Friday, September 12, 2008

Ayah dari Langit



Namaku Arista. Orang-orang lebih mengenalku sebagai Banci UFO. Mereka memanggilku demikian karena satu kejadian aneh di satu malam pertengahan Agustus lima tahun lalu yang merubah hidupku sekaligus mengakhiri profesi yang sudah kugeluti selama 10 tahun lebih. Profesi sebagai banci kaleng yang kadang menjajakan diri di malam hari.

Seperti biasa, tiap jumat malam aku memiliki jadwal kumpul bersama makcik-makcik1 kere lainnya sambil ngerumpi dan curhat sana sini di satu lapangan luas di pinggir rel kereta api. Kelompok kami terdiri dari 5 orang waria-waria lucang(2) dan sok cakrawala (3) bahkan terkadang cakrabirawa.(4). kelompok kami tidak seperti kelompok waria-waria yang memiliki wadah atau perkumpulan dengan ikatan dan iuran tertentu yang diwajibkan untuk membayar tiap bulannnya. Kami berlima adalah banci miskin yang selalu berkumpul untuk melampiaskan curahan hati masing-masing karena memiliki kesamaan nasib dari malam sampai pagi sambil menghabiskan berbatang-batang rokok ditemani tuak murahan. Mabuk tuak sudah menjadi kebiasaan di akhir acara kumpul-kumpul kami di sepanjang rel mati tersebut.
Di situ ada jeng Nani yang memiliki sebuah sisal 5 di sebuah gang yang sempit. Ada juga Puspita anggota paling kecil yang sedang mengikuti kaderisasi menjadi ahli persanggulan di sisal milik Nani. Sedangkan aku, Cintya dan dan Dara sama–sama berprofesi sebagai pengamen kaleng di siang hari dan pukul 8-4 (8 malam – 4 pagi !) kami pergi ngĂ©mbong6 untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Sesungguhnya aku juga ingin seperti Jeng Nani yang santai saja di rumah dengan penghasilan biasa-biasa saja tapi bisa hidup. Namun aku memiliki tanggungan di rumah, ibu yang sudah berusia senja yang mulai sakit-sakitan sejak 5 tahun yang lalu. Akhirnya aku memutuskan meninggalkan pekerjaan sebagai pegawai salon yang gajinya sangat kecil.

Malam itu tanggal 5 Agustus 1994 hampir tengah malam, aku masih ingat bagaimana Nani, Puspita, dan Dara asyik mencemooh aku karena bercerita tentang keanehan langit yang baru kulalui selama perjalanan menuju basecamp yang menyebabkan aku datang terlambat dari jadwal. Mungkin hanya mataku saja yang melihat kejanggalan tersebut. Perjalanan dari rumahku terasa sangat membuatku takut karena berkali-kali aku menengok ke atas untuk memastikan bahwa aku hanya bermpi atau hanya melihat bintang jatuh sesaat. Sempat kumembuat permintaan untuk menjadi banci kaya raya. Langit berwarna hitam berhiaskan bintang-bintang di atasku tersebut makin membuatku sangsi bahwa apa yang kulihat beberapa menit yang lalu bukan bintang jatuh. Karena ia muncul berkali-kali dengan warna putih berkilauan dari sisi kiri dan muncul lagi dengan bentuk yang sama dari sisi kanan, gerakannya sangat cepat dan meliuk liuk dari bawah ke atas dan sebaliknya. Kemanapun aku melangkah di atas high heel 9 cm kesayanganku, benda tersebut seakan akan mengikuti tepat di atas kepalaku dan baru berhenti terlihat saat aku sampai di areal rel kereta yang mati tersebut.

Nani makin tertawa ngakak saat aku bilang “jangan-jangan itu piring terbang yang sering orang-orang bilang itu, bow.”
“bow… kawanua(7)banyakan minahasa(8) tuak kali sebelum berangkat ke sindang(9).” Sebelum menyangkal, aku mengingat lagi aku tidak mabuk. Aku bahkan belum makan apa-apa karena sibuk mengurus ibu yang kumat asam urat dan rematiknya.”

Tak ingin berpikir lagi, aku rehat meletakkan badan di atas pinggir rel. sambil merokok dan memandang langit sementara keempat temanku tadi sedang sibuk menertawakan muka bingungku dan sibuk mengolok-ngolok aku dengan cerita tadi. Aku cuek dan sibuk memainkan kotak ngamen milik Dara yang ada di sampingku sambil menyanyi.. “Wanita Racun dunia..."
Tiba-tiba Cintya menjerit, membuatku behenti bernyanyi.
“Ses Arisss cepet minggir ada kereta!!!!!!!!!!!!”

Hanya aku satu-satunya yang sedang duduk di atas rel kereta malam itu.
Masih sempat kuberpikir sejak aku jadi waria, rel ini sudah mati dan tidak pernah dilewati oleh kereta api apapun, bagaimana mau dilewati, ujung-ujungnya sudah tertimbun tanah dalam-dalam. Kuberpikir lagi sungguh tak sedikitpun kudengar suara kereta melintas sebelumnya dan aku masih ingat keempat banci temanku tadi yang sibuk memperingatkanku untuk segera berdiri karena hanya beberapa meter saja kereta akan segera menghempaskan dan meremukkan tubuhku dalam hitungan detik. Saat itulah aku sadar untuk segera berdiri. Namun telat. Kereta panjang dan sangat besar serta terang benderang berwarna putih kehijauan dan juga biru itu melintas dibelakang tubuhku memang tidak berhasil menabrakku, namun asap yang ditimbulkannya dari bagian belakangnya menyedotku masuk ke dalam. Kereta ini tidak menjejak di atas rel melainkan mengambang dan akhirnya terbang.

Aku masih sempat menyaksikan keempat temanku tadi berlari menjauh sambil berusaha menutupi kesilauan matanya dengan tangan mereka masing-masing dan hanya menjerit ketakutan serta berkali kali memanggiku. Padahal asap yang menyerapku tak sedikitpun terasa sakit. Hanya udara yang empuk, sejuk dan sedikit membuatku sesak karena aku menghirup bau gas yang sempat menusuk rongga pernapasanku. Aku berteriak mungkin karena kaget dan syok atas kejadian tersebut.
Aku hanya sempat menjatukan kotak ngamen milik Dara yang sempat aku pegang sebelum seluruh tubuhku terlahap ke dalam kereta yang luar biasa cepatnya, mungkin jauh lebih cepat daripada shinkansen ataupun TGV.

Ketika aku sadar, aku mendapati tubuhku telanjang di atas sebuah tempat empuk berwarna perak. Empat sosok laki-laki ada di depanku. Sosok aneh, wajahnya putih pucat bermata sipit dan bola matanya juga putih. Sempat kuberpikir mereka akan memperkosaku. Aku takut. Meskipun aku banci, aku tak ingin diperkosa oleh makhluk seperti ini. Mereka seragam mengenakan pakaian seperti yang sering aku lihat di film Star Trek namun berwarna metalik seluruhnya. Aku teringat Data yang berkulit putih pucat di serial tersebut. Mereka seolah-olah sedang meneliti tubuhku dari ujung kaki hingga ujung rambut. Ketika kumemberontak tak satupun dari mereka bertindak kasar seperti yang aku kira. Namun sempat pula aku dipaksa untuk berpakaian sama dengan yang mereka pakai saat penelitian terhadap tubuhku usai.

Sebelum meninggalkanku, salah satu diantara mereka mendekatiku mengepalkan tangannya seakan-akan hendak menghantamku, aku menjerit takut.
“ah… jengoooooong (10)… “ kataku refleks. Masih bisa juga aku menggunakan bahasa waria di tempat aneh ini. Kemudian ia mengepalkan tangannya ke dadaku lalu ke dadanya pula. Ternyata ia hanya ingin menandakan simbol persaudaraan lewat gerakannya tersebut.

Akupun Akhirnya sendiri di ruangan maha luas yang mungkin sepuluh kali luas lapangan tempat aku biasa kumpul bersama teman-teman banciku. Ruangan yang ternyata luar biasa sejuk dengan jendela yang sangat lebar dan langsung mengarah ke langit membuatku bebas memandangi keadaan di luar sana. Di depanku banyak sekali piring-piring terbang, yang sering aku dengar dari ibuku dulu, melintas di depanku. Tempat apakah ini. apakah aku ada di ruangan milik Star Trek? Atau apakah ini bintang yang sering diceritakan ibu dahulu yang kuanggap sebagai halusinasi orang yang ditinggalkan lelaki begitu saja?

Sering ibu bercerita padaku ketika aku berkali-kali menanyakan di mana dan siapa ayahku sebenarnya? Mengingat ibu dulu sempat menjadi wanita malam. Ibu hanya menunjuk satu bintang sebagai jawabannya dan berkata dengan kata- kata yang hampir sama bahwa ayahku ada di langit di salah satu bintang-bintang itu sambil menambahi
“Nanti kalau dia kangen dia pasti menjemputmu..”
Sampai detik itu, aku hanya menganggap itu hanya khayalan ibu saja. Sudah cukup sering aku dihina teman-teman sebagai anak yang tidak punya bapak, sekarang ibu jadi gila dengan menunjuk bintang itu sebagai bapakku. Ah ibu, harusnya ibu berhenti bermimpi.
Dan di manakah aku sekarang? Di atas bintang? Di rumah Ayahku???? Bisa gila juga aku menyusul Ibu kalau aku berpikir seperti ini. Akupun tertawa terbahak-bahak. Mungkin untuk menutupi takutku.


Pintu ruangan dibuka tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Empat orang tadi datang kembali sambil memintaku berdiri dengan tanpa suara tapi aneh aku bisa mengerti kalau mereka menyuruhku berdiri. Telepati atau Teletex?? Atau jangan-jangan ini yang disebut dengan Bahasa Klingon yang sering digunakan dalam film star trek itu.
“Cepatlah berdiri!” bentak mereka dalam bahasa kalbu.
“Sebentar dong…. Kasandra(11) amat ini lekong (12)!” reflekku.

Tapi mereka tetap diam saja kemudian dari balik pintu muncul lagi makhluk laki-laki yang tampangnya lebih berumur dari mereka dan jauh berbeda dari kelima makhluk tadi.
Warna kulitnya sedikit lebih gelap dan matanya lebih mirip manusia dengan biji mata yang berwarna hitam, namun alisnya yang menghadap ke atas mirip kaisar-kaisar di film cina dengan jenggot warna copkelat, mata sipit, dan telinga yang sedikit lancip. Mirip telingaku yang kalau ngembong selalu aku tutupi pake wig. Dan satu hal lagi, sosok makluk yang memakai sabuk sebagai pembeda antara ia dan kelima orang tadi memilki raut wajah yang dingin tapi sepertinya cukup bijaksana. Ekspresinya datar namun sesaat sesudah itu ia sedikit menarik bibirnya dan tersenyum padaku. Senyum paling menawan.
oh… lekong aneh tapi menarik.
Lelaki itu melihatku sambil berdiri dan memperhatikanku dengan seksama seakan-akan mau menelanjangiku lagi.
“sutra (13) deh kalau mau mayangsari (14) langsung aja. Mau meong (15) dimande(16) bow?” aku coba mengalihkan perhatiannya. Tapi sia-sia matanya seakan menelanku habis. Bow… akika takut… sumpah bener-bener takut…
“Om-om … punya reksona ga? Rokok.. rokok…. “ lagi-lagi aku berulah membuat dia berhenti menatapku.
“Kau Ares?” bahasa kalbunya keluar dan menusukku. Tidak ada banyak yang tau nama asliku yang sangat singkat itu. Ares. Begitu ibu memanggilku dari kecil sampai sekarang. Katanya ia memberi nama itu supaya aku segagah Dewa Ares. Mungkin ibuku hanya bisa menangis saja melihat anaknya tidak gagah sama sekali seperti yang diharapkannya.
“ember… kenapose(17)!!?”
Angat jari-jarimu ke atas Ares.. aku mau melihatnya” Aku hanya bisa menurut
lalu dia memperhatikan kuku telunjuk kananku.”
“Tidakkah kau memperhatikannya, Ares?”
Dari dulu memang selalu ada pertanyaan tentang telunjuk kananku yang selalu bersinar seperti benda logam di kegelapan.
“Lihatlah punyaku.” Sama. Telunjukku dan telunjuknya serupa memiliki bentuk dan sinar yang sama.
“Semua makhluk dari Androz memilikinya.” Tambahnya.

Masih tak kumengerti maksud ucapannya hingga akhirnya dia melanjutkan cerita bahwa dia pernah bertemu dengan seorang perempuan bumi di malam hari yang sedang berjalan sendiri lalu karena ingin tau mereka membawanya beberapa saat untuk diteliti, hingga akhirnya dia jatuh cinta padanya dan menyetubuhi perempuan bumi itu. Ia tau akan ada makhluk hybrid yang akan lahir dari hubungan itu dan pastinya akan selalu terdeteksi olehnya. Dan sudah lama ia merindukan keturunan satu-satunya yang tertinggal di planet bumi itu.

“Perempuan itu ibumu” sambungnya. Dan keturunannya itu adalah aku…. Seorang banci yang kerjanya menjadi pengamen kalau siang dan malamnya mencari mangsa untuk menghidupi perutnya saja karena ia hanya seorang banci melarat yang tak diketahui siapa bapaknya kecuali ibu yang sekarang terbaring sakit-sakitan di rumah kecilnya di sudut bumi yang kumuh.
Aku memandanginya dan lirih bertanya “Kau… ayahku?”
“Iya”

Oke. Mari kita hentikan semua omong kosong ini. Tapi, jika memang dia ayahku, aku harus bagaimana? Memeluknya? Entahlah apa yang ada di pikiranku saat itu. Aku sungguh bingung. Ada satu kenginan untuk memeluknya seperti halnya makhluk bumi lain yang merindukan orang tua yang sudah lama tidak pernah bertemu, tapi dia bukan manusia

Dari matanya kulihat cairan warna hijau bening keluar dan bersamaan dengan itu kulitnya berubah jadi hijau muda pula.
“Seperti inilah kami mengungkapkan ekspresi gembira dan sedih kami” kata salah satu pengawal di sana.
“Aku Orrochi. Panggil aku demikian.” Katanya
Orrochi namanya. Ayahku seorang Alien namun tidak seseram makhluk yang digambarkan di film-film itu, mata besar dan tubuh kerdil berwarna abu-abu. Atau juga yang berbuntut seperti reptil. Orrochi mirip manusia hanya saja mata dan telinganya berakhir dengan bentuk lancip. Ia seperti makhluk lain di ruangan yang melayang-layang diantara bintang ini meskipun bentuk mereka berbeda-beda. Ada yang mirip sekali dengan manusia, ada yang tingginya seperti para pemain basket, bahkan ada pula yang seukuran Ucok Baba.
Dan Orrochi, ayahku adalah pimpinan mereka di wahana terbang ini. Harusnya aku bangga mempunyai ayah yang ternyata pimpinan sebuah kereta terbang aneh ini.
“kau adalah seorang hybrid, Ares.”

Aku hybrid katanya. Seorang manusia hybrid. Tepatnya banci hybrid. Indo, campuran. Setiap orang di negeriku akan bangga memiliki darah campuran itu. Aku indo memang. Indo manusia dan Alien. Gila! 

Monitor hologram di suatu ruangan di putar untukku.
Dari layar itu Orrochi menunjukkan asal usulnya. Sebuah planet yang super besar terpampang di layar tersebut dengan bumi disebelahnya yang jika dibandingkan mungkin 100 kali lipat bumi. Ia menyebutnya Androz. Dan di sanalah Orrochi, Ayahku berasal.

“Kau ingin ke sana?” aku hanya mengangguk.
Beberapa saat kemudian kami sudah mendarat di Androz.
Sungguh luar biasa. Androz sangat tenang dan sejuk, peradabannya mirip bumi yang kutempati, air di mana-mana sebagai sumber kehidupan dan tak lupa goresan awan-awan di atas gunung-gunung yang warnanya lebih cenderung cokelat. Di sana cokelat melambangkan kesuburan. Berbeda dengan bumi yang warnanya hijau.

“Orrochi, apakah di sini juga ada makhluk seperti aku?”
“Di sini ada makhluk berkelamin ganda. Tapi makhluk seperti itu bisa kami ubah dengan cepat dengan teknologi kami sesuai dengan keinginan mereka. Ingin menjadi perempuan atau laki-laki, atau bahkan tidak diubah sama sekali.”


“Apakah kau ingin berubah menjadi perempuan, Ares? Aku bisa membantumu” tambahnya.
Aku tidak menjawab. Aku terdiam saja. Aku masih kaget dan bingung dengan semua hal yang sangat mendadak ini.
Bertemu ayahku, berkunjung ke planet lain (bukan kota, pulau atau negara lain) dan mendapat tawaran menarik menjadi perempuan asli pula? Entalah…. Aku bingung.
Orrochi tidak memintaku menjawab pertanyaannya. Dia ingin aku berpikir lebih dalam lagi. Jika ingin bertemu dengannya dia bilang cukup mengarahkan tangannya ke langit saja. Dan Orrochi berjanji ia akan datang secepat yang ia mau.
Cukup lega aku medengarnya.

Setelah puas menjelajah Androz, dan belajar banyak hal tentang filosofi hidupnya yang kadang berbeda dengan manusia bumi, Orrochi mengantarku pulang. Sedikit kupeluk ia sebagai tanda perpisahan dan berucap “Terima kasih. Aku senang akhirnya aku tau siapa ayahku. Jangan pergi lagi Ayah.” Kaget. Lagi, wajahnya berubah jadi hijau dan sedikit bergetar, seakan-akan bisa merasakan emosi yang aku miliki. Mungkin baru kali ini dia memiliki emosi itu lagi setelah sekian lama ia tidak memiliki emosi yang sama saat bertemu dan berpisah dengan ibuku dulu.

Androz Saloon and Bridal, seperti hari minggu dan hari-hari libur lainnya selalu ramai dikunjungi orang. Jeng Nani dan Puspita akhirnya juga ikut bergabung dengan salon yang aku namakan sesuai dengan tempat ayahku berasal itu. Bahkan ketiga teman banci yang lain juga akhirnya berhenti dari kehidupan malamnya dan memutuskan menjadi pegawai-pegawaiku di beberapa cabang salon yang sudah aku dirikan 5 tahun yang lalu. Mereka sangat heran aku bisa kembali setelah benda yang mereka sebut dengan kereta UFO itu meniadakan aku dalam 2x pertemuan kumpul-kumpul yang artinya 2 minggu sudah aku tidak berada di bumi. Kepergianku yang aneh itu, dipercaya beberapa orang sebagai kasus penculikan oleh makhluk luar angkasa. Sejak itu orang-orang di sekitarku mengenal aku sebagai banci UFO. Karena UFO identik dengan makhluk luar angkasa. Untuk menghindari berbagai macam pertanyaan, tiap kali mereka bertanya, aku hanya menjawab bahwa aku tidak ingat apapun.

Yang jelas beberapa saat setelah pertemuan itu, ayah memberi pesan lewat telepati terakhir yang mengabarkan bahwa hidupku dan Ibu akan segera berubah menjadi lebih baik. Dan benar, saat itu ibu sedang menyibukkan diri di kala senggang dan sehatnya, mengeduk tanah di belakang rumahnya untuk ditanami bunga-bunga kesukaannya, tanpa disengaja menemukan dua batangan emas murni yang akhirnya dapat membantuku untuk menempuh pendidikan di bidang kecantikan dan bridal hingga ke luar negeri, membantu biaya pengobatan penyakit ibu yang komplek itu serta membantuku mendirikan salon and bridal di empat pusat perbelanjaan di kotaku dan dua di luar kota.

Sebuah Orion SkyQuest XT8 Classic Telescope juga mendiami ruangan kerjaku tepat di dekat jendala dan menghadap langit.

Kantor ini sengaja aku sewa sebagai pusat semua usahaku meskipun sangat mahal karena merupakan satu-satunya bangunan yang ditawarkan padaku dengan letak paling tinggi dan tak terhalang bangunan lain sama sekali sehingga aku bebas melihat langit. Di sini aku dapat mengamati bintang-bintang dan mengobati rinduku pada Orrochii, ayahku yang terkadang datang secara tiba-tiba, dan mengingat pula ia tidak bisa setiap saat datang menemuiku karena kesibukannya di Androz.

==========================================
Note :
1. Banci / waria
2. Lucu
3. Cakep
4. Cakep banget
5. Salon
6. Menjual diri
7. Kamu
8. Minum
9. Sini
10. Jangan
11. Kasar
12. Laki-laki
13. Sudah
14. Main
15. Main
16. Dimana
17. Kenapa

*** penulis pernah meneliti kehidupan waria dan bahasanya dalam kaitannya dengan skripsinya di bidang linguistik dan saat ini sedang menggemari hal-hal yang berbau luar angkasa termasuk UFO.


14 comments:

  1. sik san
    tak prine ae... pgn maca tp ogah nyekrol2 ke bawah

    ReplyDelete
  2. sok diprint aja om... ntar kasih koreksi kurang pas dimananya. :)

    ReplyDelete
  3. walaaah akeh tenan iki...bacanya ntar malem aja ah.. :)

    ReplyDelete
  4. cakep.......singkat, informatif, imaginer, heppy ending......

    ReplyDelete
  5. weekss.... perlu diracunin lagi neh biar makin suka baca n ga ngitung duit mulu hahahaha...

    ReplyDelete
  6. kenapa kong? Biasanya sad ya kong?? hahahaha
    oalah gusti.... ;))

    ReplyDelete
  7. Abis baca,koq ieke mawar kencana ya bow.. !!

    ReplyDelete
  8. bussyeett panjang ajaahhh... ntar dulu ahh bacanya... komen dulu. hehehehehe...

    ReplyDelete
  9. wah...
    jij (baca : "ye") kencana dimande mawar nya bow???
    buahahahaha

    ReplyDelete
  10. emang ada om yang mo nerbitin? hehehe

    ReplyDelete
  11. panjang beneerrr......blm sempet baca...bsk aj daaahhh
    heuheuheuuuu.....luv u sue, muuaahhh

    ReplyDelete
  12. beneran besok ya... awas kalau nggak :D
    Luv u too mak'e

    ReplyDelete