.

Semua kalangan ada dalam daftar pertemananya. Bahkan ayah saya yg susah sekali menerima teman-teman dekat cowo saya bisa dengan mudah ditaklukkan. Lebih menakjubkan lagi dengan gaya bergaul yang "grapiak" sekali, hampir semua tetangga kanan kiri saya bisa ia babat sebagai teman.

Nah karena ketermehekan saya pada pesona seorang abah, saya sempat mati gaya saat ada di dekatnya, tiap kali ia menelpon, bunga-bunga ada di sekitar saya padahal dia hanya menanyakan LPJ KKN yang sedang saya kerjakan. Terkadang ia akan menemani saya mengerjakannya. Diajaknya jalan-jalan kalau cape dan tentu saja dibuatnya tertawa terus karena pesona lainnya adalah ia mirip kartolo. Lucu.
Kamipun makin dekat saja, ia seolah makin memberi harapan dan saya makin suka meskipun sejujurnya belum yakin apakah ia memiliki rasa suka seperti yg saya punya. Tidak ingin berlarut-larut, suatu hari saya memprakarsai niat untuk mengungkapkan rasa padanya.
Saya ingat, adalah telpon yang waktu itu jadi perantaranya, pendeknya setelah lama-lama ngobrol ngalor ngidul, kulon wetan tak tentu arah, arah pembicaraan mulai menuju titik sasaran seperti ini :
........
Abah : ah malas ah kalo aku yg nitip salam ke orangnya.
Aku  : cengar cengir sendiri di telpon. (kan kamu orangnya)
Abah : Yo wis aku omongno. Sopo wonge, Nduk? (Ya sudah aku sampaikan, siapa orangnya, Nduk?)
Aku  : Abah.
Abah : La iyo sopo jenenge.
Aku  : Abah.
Abah : Lo. Abah sopo? (Lo abah siapa?)
Aku  : Yo, abah sopo mane?! (Abah mana lagi?!)
Abah : HAA??!! Aku ta Nduk? Awakmu senenge iku karo aku? (kamu senengnya sama aku?)
Aku  : (Ketawa ngakak, ntah apa yang kuketawakan. Mungkin kebodohanku ya. Atau menertawakan reaksinya yang kaget tak menentu.)
Abah : Wakakakakakakakakak. Hahahahahaha. Buahahahahahhaha... Awakmu ndelok opo, Nduuuuuk? (Kamu liat apa sih, Nduk?)
Aku  : Ga eroh aku bah hahahahahha (Mene gue tehe, Hahahahahahaha!)
..............
Dan anda semua bisa menebak apa yang terjadi kemudian kan?
Saya sukses ditolak abah!
Sayapun berjanji bahwa itu untuk yang pertama dan terakhir saya menembak laki-laki. Tapi di sisi lain ada kepuasan tersendiri bisa menyampaikan rasa itu padanya. Rasa yang mungkin hampir setahun saya pendam sejak bertemu muka dan putus nyambung dengan pacar saya kala itu (which main reason is ya karena ada abah, ah lelaki impian hampir semua cewe-cewe kala itu hahahahaha.)

Lalu, saya akhirnya bisa mengikhlaskan abah dengan mudah karena ia tetap bersikap baik dengan saya dan saya merasa dihargai meskipun bukan sebagai kekasih setidaknya ia benar-benar menjaga perasaan saya tiap kali jalan bersama.
Bahkan sampai sekarangpun tetap ia jaga tali silaturrahmi itu dengan keluarga saya, tiap kali abah berputar-putar di sekitaran Sidotopo dan sekitarnya, ia akan dengan senang dan riang gembira mampir untuk sekedar makan di rumah saya meskipun saya sendiri tidak ada di rumah saya lagi.
Katanya, rumah saya adalah rumahnya juga meskipun rumahnya tak pernah jadi rumah saya kecuali begupon-begupon milik burung-burung darahnya yang katanya mau diwariskan pada saya. Asem! (halah!)
 
Beberapa saat yang lalu atas kedesperadoan saya, saya ingin menembak seseorang lagi, bukan sebagai kekasih melainkan sebagai suami. Ya, coba-coba aja siapa tau berhasil (wakakakakak). Kalau berhasil ya syukur kalau ngga ya ga papa.

Saya mungkin sudah bisa menerima kenyataan bahwa untuk menjalani hidup dengan seseorang bukan lagi hal yang mustahil untuk belajar mencintai seseorang sesudah menikah.
Bukankah akan menjadi sebuah hal yang amazing and unbelievable kalau saya bisa mencintai seorang laki-laki sesudah saya menikah dengannya?
Namun saya teringat lagi akan janji saya dulu. Bahwa abah adalah orang pertama dan terakhir yang saya "tembak" dan sayapun mengubur niatan gila itu.

Seperti itulah, terkadang sebuah pernyataan yang jujur dan tulus pada seseorang bisa menjadi terapi hati yang menyudahi ke"engap"an rasa di dada kita. Tak perlu malu jika pada akhirnya jawaban yang kita peroleh tidak sesuai harapan.
Tapi seandainya kita di posisi yang "tertembak" jangan sekali-sekali menunjukkan kearogansian dan kebesaran kepala yang membuat si "penembak" merasa menyesal telah "menembak" sasaran yang ternyata ngga asyik dan ga patut diberi hati sedikitpun!
 

10 comments:

  1. Ternyata abah ga cuma satu ya, bgt banyak abah...hehehe..

    Hmm...setuju sama Sue, emang kenapa klo perempuan nyatain duluan? gimana coba klo laki2nya juga memendam rasa dan ga berani ngambil first move? kan sama2 rugi tokh? Whatever will be, setidaknya kita udah jujur dan ngga tersiksa dgn perasaan terpendam hanya karena malu.

    ReplyDelete
  2. bener tuh, nga ada masalah jika perempuan harus bersikap duluan, dari pada tersiksa terus dengan gejolak rasa yang ada hehehe :)

    ReplyDelete
  3. benernya sih ga ada teori tertulis bahwa perempuan harus yang ditembak, pria harus yang menembak. Syukur banget kalau ternyata gayung bersambut , kalau enggak ya siap-siap ga enak hati, hehe, malu maksudnya. Tapi sah-sah aja sih benernya mau pengadakan penembakan kepada siapapun yang kita suka, tergantung nyali aja.. :). Lek aku.. sik ga wani Ning.. hahaha.. ternyataa.. Maksudku kalau aku suka ma orang biasanya nunjukinnya secara implisit, tapi sambil baca gelagatnya juga. kalau ada gelagat dia udah baca sinyal dari aku & tapi dianya jadi menarik diri ya udah aku juga jadinya biasa aja ma dia.. gitu :)

    ReplyDelete
  4. waktu lo gw tolak ko ga cerita..heheh..gampang sann..ntar gw kasih tau cara-cara menerawang cinta,..jgn putus asa..hehe

    ReplyDelete
  5. cinta di tolak ponari bertindak!!!
    he he he,kidding san.
    Ngga musti cowo kan yg ungkapin rasa duluan,cewe pun saya rasa punya hak yg sama...

    ReplyDelete
  6. soal di tolak, urusan belakangan...yg penting hasrat tersalurkan....(apa siihh...??) xixixii...

    ReplyDelete
  7. Kalo emang dah yakin ma pilihan en perasaan u, emang mending langsung u 'tembak' ajak nikah aja san...
    Ayoo maju terus didukung dehhh......hiihhii

    ReplyDelete
  8. ah sue...yg penting udah usaha :p selanjutnya ....

    ReplyDelete