Sunday, February 10, 2008

Menerjang Badai Siksaan (dari mata kaca seorang pendaki newbe perempuan normal) - 2

Badai siksaan 3
Pernah nggak naik ke satu tempat tanpa persiapan (baca : persiapan materi perjalanan dari mulai pengetahuan tentang gunung itu sendiri, cuacanya, setinggi apa dan lain sebagainya yang membuat kita tidak ada persiapan sama sekali dan menyebabkan kita hanya melakukan packingan ala ke mall dan sejenisnya). Saya masih ingat waktu itu pertama kali ke mahameru di saat matahari lagi gencar-gencarnya menerpa tanah di pulau jawa bagian Lumajang yang akhirnya menjadi pelajaran berharga buat saya bahwa setinggi apapun gunung, atau sedingin apapun keadaan sekitar, tetap letak matahari cuma sejengkalan tangan saja. Benar-benar membakar. Tanpa sunblock dan semacamnya saya dengan riang hati "ikut-ikutan" ke semeru. Akibatnya ampun muka jelek malah jadi ancur total tak berbekas. Sejak itu saya belajar memakai cream penghalang sinar matahari ke mana-mana, bahasa kerennya sun-block. Mungkin saya merupakan satu diantara sekian perempuan yang tidak sadar akan bahaya kebakaran kulit, ternyata teman-teman cewe yang lain yang pengalamannya jauh melebihi saya, tiap ada kesempatan, selalu
mengoleskan sunblock dan cream-cream lainnya(1) pada bagian tubuhnya
supaya tidak membuat muka mereka pecah, gosyonkk, dan kebobrokan kulit lainnya. (dasar wong deso banget sih... )
Selain wash bag, beauty case dengan bermacam-macam alat, juga selalu saya perlukan. ga peduli protes menghadang dari beberapa temen-temen cowo tentang ini (cewe, ga peduli jelek atau ancur, tetep butuh keliatan cakep. at least, buat dirinya sendiri gitu loh.)

Badai Siksaan 4
(yang ini cenderung sebagai tips untuk menjaga hati perempuan- in short saya banget deh)
Ini yang paling penting buat saya sebagai perempuan normal yang memiliki tingkat kekaguman tinggi terhadap bumi dan penginjaknya, terlebih-lebih human being who step his(2) feet on my beloved planet earth!! di sadari atau tidak, jujur ataupun disangkal adalah anugerah di balik rerimbunan dunia nun jauh dari peradaban menemukan teman baru -terutama cowo (apalagi yang eye-catching, bukan eye kitcher) yang keren dengan aksi memanggul carier(3). Gimana mata ga siwer atau otak ga konsen kalau di hadapan, dibelakang, di samping atau dimana deh ada sosok laki-laki kekar yang serasa bisa mem-protect perempuan-perempuan
seantero hutan. Atau yang asyik diajak ngobrol selama perjalanan, bisamembuat kita tersenyum, terhibur, terlindungi dan ter ter lainnya(4). Cuma yang insya Allah akan saya ingat-ingat terus mulai saat ini, harusnya sebagai perempuan itu saya harus berpikir 685 kali untuk kagum dengan "anugerah" tersebut. Di gunung, di laut, di atas becak ataupun di dalam bus damri(5), perempuan (6) harus tetap mikir dulu macam mana nih mangsa di hadapannya, karena bisa jadi mereka hanyalah phenomena lain dari gunung yang tersaji selain phenomena-phenomena alam yang sudah pasti ada sebelum ketemu dengan kita.

Intinya saya (ijinkan juga saya berkata - kita kaum pendaki perempuan) harus hati-hati untuk terlibat cinlok di hutan!!!!!
hahahahaha..... ingat bow ini di gunung...............
perbedaan athmosphere, cuaca, rintangan yang datang, benar2 beda banget dengan kehidupan sehari-hari (7). Tak ada yang melarang cinlok. Tapi bow, entah karena buta warna atau buta aksara dan makna, terkadang saya akan terbawa euforia cowo di dekat kita yang sering saya tidak tau background(8) dan backdropnya(9).
Sebagai cewe nih harusnya kita bisa cinlok sebijaksana mungkin. Prinsip utama adalah pastikan pendaki cowo "incaran" itu benar-benar single, next criteria bisa ditambah tergantung selera. Karena sebagai perempuan perasaan fragile dan sensitive adalah blessing pluss dissaster (10) all at once!
Bertjinlok jangan bertjinlok kalau tiada artinya. Bertjinlok boleh saja... asal ada gunanya(bacanya pake goyang ala Bang Haji yach.. tarrriiikk!!!)
Semoga cinlok-cinlok gunung selanjutnya, akan ada yang bisa membuat kita sampai pada puncak bernama happily ever after peak. :)

Badai Siksaan 5
Ini benar-benar badai buat saya. Memasak adalah kelemahan saya. Apalagi memasak di gunung. Andai ada teman-teman yang ahli untuk membagi ilmunya dalam mengatur menu perjalanan di gunung yang asyik, saya akan sangat berteima kasih sekali). Badai ini belum sepenuhnya bisa saya atasi. Mie instant dan other instant foods cukup melegakan karena dengan itu saya masih bisa menambah karbohidrat supaya kuat menanjak.
Temans, sepertinya itu dulu badai-badai yang sering saya temui di gunung.

FINISH
--------------------
1) awas!!! cream buat kulit wajah manusia, jangan cream of tart-tart (mo naik gunung apa mo bikin tart cake? kalo iya jangan lupa bawa openan sekalian, jangan microwave, ga ada colokan di sana) apalagi creambath--- wahhh lama yampe puncaknya
(2) sudah jelas kan? "His" bukan "Her. itu menujukkan saya perempuan normal.
(3) bukan beras dan sebangsanya.......... yang ini pemanggul macam farid dkk. xixixixi
(4) secara lama nge-jomblo jadi bagian ini saya tulis dengan benar-benar sepenuh hati hahahahaha
(5) di sini ga ada bus-way. maka saya pake terminology bis damri
(6) oh saya perempuan ya?
(7) baca: fakta yang ada
(8) latar belakang
(9) biasanya buat latar panggung
(10) berkah dan musibah


love,
susan.
newbe perempuan di dunia pendakian

4 comments: