Monday, April 20, 2009

ke sumbing

“Terkadang jalan yang lurus-lurus saja itu bukanlah jalan yang indah. Coba berbelok sedikit, pasti akan lebih berwarna.”

Emma menirukan rangkaian kata-kata yang ia ingat dari pesan di milis kisunda yang pernah ia ikuti.

“Yuwks… Kita belok nih jadinya?“

Saya bertanya sambil cengar cengir menyetubuhi kata-kata yang Ema yang menguap di balik malam di bawah purnama selepas Desa Garung. Tanpa perlu headlamp kami sudah bisa mengenali tiap pijakan di depan.

“Boleh juga tuh. Okay!“Kamipun melintasi kembali kebun-kebun penduduk dengan sangat hati-hati supaya tidak merusak apa yang ada di bawah kami.

Ke Gunung Sumbing. Tetangga Gunung Sindoro, kami berencana menghabiskan 4 hari libur panjang kali ini. Libur Pemilu, menyambung Great Friday dan libur Sabtu-Minggu (9-12 April 2009) sepertinya akan cukup membuat shock terapi tersendiri untuk betis-betis kami yang sudah haus akan siksaan.

"Ma, logistik kita bagi 2 saja supaya ga terlalu berat. Mungkin kita sudah akan ada di sini lagi Jumat malam."

Begitu saya mengutarakan ide untuk membagi dua logistik karena rencana awal adalah Sumbing-Sindoro. Keempatnya setuju (baca : Ema, Asep, Lendy dan Wonggo).

Pestan, Watu Kotak.. Di mana mereka?
"Wondo, kok ga ketemu Pestan? "
"Lend, mana watu kotaknya? Yang itu puncak bukan sih?" Saya dan Ema berkali-kali bertanya dan sekali lagi jawabannya tidak menggembirakan, "bukan mbak... itu lo puncaknya di balik bukit yang itu." Jawabnya.

Lambat laun kami sadar, ini bukan jalur yang dikehendaki. Semak-semaknya terlalu tinggi dan ada punggungan panjang di samping kiri kita yang kelihatannya lebih bagus dan tidak serapat ini.
"Woiiiiiiii Salah.. salah jalurrr..." Kata suara di seberang kami. saat kami berlima berleha-leha menikmati semilir lembah di balik pohon sambil memasak makan siang di istirahat siang itu. Itu adalah hari kedua kami. Seharusnya tidak lebih dari ini. Seharusnya siang kedua itu kami sudah meraih puncak Sumbing sesuai jadwal yang sudah kami perkirakan beberapa hari sebelumnya dan nanti malam sudah menuju Sindoro.
Kentang. Perjalanan sudah separuhnya. Ntah di perbukitan mana kami berada kala itu yang jelas kami tetap berjalan mengikuti alur yang kami anggap sudah benar. Peduli amat apa kata orang

No comments:

Post a Comment