Sunday, January 20, 2008

Being a Translator

Main tool : Meja, pensil, kamus inggris-indonesia dan indonesia-inggris, oxford mini yang ga terlalu sering dipakai.

Additional : secangkir gooday vanila kadang-kadang tersedia kalau sudah deadline banget plus Yahoo Massanger kalau kebetulan butuh, teman dan om Wikipedia yang superior dalam memberi data kalau kebetulan masih belum ngerti kata-kata di atas kertas.

Bergelut dengan pilihan kata yang serupa dalam satu tempo.
Kalau sudah jenuh pasti hasil translete akan jadi kasar dan tidak indah, namun tetap kuteruskan hasil translation cakar ayam itu. Untunglah sesi "pengeditan" dan "perevisian" menjadi mata rantai berkelanjutan yang diwajibkan oleh para expert translator untuk mentranslate dengan sebaik-baiknya dan read-able.

Keuntungan : Ilmu gratis dan tambahan vocabulary yang selama ini terbatas. Astronomi, Psikologi, Ekonomi hingga Kedokteran secara rutin mampir untuk memperkaya otakku.
Kerugian : Ngga ada. Namun kadang sampe dini hari menjelang dan mata mulai ngantuk dan mood tetep tancap ngebut untuk mengubah dan membolak balik kata-kata dari indo-inggris dan sebaliknya.

Sadar sekali bahwa aku belum cukup handal, namun ini adalah langkah awal yang aku pilih -Selain sebagai private teacher tentunya - untuk kusetubuhi sebagai ajang untuk mencari sesendok nasi dan segelas susu cokelat ditambah kesempatan menjelajah kapanpun aku mau.

Smarter Congenial Fearless Works deh.....

6 comments:

  1. Whuiii...., semangatnya itu lho...., bikin ngeri......

    ReplyDelete
  2. bagaimana klo start dari cari data soal pendakian gunung yg berbahasa inggris dan diterjemahkan buat web??

    ReplyDelete
  3. translate emang ga segampang yang dikira. aku pernah ikutan jadi sukarelawan buat nerjemahin program opensource ke berbagai bahasa. Ampun, ribet juga bo.....

    ReplyDelete
  4. salut bisa menyetubuhi hal2 yg spt itu :)

    ReplyDelete
  5. hhhmmm....good job sue.....
    miss u

    ReplyDelete