Wednesday, October 29, 2008

Super Lebay - Catatan Pendakian Seri Gunung Gede

Ke Gede kali ini terasa berbeda dari dua kali trip terakhir yang aku lakuin sebelumnya

1. Karena tiba-tiba saja didaftarin sama om Dhanis dan langsung disuruh packing beberapa hari sebelumnya tanpa ba bi bu.

2. Karena jalannya tanpa istirahat yang cukup.

3. Karena melewati setiap jengkal lintasan Tanjakan Setan which is belum pernah kulakukan sama sekali.

4. Karena most of the trip, I was the only female between the pirots of the mountain. Bisa kebayangkan saat jiwa mudaku yang meletup-letup berirama dengan mereka yang beranjak senja tapi tetep aja pengen jadi ABG.

5. Karena ada teman-teman jalan baru, Kang Bagja -the mountain biker yang mencoba jadi mountain walker, Kang Asep yang membawa serta daun mudanya Indra, Dhedhe sang Aduhay, Faid yang ini ga tau nih dari mana pokoknya cool aja kalo jalan. Plus All About Marley yang taunya cuma di MP aja.

6. Yang lebih keren lagi adalah Kong Nanda yang baru kali ini kulihat berani ngegembol depan belakang keril dan Day pack. Keknya pemandangan itu sudah berpuluh-puluh tahun yang lalu kali ya sebelum dia jadi Master Kungfu Panda.

7. Plus... Om Dhanis yang boleh bangga karena trip kali ini, dia ngga pake porter. Tuh keril dia bawa sendiri. Tenda dia bawa dewe, semua-mua deh. Mungkin mereka berdua dah prepare karena takut malu sama women series ya.. hemmmm...

Udah ah, mending baca sendiri catper Jalan super lambreta ke Gede kali ini.

 

Berhuru hara melawan kantuk ke Kandang Badak 04.13-13.30

Waktu itu Subuh saat semua anggota Super Lebay meninggalkan Pos Pendakian Montana. Butuh waktu kira-kira satu jam untuk sampai di Jembatan kayu menjelang Panyancangan di mana kami disibukan dengan sesi pemotretan berlatar Pangrango di kala Subuh. Indah sekali fajar itu. Headlamp kami matikan menikmati suasana semi remang dan terang hutan, beraroma daun dan tanah basah yang menemani penciuman kami. Helaian napas panjang tak membuat kami berhenti mengagumi pemandangan indah kala fajar itu tiba. Gunung ini sudah menantang kami untuk memasukinya lebih dalam dan mendapati puncaknya sebagai klimaks akan langkah kami yang dimulai saat Subuh bergema tadi.

Hanya beberapa menit sebelum kami benar-benar puas mengeksplorasi lereng indah di atas jembatan itu, langkah-langkah wanita super dari milis Pendaki itu mulai terdengar. Ntah siapa dulu yang kami temui saat itu, aku lupa.

Meskipun identitasnya dikenal sebagai ”women” alias cewe jangan dikira semangatnya terkalahkan oleh om-om  senang yang kutemani pagi itu. Kami masih kalah cepat dengan mereka. Ya iyalah secara mereka tau diri banget ga perlu narsis, senarsis om-om dan perjaka ting-ting kelompok Lebay ini. Marley dengan gaya mulet atau Kong Nanda yang maco abis dengan gembolan depan belakangnya yang saling bersaing dengan tas pinggang abadinya masih asik berhaha hihi di depan potopotograper (pake”p”) amatir, Om Dhanis dan Kang Bagja. Sedang aku, Mbak heny, Kang Asep dan Indra (wakakakakak.. selalu kagok inget nama indang bow... yuwkks ) asyik masuk jadi model dadakan bersaing dengan Marley sebagai penata gaya.

Sejenak kami terpana melihat salah satu Superwoman itu dengan bawaan keril yang lebih tinggi dari tubuhnya. Sumpah ga bakal mau bersaing deh kalo naiknya secara bar-bar gitu, Bawa keril segede itu. Kira-kira Beauty case di dalamnya ada berapa macam ya? Alis, bedak, maskara dan blush on... Atau jangan-jangan isinya Cuma beberapa set bikini, tang top, gaun pesta buat dipakai di atas mandalawangi atau peralatan masak super lebay??? itu aja yang ada di otakku selama memperhatikan gerakan mereka yang kadang terengah-engah dengan perkasanya.

Cool... beberapa saat kemudian kudengar omelan bawel sang sweeper Nita yang berusaha menyemangati para superwomen yang jalannya tidak secepat jalannya. Hahahaha.. sepertinya dia kudu belajar ilmu sweeper super sabar dari sang master Kungfu Panda.

Aku Cuma bisa leng geleng geleng saja melihat langkah dan bawelnya yang beriringan.

Berkali-kali kami harus balapan dengan mereka menuju kandang Badak. Pukul setengah 2 siang akhirnya kami berhasil menuntaskan lelah sejenak dan menikmati makan siang di depan tenda yang sudah disiapkan kedua teman yang mendahului kami, Faid dan Dede. Cara masak dan makan kami? Silahkan dibayangkan, sepertinya tidak bersahaja, penuh omelan dan perintah pada asisten-asisten yang perlu training tambahan itu.

Marley: Ini gimana nyalain kompornya. Ih ich ga berani nih...” Katanya sok bences.

Sedangkan si Kong Nanda? Dia sibuk sendiri mendirikan Rino di kandangnya. Mempertegas bahwa ia lebih memilih untuk tinggal dan menikmati riuh rendah infotainmen yang kali ini shoot locationnya berada di ketinggian 2700 MDPL itu. Mungkin ia akan jadi satpam para superwomen yang besok paginya berencana menteg-tog-ki Pangrango.

 
Kandang Badak-Puncak-SK perjalanan yang melelahkan 15.00-20.30

Sesudah berberes sangka di kandang Badak dan meninggalkan si gembala tunggal bersama Mbak Heny dengan perempuan-perempuan perkasa itu, kami berdelapan (7laki-laki tulen dan 1 perempuan semi tulen) menapaki tanjakan terjal menuju Gede dengan destinasi akhir, Surya Kencana.

Kali ini langkahku tak sekuat tadi, bahkan sudah tidak lincah seperti burung prenjak yang tadi pagi sempat kukira karena sudah terbiasa berjalan jauh beberapa minggu ini karena tempat kos yang lumayan jauh dari jalan raya. Kali ini aku melangkah dengan rasa lelah yang tertahan. Semalam tidak tidur sama sekali ketika menunggu kloter kedua sampai di warung Mang Idi.

Di simpangan itu, sesudah narsis dan mengisi frame-frame cantik dengan gambar-gambar kami di dalam kamera masing-masing, Om Dhanis menawarkan jalan alternatif. Tapi Marley Darling memilih jalan yang lurus saja. Mungkin dia takut dosa kalau berjalan di jalan yang salah. Halahhh!

”Nanti kita akan climbing dikit, waktu melewati tanjakan rantai.”

Nyesek. Climbing? Seterjal apa sih? And yup. Benar-benar terjal. Miring, dan ga ada bonusnya.

Tanjakan Setan or tanjakan rantai or tanjakan seanjing-anjing or apalah namanya. Satu tempat yang paling bisa membuatku menyerah, marah dan hampir desperado diantara beberapa gunung yang sempat aku singgahi.

Kisut pernah mengajaku menapaki puncak ini tanpa ada rasa lelah karena ia memilih lipiran sebelah kiri tanjakan berantai-rantai itu plus malam sebelumnya kami sempat istirahat di air panas selama beberapa jam. Sepertinya jalanan pada saat itu tidak selama dan sepanjang ini.

Aku terdiam duduk menunggu beberapa kawan di belakangku sambil terus gemetaran sesudah hampir beberapa menit lalu aku harus melawan rasa takutku untuk mengayuhkan diri dengan bertaruh sepenuh kepercayaan pada Faid bahwa ia bisa menopangku untuk menggapai tanjakan yang harusnya bisa kuhindari kalau saja aku tak salah arah. 180 derajat. Mungkin lebih. Aku menggelengkan kepala lagi pada Om Dhanis saat dia berusaha meyakinkanku untuk menyerahkan tanganku pada lengannya dan tubuhku untuk ditopangkan pada tubuh Faid. Kulihat Marley berhasil berbalik arah menuju alur yang lebih mudah. Dia berhasil melewati tempat itu. Dan cangkemnya kembali narsis, senarsis gayanya yang meliuk-liuk itu. Aku? Sibuk dengan rasa takutku di sisi lain dari tebing itu.

”Percaya sama saya mbak Susan. Ayo injak tanganku.” Faid menyatukan tangannya lewat selah-selah jarinya. Matanya berusaha meyakinkanku. Aku menggeleng.
”San, kamu pegang lenganku kalo ga berani!!Kakinya nginjek tangannya Faid.” Om Dhanis menyerahkan lengannya.
Suer. Jantung serasa berhenti, jari-jari tangan serasa tak bertulang. Aku beranikan diri memanjati tanah itu.
Aaachhhhh.... Om Dhanis berhasil menarikku begitupun Faid ternyata mampu menahanku hingga aku sukses menyandarkan kaki ke atas tanah yang tidak berperikedataran itu.

Sumpah Jiperr banget sama tanjakan dan ketinggian terjal macam itu.
Hari makin gelap, sekali lagi kutengadahkan kepala ke atas melihat langit yang makin kelabu hawa dingin mulai merasuki kami. Daun-daun di atas pepohonan sudah berubah warna menjadi siluet berbanding dengan warna kabut. Kang Asep, Kang Bagja, Om Dhanis, Dhedhe serta Marley dan Indra masih dengan semangat dan kadang engahan dan erangannya saling beriringan menapaki batu-batu terjal yang makin meninggi. Begah sekali. Ada batu setinggi pundak yang bisa kusandari sejenak saat kantuk dan lapar tiba. Namun hanya sekejap saja istirahat itu berlalu. Dingin sekali.

Meskipun aku berjalan tak terasa sedikitpun hangat menyergapku. Aku makin kedinginan di tengah erangan lelah dan tarikan napas panjang yang bergantian dengan emosi dan marah karena tidak segera sampai. Sempat terdengar suara Om Dhanis yang meneriaki Dhedhe supaya mengarahkan aku menuju ke kiri jalan. Sesudahnya aku lupa selain suara napas panjangku dan bayangan di depan yang kukira adalah Faid yang menungguku di depan. Faid menungguku sambil berhenti melihatku. Iya dia berhasil kulewati. Dengan terengah-engah aku menoleh pada faid yang berdiri tepat beberapa langkah di samping kiriku. Tunggu. Itu bukan Faid. Aku yakin itu bukan dia, Faid tak memiliki mata itu. Tak kuacuhkan lagi siapa dia. Aku berjalan lagi dalam sesak napas dan takut yang tak pernah kurasa selama beberapa kali pendakian. Pulang. Aku Cuma ingin pulang......

”Sinetron” malam itu berakhir dengan sukses. Aku ngga ingat apapun selain Malkis Rasa Abon Sapi yang ditawarkan om Dhanis dan Teh hangat yang kurang manis yang dibuatin Kang Asep. Jaket berlapis-lapis sudah melekat di tubuhku. Dan ketuju laki-laki cakep (kecuali Marley hehehehe) sudah ada di depanku, berusaha mengalihkan perhatianku supaya aku tetap fokus.

”Jangan kemping di sini ya. Ngga boleh. Kita kudu pulang.” Aku bilang ke mereka.
”Iya!!!!” Serempak mirip anak TK!!!!
”Jangan ninggal kalo jalan!”
”Iya!!!!”
”Dede di depan jalannya, trs Kang Bagja di depannya Susan.” Kata Om Dhanis kasih perintah. ”Jangan terlalu jauh kalo jalan.”
Dalam remang kami menapaki sisa-sisa tanjakan itu. Sejenak aku menggamit lengan Kang Bagja di depanku di mana kurasakan ”dia” masih ada di sana menunggu kami untuk berjalan meninggalkan tempat itu.

Jarum jam menunjukkan pukul 7 malam saat kami melintasi puncak bayangan. Kira-kira tidak sampai 30 menit saat kami bertemu dengan tupai kecil di puncak Gede yang mengagetkan kami saat duduk berjejer meikmati gemintang yang menempel dengan jelas di dinding langit berwarna hitam. Indah, damai, benar-benar pekat dengan bulan yang melengkung menyabit di sana.

Sesudah jalan turun pelan dan terseok-seok sampai Kang Bagja mengeluh karena kakinya sakit, akhirnya jam setengah 9 kita sampai di padang itu. Surya Kencana.

Kurasakan angin itu lagi, Angin dingin yang menerpakan kesejukan....
Tepar. Om-om itu tepar semua. Kecuali Indra, Dhedhe dan Faid yang menungguku memasak sayur asem dan ayam bumbu kuning untuk mengisi kekosongan perut. Tak ingin terjadi apapun pada saat kami asik tidur nantinya.


Selamat Pagi Surya Kencana....

seribu rambutmu yang hitam terurai
seribu cemara seolah mendera
seribu duka nestapa di wajah nan ayu
seribu luka yang nyeri di dalam dadaku
di sana kutemukan bukit yang terbuka
seribu cemara halus mendesah
sebatang sungai membelah huma yang cerah
berdua kita bersama tinggal di dalamnya
nampaknya tiada lagi yang diresahkan
dan juga tak digelisahkan
kecuali dihayati
secara syahdu bersama
Ooo.. selamanya bersama selamanya

(Huma Di atas Bukit -Godbless)


Marley masih ngomel-ngomel pengen melihat puncak di pagi hari.
”Gara-gara semalam lw akting jadi Nyi Blorong, gagal deh liat awan di puncak!” Omelnya sambil berusaha menyalakan kompor gas.Dia tidak berhasil.
”Lw gimana sih sudah berapa kali gw ajarin nyalain kompor??? Malu dong sama keril n sepatu baru!”
”Halah lw tuh... katanya pendaki. Mana? Ngerepotin aja. Keril dibawain ma faid. Udah gitu pake nanya siapa gw lagi. Untung itu bukan lw. Coba kalo itu lw. Udah gw tampol aja deh!!!!”
”Ngga mau ngajak Marley lagi kalo naik gunung. Jangan ajak dia lagi ya Om... ”
”Tenang aja Ley, gw bakal ngajakin lw tiap kali naik gunung! Susan juga pasti diajakin terus. Gw kontrak seumur hidup deh!”

Tawa, celaan dan hinaan menghiasi pagi di depan tenda kami sambil menunggu Kacang hijau request Kang Asep yang ga matang-matang. Sebelumnya kami bertemu dengan tim HC yang sudah 2 malam berada di Surken.

Kira-kira 30 orang gitu deh. Banyaaaakkkk banget.
Seharusnya kami pulang mulai pukul 10 pagi. Tapi sayangnya karena banyak sekali sesi pemotretan yang harus dilaksanakan pagi itu, dengan terpaksa kami memulai down hill pukul 11.30

Seperti biasa, Narsis ala Marley menulari kami semua tak terkecuali Kang Asep n Indra, Faid sudah meluncur berlari turun dari tadi dan kami hanya bisa menggapai kembali GPO pukul 4 sore sebelum akhirnya mampu mencapai tempat Mang Idi lagi sesudah Maghrib.

What a trip.........

*** Terima kasih kepad Allah SWT yang sudah mengijinkanku naik lagi ke Gede
*** Kepada angin Surya kencana sampaikan salam rinduku pada Ibu dan Ayah di rumah serta Hafidz-ku. Tante kangen kamu Ndul! Kemanapun angin menghembuskan langkahku, kupasti akan kembali, tunggu anakmu ini ya....
*** Kepada rumput empuk di sekitar eidelweis katakan pada gerimisku bahwa aku rindu mencumbui rintiknya..
*** Kepada Kong Nanda dan Tante Heny teman perjalanan yang memilih menikmati badak-badak di kandangnya. Love u kong n Tante..
*** Untuk teman-teman super woman di pendakian women series yang sempat beberapa kali jalan, kalian perempuan-perempuan keren. Sumpeh ga berani bersanding sama kalian. Secara aku cuma bisa bawa daypack ajah. hehehe

Kepada 7 pendekar tangguhku yang menemaniku selama perjalanan kemarin:

*** Untuk Kang Asep makasih buat sponsornya dan tumpangannya. Indra ... this is the beginning of your fight.
*** Dhedhe dan Faid.... yang tak henti2nya menyemangatiku saat aku down
*** Kang Bagja... jangan kapok jalan ma susan ya... ntar kumasakin dengan cara yang lebih beradap hehehehe....
*** Marley darling sayang... kita akan naik bareng lagi  kan? Sambil berantem, cela-celaan dan kejar-kejaran dan ahhhhh.... kangen Marleyyyyyyyyy...Yuwks...!
*** Om Dhanis, om gw banget deh. No word to say.

==================================


36 comments:

  1. muncak lagiiiiiiii

    ceritanya kurang seruuu, nangisnya kurang lamaaaaaaa....heheheheeee

    ReplyDelete
  2. ke pangrangoo.......lebih mak nyusssss....wkwkwkkkkkk

    ReplyDelete
  3. ya buatkan catpernya dong Dhe... Kamu yang lebih ngerti kan :p

    ReplyDelete
  4. ceritain yg bener dong dhe....
    si su....kemasukan nyi blorong yaa?? hahaha

    ReplyDelete
  5. This is the most challenging experience.

    ReplyDelete
  6. oh gitu toh ternyata....pasti om2 itu pada panik semua ya san....

    ReplyDelete
  7. yuwks.. pulang ke Indo deh Je.. kita bisa naik barengan tuh

    ReplyDelete
  8. Kang Andi kemarin ikutan di SK bukan sih? Kok sepertinya ada wajah yang tak asing bagiku ...

    ReplyDelete
  9. hush! bukannya emang gitu orang2 tua itu kl d gunung kena mountain sickness macam itu

    ReplyDelete
  10. kalo yang hendri agustin banget yang gimana bang? hehehe...

    ReplyDelete
  11. ada yang nungguin tuh Am.. kamu ingkar jenjong deh hehehe

    ReplyDelete
  12. Katanya sih .... gosipnya sih pengen nampolin semua Nay.

    ReplyDelete
  13. whatta "sadisssss" quote susan..

    bhua ha ha ha ha ha ha ....

    ReplyDelete
  14. ceritain yg bener dong dhe....
    si su....kemasukan nyi blorong yaa?? hahaha


    " waaaaahh, kenapa jaid merinding begini yaahhhh..."hhhmmm nyi..sapa yg masuk..?

    ReplyDelete
  15. di jilid aja, trs copy dan kasih ke gw san.. :) enak bacanya :)) lagipula gw kapok jalan bareng super leled :p

    ReplyDelete
  16. *blm baca*
    HADEEEEEEEEEEEEEEEEEERRR..!!!!! *Yyuuwkkk..!* :))))

    ReplyDelete
  17. Kekmana gayanya ini, Sand...?? :D :D

    ReplyDelete
  18. Prasaan gue, laki-laki semuanya deh... :)))

    ReplyDelete
  19. Huwaaaaaaaaahh.... Gue kangeeeennnn dengan tanjakan itu semuaaaa....

    ReplyDelete
  20. Gak usah naek gunung lagiii kalo pengen ngerepotin dan buat journey jd lambat.. Hahahaha.... Jadi gagal deh melihat view dari atas... Mmmuuaahhh buat susan.. *halah... :p :p*

    ReplyDelete
  21. BWUAKAKAKAKAKAKAKAKKAKAKAAKKK...
    Kala itu bener2 kayak TelenoPRET beneran.. Seorang wanita setengah pria MAMPU meluluhkan para punggawa dari Italia yg berjumlah 7 org itu; Fulgoso (Kang Danies), Mario (Kang Asep), Alesandro (Marley), Benedigto (Dhede), Felipe (Faid) dan Feruzia (Indra) malam itu... Hahaha....

    Tingkahmu sungguh terlalu, Alesandra....(Susan)..!!! HUH..!!

    ReplyDelete
  22. Love you Sand.. Love you semua temanss.. Much mmmuuaaccchhh....
    You've been coloured of all my life time... BRAVOO..!!!
    *kangen pengen nanjak lagi..kencanduan..!!*

    ReplyDelete
  23. kita ketemu kok di SK.. barengan Kang Dhanis...

    ReplyDelete
  24. Sudahlah Allesandro jangan kau buatku merah merana lagi mengingatnya. Asem!!!!

    ReplyDelete
  25. you are my color too ley. Kolor apa colour ya?? wakakakak

    ReplyDelete
  26. Fulgoso kan anjingnya marimar ya?
    Ga ikutan deh Om,,, tuh Marley binal bener bahasanya.
    Ga usah diajak lagi ya,,,,

    ReplyDelete
  27. Pundung ah, kagak kesebut ... huahaha

    ReplyDelete
  28. Owalaahhhh....Lufa daku Bartolomeus (Kang Bagja).. Hahaha..

    ReplyDelete