Thursday, November 29, 2007

Menikmati Batu dan purnama di Panderman

Staring
Leading Actors plus Cameo :
Rudy "Ary" Linga
Susan"Amara"Lingua
Johan "Francois" Lingua

Supporting Role Actors:
Mamanya Johan
Papanya Johan
Ibu penjual Pisang
Bapak penjual es Campur

Ke Malang lagi neeh. Lebih tepatnya di Batu, di rumah Johan yang nyaman buat ngadem, aku menuju ke sana. Bertemu dengan orang tuanya dan berdiskusi banyak hal membuat aku lupa akan kebosanan dan panasnya Surabaya. Jam menunjukkan pukul 8 ketika Jo bilang bahwa Raden Mas Rudy sudah ngendon d depan masjid alun-alun batu mengingatkanku bahwa kita akan ke Panderman. (Saking enaknya leyeh-leyeh, mo naik gunung bisa lupa).
Dan malam itu kamu bertiga dengan nescafee dan teh panas yang kami masukkan dalam flask, dan dengan mata ngantuk (namun karena sudah diniatin) berangkatlah kami ke mall di atas puncak panderman yang ada di belakang rumah Johan).

Sepanjang perjalanan tak lelah kami bercanda dan tertawa.
"Jadi lw pernah kerja di sana San?" kata Rudy sambil nunjuk salah satu vila yang kami lewati.
"Iye"
"Berarti lw pembantu gw dong"
"Ha? Lw majikan gw yang idiot itu?"
"La, pembantu gw itu lebih idiot dr gw!"
Setelah puas ketawa sambil ngos-ngosan dan Johan masih asik menelpon seorang oknum untuk pamit ke naik ke Panderman (et dah.. ke Panderman aja minta di SAR) kami terhenti sesekali menikmati pemandangan kelap-kelip Batu di malam hari . Merasa panas, melihat Johan asyik menelpon, akupun menelpon juga minta di SAR kalau sampe 2 minggu ga ada kabar (hahahahhaha). Sedang Rudy ternyata juga panas tangannya pengen mencet nomer telpon temannya yang bernama "bini" yang katanya besok subuh mo ngajak dia jalan-jalan ke pasar pagi di Gajayana.
"Sayang... celanaku kok kamu pake sih... salah neeh. Ayo lepas lagi" kataku di dekat Rudy yang nahan tawa gara-gara si "bini" mendengar bacot-baotku dan Johan di sebelahnya. Sori ya Bin, bukan maksud aku pake celana Rudy. Apa daya Rudy emang suka suka ga betah pake celananya sendiri.
Dan jalanan beraspal yang cukup membuat kami lelah selama 1 setengah jam ini akhirnya menghantarkan kami pada pertigaan di sebuah masjid. Finally we had to choose which way to take. Johan memutuskan untuk melewati salah satu jalan itu. Dan menyalakan speakernya sambil sesekali berhenti untuk ngopi dan ngeteh kami berjalan. Ntah berapa kemiringan yang harus kami tanjaki dan berapa banyak pemandangan lembah di malam hari yang menyambut kami di bawah sinar purnama. (Hemmm... Purnama, fullmoon, wow kalo ngga birahi, bisa-bisa 2 makhluk itu berubah jadi manusia srigala -pikirku). Fullmoon juga yang membuat kami tak perlu menggunakan senter untuk melangkah di malam hari. Padang tenan malam itu.
Setelah sempat nyasar dan kehilangan arah dan tujuan, kami menanjak lagi.
"San, ingetin aku untuk bilang sesuatu ya kalo dah sampe atas." kata Johan. Et dah. nih orang mo apa lagi nih? Jangan-jangan hal-hal mistis dan nakutin.
"Rudy, lw depan aja deh." pintaku
Dengan pasrah Rudy menurutiku meskipun ngos-ngosan. Di depan ada batu gede banget.
"Puncaknya itu ya Jo?"
"Iya. Ada batu besar"
Alhamdulillah berakhir sudah semua penderitaan malam selama 4 jam itu.
Dan dalam hitungan menit, Rudy sudah ngorok . Johan masih sibuk dengan api unggun di sebelah kami. Aku pun mencoba lelap diatas unyil kesayanganku. Luv u Nyil.. hehehe.
Ketika jam menunjukkan pukul 4 dan udara makin dingin, kuingatkan Johan untuk memakai jaketnya. Tapi ntah dapat kekuatan dari mana nih orang masih kekeh minjemin jaketnya ke aku. (Makasih Jo... ) Mungkin atmosphere salju dah merasuk di tulang dan sum sumnya.
Around 5 a.m It's sunrise. Time to narsis. Dan kamipun bersiap-siap jadi modelnya Johan. Poto dari tema kebelet, pre-divorce, merangkak sampai pose-pose di atas batupun diabadikan dalam kameranya. Btw, aku juga seneng banget akhirnya si osprey ketemu kakak kandungnya di Panderman. hehehehehe... Akur banget deh.

At 7.00 kita going down dan ketika bertemu dataran kami berhenti untuk pemotretan sampul kaset album terbaru kami dengan single hotnya "Bila kuingat-tak ingat-ingat". Pose model Naruto sampai pose loncat-loncat kami lakuin (terinspirasi oleh gatalnya dengkul begundal di Ranu Regulo kalee).

Perjalanan turun yang menyengsarakan kaki menyebabkan kami harus berhenti berkali-kali karena menahan sakit. Dan keinginan untuk menyantap pisang goreng di otakku akhirnya terkabul. N guess what? nggak hanya itu, di satu sudut pasar itu si Ibu penjual pisang juga menjual tempe kacang or tempe bungkil. Yessss.... Sudah lama aku ngidam tempe kacang. Keajaiban terus berlanjut saat kami menemukan es campur yang seger habissss.
Sambil menenteng pisang dan tempe kacang kami pulang di bawah teriknya matahari Batu yang kurang bersahabat. Panas cuy.... :(
Momnya Johan ternyata baik banget sampe bersedia nggorengin pisang ma tempe kacang plus buatin pecel untuk mengisi perut-perut busuk ini.
Setelah makan bareng-bareng dan berbincang bersama akhirnya kami tepar sampe jam 3 sore.

Well it's time to leave the laughter. Let's get back to our reality show.


  • To Johan and Family... buat sambutan hangatnya kepada kami terutama Rudy yang anak kos hahahahha... Sampaikan maaf atas kerepotan yang kami buat selama di sana.
  • To Rudy yang mo ninggalin kota apel dan pulang kampung. Good luck ya Rud. Makasih buat baso Damas-nya dan buat direpotin nggotong tenda aku sampe ke terminal. We'll see again someday.

What a day

7 comments: