Thursday, July 19, 2007

Weekend

March 19-18, 20007

Hari itu lumayan panas. Tapi tidak menyurutkan langkah kiranaku sama sekali menuju terminal Bungurasih yang letaknya dari ujung ke ujung (I mean dari ujung utara ke ujung selatan) Dengan daypack merah kesayangan (maklum Cuma itu punyaku) aku berhasrat tinggi menuju Malang. Kota kecil di selatan Surabaya yang sudah setahun lebih tak kukunjungi. Untuk saat ini, orang mungkin malas menuju Malang. Selain jalan menuju sana yang macet karena orang beramai-ramai berdemo di Lapindo, udara juga sepertinya sangat tak bersahat. Hujan-panas dalam waktu yang ga tentu. Tapi bukan aku kalo hanya karna hal macam itu, langkahku munuju Malang jadi surut. Hidup Malang! Dengan semangat sumpex akupun berjalan ke sana. (I mean naik bis bukan jalan). Setahun lebih aku melewatkan malang. Terakhir kali aku ke sana saat patah hati. Sekarang di saat yang sama aku ke sana. Aneh. Tiap kali bermasalah dengan lelaki, sekembalinya dari Malang aku pasti tersenyum lagi. Masih inget jelas bagaimana aku manyun di hadapan Ita dan Regean yang waktu itu baru jadian. “Sudah tau kan, mbak itu maunya jalan ke Matos cuma sama Ita aja, ngapain sih Ita ngajak Regean segala? Emangnya ga ada waktu apa jalan ma Regean?” Ita bingung dan meminta maaf, aku yakin dia ga enak waktu ngajak Regean. Gue jahat banget sih ngeganggu orang baru jadian. Ita makin merasa bersalah saat tangisku makin menjadi. Tau ga waktu itu expresi Ita gimana? Wajahnya ikut memerah saat flanella menembangkan “aku bisa” “Itu kan lagu wajibnya Ita juga mbak waktu Ita ditinggal ma Yadi?” Nyindir banget nih lagu.

Demi aku yang pernah ada di hatimu

Pergi saja dengan kekasihmu dengan kekasihmu yang baru

Dan aku yang terluka oleh hatimu

Mencoba mengobati perihku sendiri

Aku yakin bisa

Aku bisa Tanpamu

(Flannela:Aku Bisa)

“Mbak. Mbak mau Ita gimana supaya mbak ga nangis? Ngerokok ya? Iya? Ita belikan rokok siapa tau mbak ga sedih lagi? “

“Beli tiga batang dek!”

Merokok ga enak. Aku batuk dan sesudahnya aku kapok. Aku milih makan jagung bakar dengan rasa pedas asam manis. Dan sepertinya 2 cone es krim mc Donald lebih enak daripada merokok. Kami muter-muter malang sampai jam 11 malam saking sumpeknya. Tau sendiri jam segitu di kota kecil pasti sudah sepi sekali. Masih dalam mobil kami bernyanyi tanpa henti mirip orang kesurupan. Lepas. Bebas. Sampai dini hari kami bermain bilyard di garasi. Curhat sambil nyodokin bola-bola dengan penuh emosi. Membuat list kejelekan Yudi dan Yadi. 2 orang yang sama inisialnya. Tapi juga sama-sama brengseknya. Waktu itu sich!!!! Dan gimana Ita yang menemukan Regean sebagai pelariannya namun akhirnya sampai sekarang mereka adem ayem tentrem gemah ripah lo jinawi. Tau artinya ga sih? Kubaca lagi SMS Regean yang dari tadi siang SMS ke aku berkali-kali.

“Mbak, pokoknya ntar malam kita jalan lagi kayak dulu. Tapi ga usah manyun kek dulu ya mbak. Aku kangen juga ma mbak yang lucu dan ceriwis. Mirip Ita.”

Satu botol aqua dingin dan chic magazine jadi teman selama perjalanan. Dengan tekad besi dan baja aku bakal tutup mulut selama perjalanan ga pake ngobrol sama sapa aja yang duduk di sampingku. Yang paling penting nih aku diem dan baca majalah. Masih di atas motor. Jalan di Surabaya sepi ga sepadat hari libur biasanya. Di balik cadar merah aku melirik diriku sendiri lewat spion. Kebiasaan narsis yang memang ditakdirkan untukku sejak aku lahir. Di mana ada kaca di situ ada aku.????

Weeks kenapa masih membekas ya? Sembab di mata kanan kiriku mirip atlit habis main tinju. Bayangan Chris John yang tiap kali istirahat sambil dikasih minum ma pelatih dari tempat minum warna putih dan berselang melintas di cermin itu. Kalo di rumah botol minum macam itu pasti dipake ayah untuk ngasih minum burung piaraannya. Nyebelin juga ya. Wajah udah ancur kek gini masih juga ditambahin mata yang sembab seperti habis disengat kumbang-kumbang. Semua karena semalam. Saat marahku meledak di depan ayah-ibu.

Jadi ini hasil aku dibujuk pulang? Apa janjinya? Ako boleh jalan ke mana aja? Mana buktinya? Pembohong semua!!!!!!

Dan mereka masih dengan pembelaan yang entah apalah namanya tetap kukuh memarahi dan melarangku pergi.

Betapa berbedanya aku sejak aku pulang dari Jakarta.

(Ya emang aku dah berbeda. So????????????????)

Bahwa mereka masih “ngeman” aku.

(Apa sich yang dilihat dari aku? I’m not that precious.)

Bahwa aku tinggal di rumah, maka aku harus nurutin mereka.

(Makanya aku berat waktu disuruh balik ke sini dan ngikutin aturan yang lama lagi. Bosen. Capek. Seperti inilah aku sekarang karena terjajah oleh aturan-aturan kalian!)

Pliss aku Cuma butuh tempat yang jauh dari rutinitas untuk menemukan diriku  lagi. Kapan kalian bisa mengertiku?

Tuhan

Jangan pulangkan aku lagi ke duniamu

Karna dunia yang kau beri sudah tak berarti lagi

Aku malas pulang dengan kejenuhan

Yang tiap saat datang tanpa henti

Jangan pulangkan aku bila hanya dia yang kupikirkan

Hidupku sudah tak berarti

Maka matikanlah sluruh jiwaku

Karna tiap sel yang ada padanya sudah bukan diriku lagi

Jadi matikanlah aku Tuhan

Masih terekam kuat kejadian malam itu TV dan radio kunyalakan kencang-kencang. Omelan ibu berlalu begitu saja di telinga dan otakku. Tapi tidak mataku. Ada yang meleleh di sana. Aku menangis sejadi-jadinya tanpa suara. “I’m not that precious. I’d rather die now! I’m not that precious. Please understand…..” I don’t know how long that I stated those f**** words.!

My sist. She come and hug me. “Ke manapun kamu pergi, kalo masih ada masalah akan tetap seperti ini.”

Kepala, mata dan hidungku sakit luar biasa padahal aku ingin terlelap setelah puas menumpahkan semua kekesalanku.. Tapi perut ini.. ah.. sakit sekali. Aku ingat aku belum makan dari pagi. Aku muntah. Kepalaku pening bukan main. Apa ini efek samping kelamaan menangis ya?

Hari itu libur nasional dan terminal cukup ramai dengan calo-calo penupang yang saling berebut.

Malang mbak?”

“Jombang mbak?”

“Banyuwangi mbak?

Aku cuek. Aku ingin santai dan ga buru-buru. Tapi daripada ditanya mulu aku memilih menyerahkan diri pada salah satunya. “Malang mbak? Biasa yo? “ Aku mengangguk dan mengangkat alis. Calo itu memegangi lenganku takut kalo diambil calo lain. Ada yang tau alasan kenapa calo bis selalu memegang lengan korban perempuan sedang kalo laki-laki pasti ga berani pegang-pegang. Emang penting ya pertanyaan ini?  

Bus lumayan panas. Ngapain juga naik bus biasa? Mending tadi naik bus patas aja ya? Meskipun harganya 2x lipat. Dalam keadaan seperti ini aku hanya berharap semoga nanti yang duduk di sampingku ga jutek. Mending ibu-ibu atau bapak-bapak tua yang ga banyak nanya “turun mana, dari mana? Asli mana? Ada hp ga? Mau diantar ke tempat tujuan ga?” GRRRRRR!

Masih dalam panas, tiba-tiba seorang laki-laki merebahkan diri duduk manis di sampingku. “Et dah. Susah banget menghindari lelaki ya?”

Mataku melihat keluar jendela dan sesekali beralih ke chic yang salah satu artikelnya bilang “7 tanda-tanda salah pilih pacar”. Hemmm sepertinya kesalahan itu aku alami ya? Kenapa artikel ini ga muncul sebelum aku mengenal kata pacaran. (That’s silly question too!)

Bus mulai berjalan melewati tol Surabaya-Sidoarjo. Penglihatanku tetap pada luar jendela tanpa sedikitpun menoleh ke samping kananku. Aku inget, dari dulu aku ingin melihat lapindo dengan Lumpur panasnya yang bikin heboh. Aku belum sekalipun menyaksikan seperti apa bentuknya. Sebelah mana sih? Saking penasarannya, dengan terpaksa aku bertanya pada laki-laki di sampingku. “Mas, mana sih Lumpur lapindonya?”

Seperti yang kuduga sebelumnya. Dengan semangatnya ia bercerita tentang asal muasal Lapindo. Sambil sesekali melontarkan pertanyaan-pertanyaan tadi. Tuh kan? Aku bilang apa? Pasti pake Tanya yang itu deh… Males banged (pake “D”)

Percakapan terhenti saat hujan tiba-tiba turun tanpa permisi. Deres dan kenceng. Aku harus menutup jendela.

Hujan………

“Di sini hujan Cinta”

“Iya sama di sini juga”

“Kok bisa ya sama-sama hujan. Padahal aku di sini kamu di sana kan? “Emang langit seberapa luas sih? Sampai Jakarta hujan, Surabaya juga hujan?“ dia Protes di tengah malam saat kami asyik bertelpon. Kegiatan wajib dan rutin kami waktu itu.

“Ga tau”

Mungkin malaikat penyiram air hujan waktu itu pada ngerti perasaan orang jatuh cinta kali ya? Jadi seandainya Surabaya hujan, Jakarta pun pasti dikasih hujan. Yang jelas airnya sama-sama dari malaikat cinta. Tiap saat kami menyamakan diri kami masing-masing. Sama-sama kena flu pada hari dan jam yang sama. Ngerasakan udara yang sama-sama panas, nomor ekstention kantor yang sama-sama 103nya. Bahkan zodiac yang sama. Semua serba kebetulan.

“Cinta kita memang berjodoh kali ya?” Ucapnya by the phone.

Aku menghela napas panjang. Membuka lembaran Chic berikutnya. Bus masih melaju kencang. Tapi tiba-tiba berhenti di depan pintu tol keluar. Antri. Waduh macet nih. Ternyata benar. Jalan tol terputus dari Sidoarjo dan harus putar balik melewati Porong dengan kemacetan yang panjang dan syarat akan hiburan pengamen, penjual permen dan juga penjual klepon. Ya Klepon. Makanan favoritku. “Satu ya Pak!” teriakku semangat tanpa malu.

“Lapar ya mbak? Mau kacang? Permen? Mau? Nih ambil aja punyaku” kata mas tadi. Jutek deh.

“Nggak, makasih” Aku mau klepon!!

Hemmm lumayan enak. Tapi kok ada rasa anehnya ya? Gamping ? apa kebanyakan gamping ya? Tau gamping ga sih?

Sudah separo kotak klepon kuhabiskan. Malasss. Baca lagi Chic ah.. ada yang bergetar dalam kantongku. SMS diterima…… Laporan bahwa rekeningku bertambah Rp. xxxxxxxx. Wah siapa yang salah transfer nih? Beberapa menit kemudian SMS lain masuk. DJ. Si bule Tanya apa aku sudah terima uangnya? Cukup untuk uang saku keminggatanku?

Bule    : ”Susaaaaaan, lw kenapa? Ada apa?

Aku     : “ Bisa nggak sih lw ga ganggu gw sehariiiiiii aja. Gw kan bilang gw ga mau diganggu minggu2 ini. Gw lagi sumpex (pake “x”)!!!!

(Gw bukan sumpek ma lw, tapi sumpek ma dia. Salah gw apa? Mereka yang ngecengin kok gw yang kena getahnya?)

Bule    : “Oh…. Susan jangan marah gitu donk!”

(Nih gw yang paling benci denger cowok ngerengek sambil bilang “oh…’ yang dimanja2in n dibikin sesimpatik mungkin.) Gw, Cuma mo mastiin lw baik-baik saja honey……(For God shake! Jangan panggil gw honey, Dear, My love. It’s all f**** sheet!). Bagus Bule jadi sasaran empuk buat aku marah setelah pertengkaran hebat semalam. Jangan nelponin orang pas zaman perang gini ya!

Bule    : Ada apa sebenarnya? Lw habis nangis ya?”
Aku     : Iya! Aku mo minggat dari rumah!

Bule    : Kenapa? Lw dilarang hiking honey?”

Aku     : Tau ah males ngomong!”

Bule    : Ok. Aku bisa ngerti. Aku bisa Bantu apa?”

Aku     : Nggak ada. Oh ada. Jangan hubungin gw lagi!!!!!!!”

Bule    : oke.. Emang lw cukup duit buat minggat?”

Aku     : Cukup!!! Kalo habis gw bisa jual barang2 gw. Lw ga usah tanya2 ah!”

Bule    : Oh.. no.no.no hon, jangan jual barang2mu!”

(yawdah gw jual diri! What do u care????!)

Setelah itu, HP kumatiin. He hasn’t finished to talk. Aku tau. Aku jutek banged (pake D). Nih orang kapan nyerahnya ya? Mungkin kalo ayam-ayam pada henti berkokok dia pasti berhenti.ti.ti.ti…

Yes. Thanx. That’s too much. I’m not asking but u gave it 2 me. Don’t know how 2 pay u back. I don’t need it 4 a moment.

Sent…

He’s been so kind to me. But still I cannot love him. I’m sorry. U’re the only one who come when I’m dying. But you’re not the one that I wish. Hope I can pay ur kindness back………………

Mas di sebelahku tetap melancarkan pertanyaan-pertanyaannya yang sangat biasa. Kenapa lama sekali ya jarak Surabaya-Malang? Biasanya kan Cuma 2 jam? Huh…. Sampai kapan aku kan tetap di sini ya?

“Oh jadi mbak pernah kerja di Jakarta ya? Saya juga mbak. Tapi saya di Bekasi”

“Oh ya? Jadi apa mas? “
”Saya jadi tukang bakso mbak”

“Wih… asyik dong mas.”
”Asik apanya la wong saya pernah dorong bakso dari Kalimalang sampe Cikunir ga ada yang beli.”

“Ya gitulah mas, orang jual kadang laku kadang masih banyak.”

“Makanya saya Cuma sebulan mbak. Gak kuat. Jakarta ga seenak kata orang-orang..”

Aku tersenyum. Mengangguk dan agak sinis. Jakarta juga ga seindah yang kukira dulu mas.

Semua begitu indah, sampai dia memutuskan untuk menyudahi semua lewat sikapnya yang menyiksaku dalam berbagai pertanyaan. Sampai saat ini aku tetap bertanya apa yang salah padaku sampai aku disudahi tanpa daya, tanpa ampun dan tanpa kesempatan untuk bertanya kenapa dan membuktikan bahwa aku bisa menjadi seperti yang kau mau.

Kau bilang karena Kau dijodohkan! (Pesan moral: akhir-akhir ini banyak lelaki yang sudah dijodohkan! WASPADALAH! WASPADALAH!) yang pada akhirnya kau mengaku bahwa kau masih mencintainya.

Terakhir kau bilang karena kita sudah ga cocok.

Ga cocok

Ga cocok……

“Lihat aja zodiac kita sama, kalo sama banyak ga cocok-nya” (kalo dipikir-pikir waktu itu dia seperti orang “dewasa” yang berusaha ngebujuk anak kecil yang ngerengek pengen es krim. “Sudah jangan beli Esnya Bapak itu, tunggu aja nanti tukang Es yang pake celana merah!”)

Bagaimana mungkin saat berjauhan kau bilang aku tujuan hidupmu yang kau damba lalu sekarang saat aku menurutimu untuk mendekat padamu, kau bilang kita ga cocok? Kau sendiri yang bilang bahwa semua kebetulan itu adalah tanda bahwa kita memang berjodoh (apa kau tertular pribahasa Jawa : Isuk tahu, Sore tempe?). Kau yang menawarkan dirimu untuk menemaniku melihat bintang di malam hari hingga subuh datang. Kau kubur kemana semua ucapanmu itu? Kemana? Apakah hanyut bersama siraman hujan yang tak lagi sama? Ataukah melayang pada bintang kita masing-masing yang langitnya terbelah karena sudah tidak cocok?

Semua hanya diplomasi kan? Hanya speak yang kau buat-buat. Katakan saja kau tak cinta. Katakan saja kau hanya coba-coba untuk jalan denganku. Katakan saja aku bukan perempuan sempurna yang kau mau. I’m just your second hand! You just want to try me! You just want to play me!

What a lie…….

You and I

What about All your 10,000 promises

That you gave to me

(BSB: 10,000 promises)

Satu jam setengah yang penuh perjuangan dan satu jam yang membuat masa lalu itu menari-nari di kepala dan telingaku, akhirnya kami sampai Kali Porong. Huh! Akhirnya wajah-wajah para penumpang menunjukkan kelegaan. Supir bis sudah menancap gas kencang-kencang. Macet sudah berlalu. Akupun bisa rilex agak bersandar di tempat duduk nan sempit.

“Berarti mas-nya ini nanti nyambung ke Blitar ya kalo sudah sampai Arjosari”

“Iya. Mbak kok tau?”

“Sodara saya banyak yang di Gadang, Blitar, Dampit juga banyak. Tapi saya jarang ke sana. Saya seringnya ke Blimbing.”
”Oh… kalo ke Blitar mampir saja mbak ke Karangkates. Nanti saya jemput.”

“Iya. Gampang.”

“lho bojo-ne neng endi mbak?” (kenapa sih laki-laki itu selalu nanyain hal-hal yang ga penting kek gitu??? Pengen tau kita itu laku apa ga ya??)

“Almarhum semua!”

Angin masuk melalui jendela dan ruang–ruang yang agak lapang dalam bis. Dan sembab mata ini makin membuatku ngantuk. Aku harus berjalan lagi harus melangkah lagi meskipun aku terseok-seok dan tulangku patah aku harus melangkah, ga boleh melihat ke belakang lagi kalo ga mau ketabrak. Sesampai di Malang, aku pasti bisa. Akan ada tawa lagi, akan ada senyum lagi, akan ada harap lagi. Pasti.

Tepat pukul 1 siang, bus memasuki terminal Arjosari. Sampai juga diriku di Apple Town. Cukup melelahkan perjalanan ini tapi tak selelah diriku bernapas tanpamu. Dan supaya aku ga lelah lagi, aku harus mencari space baru untuk menambahan oksigen. Ga perlu Oxican kan untuk bernapas? karena masih banyak pohon dan tumbuhan yang memberinya dengan gratis untukku. ……

Lima menit lagi, aku akan berada di peraduan bersama Ita yang sengaja ga ku beri tau bahwa aku sudah sampai.

Sampai jumpa lagi Cinta..

So much hurt, so much pain,
Takes a while to regain what is lost inside,
And I hope that in time, you’ll be out of my mind.
I’ll be over you.
(Gabrielle: Out of Reach)

 

11 comments:

  1. :) duh.. mbak susan neh selalu bikin tulisan yang ok!.. cocok dah mbak jadi penulis... ayo2 kirimkan satu ceritamu ke majalah... hehehe.. pasti dimuat :)
    kalo gak.. buat novel aja mbak.. kita duet deh.. :)) nit suka neh baca tulisannya...

    ReplyDelete
  2. san san san ...mau jadi jurnalis kah mau tak ? ..... SBO tv

    ReplyDelete
  3. cakep ndukkk........ga wani komentar, mengkoh si om "C" ngamuk neh wuakakakkaa

    ReplyDelete
  4. Susan...susan..., elo dah ditakdirkan jadi penulis Sue, rangkaian kata-kata yang elo bikin mengalir dan enak dibaca, Ayo sue bikin Novel cerita pendaki, ntar gue kenalin penerbit deh....

    ReplyDelete
  5. ternyata pendaki suka baca majalah "Chic" juga hehehe...
    you'll find another cinta dech san...
    semangat :)

    ReplyDelete
  6. Thanks sist... You will find it too.

    ReplyDelete
  7. Sumpeh lw Bang?
    Wah jadi giat nih biin mumpung lagi kenal bang Hendri deh.
    Kata mau buka puasa bareng. Kapan? Kutunggu di Surabaya ya... Dijamu deh

    ReplyDelete
  8. Kau ada di mana Ndy?
    Di balik bukit mana lagi kau bersembunyi?
    Apa di balik temaramnya gemintang itu??

    ReplyDelete
  9. Om "C" iku sopo to mas?
    Penasaranku ga ilang2 sampe sekarang

    ReplyDelete
  10. Beneran Sue???? sumpe luuuuu, nga bo'ong neeehhhh

    ReplyDelete